test

Fokus

Sabtu, 19 September 2020 08:40 WIB

Mengulang Kisah Arie Hanggara, Penganiaya Anak Harus Dihukum Berat

Editor: Ferro Maulana

Kasus Penganiayaan berat kepada anak (Foto: Dok Net/Ilustrasi)

PMJ – Kasus seorang anak perempuan kelas 1 sekolah dasar (SD) yang berusia 8 tahun yang meninggal akibat kekerasan yang dilakukan oleh kedua orang tua kandungnya sendiri di Lebak, Banten, sungguh sebuah ironi.

Bukankah orang tua seharusnya menjadi tempat yang aman, menjadi pelindung dan penjaga dari segala hal yang mengancam dan membahayakan diri si anak ? Ini malah justru orang tua menjadi ancaman dan bahaya bagi anak itu sendiri.

Ya, pelaku LH (26) merupakan seorang ibu rumah tangga tega membunuh anaknya lantaran mengaku kesal lantaran korban susah diajarkan saat belajar online. LH mengaku kepada penyidik, menganiaya korban hingga tewas.

LH merasa kesal kepada si anak kemudian melakukan serentetan penganiayaan. Mulai dari mencubit, memukul dengan tangan kosong hingga menggunakan gagang sapu. Akibat dari penganiayaan yang dilakukan LH itu, sang anak sempat tersungkur dan lemas.

Melihat anaknya tersungkur bukannya berhenti. LH justru memukul sang anak di kepala bagian belakang sebanyak tiga kali.

Orang Tua membentak anaknya
Orang tua membentak anaknya. (Foto: Ilustrasi/ PMJ News/ FIF).

Dalam kondisi lemas dan sesak nafas sang anak kemudian dibawa ke luar untuk mencari udara segar. Harapannya dapat baikan, tapi kemudian sang anak justru meninggal dunia.

Kejahatannya Terbongkar

LH dan suaminya IS (27 tahun) kemudian membawa korban ke Banten sebagai upaya menghilangkan jejak. Secara diam-diam jenazah korban oleh LH dan IS dimakamkan di TPU Gunung Kendeng, Kecamatan Cijaku, Lebak, Banten. Korban dikuburkan oleh LH dan IS dengan pakaian lengkap.

Naas kejahatan LH dan IS akhirnya terbongkar karena kecurigaan warga. Warga curiga karena ada makam baru padahal tidak ada warga yang meninggal yang dimakamkan di TPU Gunung Kendeng dalam beberapa pekan terakhir. Usai makam digali warga, ditemukan ada jenazah seorang anak dengan pakaian lengkap (bukan kain kafan, red).

Ternyata berdasarkan hasil penyelidikan pihak kepolisian, LH dan IS bukan sekali itu melakukan penganiyaan. LH dan IS sering sebelumnya sering melakukan penganiayaan terhadap anak kandung perempuannya tersebut.

Pembunuhan anak
Kasus pembunuhan anak. (foto: PMJ/fifi)

Kisah Arie Anggara

Menyimak kronologi kejadian penganiayaan berujung pembunuhan yang dilakukan LH dan IS, jadi teringat kejadian tahun 1984 lalu yang cukup menghebohkan.

Waktu itu ada seorang anak yang bernasib sama dengan anak LH dan IS, bernama Arie Hanggara. Arie Hanggara seorang anak kelas 1 sekolah dasar, sama kehilangan nyawa akibat penganiayaan yang dilakukan oleh orang tuanya.

Waktu itu kasus Arie Hanggara begitu menyedot perhatian masyarakat dan memiliki gaung yang sangat besar. Sehingga pada tahun 1985 insan perfilman Indonesia mengangkat kejadian tersebut ke layar lebar, dengan judul "Arie Hanggara". Film tersebut sangat menyentuh dan menguras air mata.

Kasus penganiayaan berujung kematian yang dialami anak LH dan IS tak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh Arie Hanggara. Bedanya hanya masalah jenis kelamin saja. Anak LH dan IS seorang anak perempuan, sedangkan Arie Hanggara seorang anak laki-laki.

Arie Hanggara sering mendapat kekerasan dari ayah kandungnya Machtino Eddiwan dan ibu tirinya Santi. Arie kerap dipukul, ditendang, ditampar, disuruh jongkok dan berdiri secara terus menerus sampai kelelahan. Tak jarang kepala Arie dibenturkan ke tembok dan dikurung di dalam kamar mandi.

Suatu hari setelah disiksa sedari siang sampai malam hari, pada malam harinya Arie disuruh menghadap tembok. Kepalanya dibenturkan ke tembok dan tidak diperbolehkan makan dan minum.

Mendapat siksaan sedemikian rupa Arie Hanggara akhirnya terkapar. Ayahnya membawa Arie ke rumah sakit, tetapi di perjalanan meninggal dunia. Arie mengalami hari yang naas, pada 8 November 1984 silam.

Anak-anak harus dilindungi dari aksi kekerasan. (Foto: Ilustrasi/ PMJ News/ FIF).

Tubuh Arie Hanggara dipenuhi tak kurang dari 40 luka yang menyebar hampir di sekujur tubuhnya. Di punggung, pinggang, pantat, dada, dan yang terbanyak di kedua lengan Arie.

Kasus tersebut kemudian ditangani dan diproses oleh pihak kepolisian. Setelah dilakukan proses persidangan, ayah kandung Arie Hanggara divonis 5 tahun penjara. Sementara ibu tirinya divonis 2 tahun penjara.

Memiliki Watak yang Buas

Dua kasus berbeda yang terjadi berkaitan dengan meninggalnya seorang anak oleh orang tua kandungnya itu menandakan satu hal, bahwa orang tua tersebut memiliki watak yang buas.

Apa yang dilakukan oleh sang anak, yang memicu kemarahan orang tuanya mungkin hanya sebuah alasan pembenar saja bagi si orang tua. Seperti alasan yang dilakukan LH menyiksa anaknya karena susah diajari belajar online misalnya.

Hal itu hanya bentuk pembenaran atas watak buas dirinya saja untuk melakukan penyiksaan terhadap anaknya tersebut.

Sebesar apa pun kesalahan yang dilakukan oleh seorang anak, bukan menjadi alasan bagi orang tua untuk menghukum anak dengan siksaan fisik. Apalagi akibat siksaan itu sampai menyebabkan sang anak kehilangan nyawa.

Dua kasus anak yang meninggal karena penganiayaan yang dilakukan oleh orang tua kandungnya di atas tidaklah tunggal. Selain kedua kasus itu ada pula kasus serupa lainnya.

Kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tuanya saat ini memang masih kerap terjadi, walaupun tidak sampai menyebabkan sang anak meninggal dunia.

Hal itu tentu harus menjadi perhatian kita semua. Peran pemerintah dan tokoh agama dalam hal ini, untuk mengurangi hal tersebut tentu sangat penting dan sangat diperlukan.

Dihukum Berat

Arist Merdeka Sirait selaku Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak. (Foto: PMJ News).

Terpisah, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait, meminta kedua pelaku yang merupakan orang tua korban dihukum berat. Hal itu mengacu kepada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dimana pasutri ini terancam 20 tahun pidana penjara.

“Kemudian juga bisa ditambah sepertiga dari hukuman pidana pokoknya menjadi pidana seumur hidup,” ungkap Arist di kantor Komnas PA, Jakarta Timur, belum lama ini.

“Dalam kondisi dan situasi apapun korban, siapapun pelakunya dan sampai kapan pun, tidak ada alasan dan toleransi terhadap perampasan hak hidup seseorang apalagi terhadap anak kandung sendiri dengan cara menganiaya, menyiksa, dan mengakibatkan meninggal dunia. Oleh karenanya, Pasutri IS (27) dan LH (26) patut dijerat dengang pidana seumur hidup,” papar Arist.

Ia menjelaskan, dari hasil otopsi kepolisian menyebutkan korban anak usia delapan tahun itu menunjukkan ada bekas luka lebam di bagian kepala. Hal itu diduga akibat hantaman benda tumpul.

Dan setelah itu pelaku menguburkan jasad anak perempuannya tersebut secara tidak layak di tempat pemakaman umum (TPU) Gunung Kandang Lebak Banten.

“Dari hasil otopsi, kepala kanan dan pada tulang tengkorak luka lebam akibat hantaman benda tumpul. Demikian disampaikan Kasat Reskrim Polres Lebak AKBP David Kusuma,” ujar Arist.

“Jasad anak malang ini dibongkar warga dan kepolisian pada Sabtu 12 September lalu dalan kondisi jenazah memang sudah tidak bisa diidentifikasi. Karena oleh pelaku korban dikuburkan sejak 26 Agustus sehingga sudah 3 pekan korban dikuburkan sampai ditemukan oleh warga,” tutur Arist.

KPAI Mengaku Prihatin

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti. (Foto: Dok Net)

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengaku prihatin atas kasus pembunuhan anak yang dilakukan oleh orang tuanya itu.

Bocah berusia delapan tahun itu meregang nyawa setelah beberapa kali mengalami kekerasan oleh ibunya sendiri.

Retno mengingatkan terdapat ancaman hukuman yang berat bagi pelaku pembunuhan anak. Apalagi jika yang melakukan orang terdekat korban.

Ancaman hukuman tersebut diatur dalam Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan Anak.

"Jika pelaku kekerasan adalah orang terdekat korban, maka pelaku bisa mendapat pemberatan hukuman sebanyak 1/3, dalam kasus ini tuntutan hukuman maksimal 15 tahun dan jika diperberat 1/3 menjadi 20 tahun," pungkasnya. (Fer).

BERITA TERKAIT