Senin, 28 Desember 2020 16:40 WIB
Waspada, Teroris JI Rekrut Santri Cerdas Agar Mudah Pahami Realita Jihad
Editor: Fitriawan Ginting
PMJ NEWS - Salah satu dari 12 pusat latihan teroris kelompok jaringan Jamaah Islamiyah (JI) di Desa Gintungan, Bandungan, Semarang, Jawa Tengah dibongkar Tim Densus 88 Anti Teror. Kelompok ini melakukan perekrutan generasi muda JI sejak 2011 hingga 2018 dengan 7 angkatan dan total anggota sebanyak 96 orang.
Dijelaskan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono, perekrutan anggota Jamaah Islamiyah khusus generasi muda tersebut dilatih bergaya militer sampai upaya penyergapan dan perakitan bom. Bahkan, tidak sembarangan merekrut anggotanya, pimpinan jaringan ini meminta kepada anggotanya untuk merekrut anak-anak santri dengan IQ cerdas dan ranking 1-10 di Pondok Pesantrennya.
“Jadi target pimpinan (JI) ini merekrut anak-anak muda lulusan terbaik dengan ranking 1-10 di beberapa Pondok Pesantren Pulau Jawa dan pulau lainnya. Target itu dilakukan, agar generasi muda ini semakin mudah untuk memahami apa yang didoktrin oleh pemimpinnya,” ungkap Irjen Argo Yuwono, Senin (28/12/2020).
Hal tersebut juga dibenarkan oleh pelatih kepala Sasana JI di Semarang, Joko Priyono alias Karso. Ia mengaku diamanahkan oleh pemimpinnya untuk merekrut santri dengan IQ terbaik dari beberapa pondok pesantren.
“Saya diamanahkan oleh pimpinan kami Para Wijayanto untuk melatih anggota muda generasi kita (JI). Kita rekrut dari beberapa pondok yang agamanya bagus dan pintar. Targetnya ranking 1-10 di pondok pesantrennya. Karena Mumin (Keagamaannya Bagus) kan lebih mudah dicintai," kata pelatih yang dipanggil Karso ini.
Dalam perjalanannya, menurut Karso ada juga anak-anak dengan nilai kelulusan di ranking 20-10 di ponpesnya. Hal tersebut tidak terlalu dipermasalahkan oleh kelompoknya. Terpenting, anak-anak generasi muda ini mau melaksanakan pelatihan dan ajaran-ajaran yang telah disiapkan oleh kelompok tersebut.
“Dari lulusan beberapa pondok ini tujuan kita ingin membentuk kepemimpinan masa depan yang memahami realita jihad,” urai Karso.
Menurut Karso, pelatihan basic awal bela diri membentuk anggotanya sekelas atlet selama 6 bulan, Termasuk juga pandai menggunakan pedang dan samurai. Selama pelatihan, dalam 1 bulan di Sasana tersebut membutuhkan dana sekitar 65 juta rupiah. Angka itu untuk membayar biaya bulanan 8 pelatih dan juga biaya untuk makan sehari-hari dan kebutuhan lainnya.
Karso menambahkan, dana didapatkan dari infaq para anggotanya minimal 100 ribu rupiah. Ia mengatakan di jaman kepemimpinan Para Wijayanto terdapat 6.000 anggota Jamaah Islamiyah.
“Zaman Pa Para ada enam ribu (6.000) anggota kami. Satu anggota infaq 100 ribu. Itu saja bisa 600 juta. Belum lagi sumbagan lainnya, ada donatur yang beri 25 juta sampai 100 juta rupiah. Jadi bulanan kami dari situ dan dana infaq itu juga untuk mengirim anggota ke Suriah. Satu angkatan dibutuhkan dana 300 juta rupiah untuk dirikim ke Suriah. Dan itu selalu ada dananya,” jelas Karso.
Senada dengan Karso, salah satu anggota muda Jamaah Islamiyah bernama Ahmad Hafidz mengatakan, ia masuk tahun 2013 ke Sasana tersebut. Dan ia langsung mengikuti pelatihan bela diri wushu serta materi tambahan seperti lempar pisau, lempar bintang sampai penggunaan samurai.
Ahmad Hafidz mengaku menjadi salah satu anggota yang dikirim ke Suriah. Selama di sana ia mendapat latihan dasar kemiliteran sampai 1 bulan dan mendapat pembelajaran agama. Ia juga diminta untuk memperbantukan menjaga rumah sakit serta wilayah perbatasan. Di sana ia bergabung dengan kelompok Ja’bah Mitroh.
“Saya mendapat pelatihan militer di sana dan juga belajar agama. Lalu ditugaskan di beberapa tempat seperti rumah sakit dan menjaga perbatasan,” kata Ahmad Haridz.
Ahmad Hafidz berhasil ditangkap Tim Densus 88 Anti Teror Polri dan telah dinyatakan bersalah dengan vonis hukuman 5 tahun penjara.