test

Fokus

Rabu, 8 April 2020 15:25 WIB

Belajar dari Kota Wuhan, Mampu Atasi Penyebaran Virus Corona

Editor: Ferro Maulana

PMJ - Pemerintah Tiongkok mengakhiri lockdown di kota Wuhan, Provinsi Hubei, yang sudah berlangsung selama 70 hari pada akhir bulan Maret lalu. Namun, belum banyak fasilitas publik yang masih belum dibuka. Seperti, sekolah dan sejumlah restoran.

Sarana transportasi publik seperti kereta api sudah beroperasi meskipun tetap banyak warga yang belum berani menggunakannya. Mulai hari ini Rabu (08/04/2020) tengah malam, masyarakat Tiongkok diizinkan meninggalkan Wuhan selama memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan pemerintah.

Berdasarkan laporan media pemerintah, operator kereta api nasional memprediksi akan ada lebih dari 55 ribu orang yang meninggalkan Wuhan pada hari ini. Sebanyak 200 penerbangan juga dijadwalkan tinggal landas dari kota tersebut dengan membawa kurang lebih 10 ribu penumpang.

Tentunya tidak mudah bagi sebuah kota yang selama 10 pekan. Misalnya, kawasan mati untuk serta-merta kembali hidup normal. Kota yang sama juga menyaksikan bagaimana kematian begitu mudah menjemput. Apalagi , sekarang mata dunia akan menyoroti Wuhan untuk dijadikan contoh.

"Masyarakat Wuhan mengalami (wabah) secara langsung," ungkap warga Wuhan, Yan Hui yang berhasil sembuh dari virus corona (Covid-19) kepada The New York Times.

Sudah pulih, Kota Wuhan Tiongkok masih terlihat sepi. (Foto: Istimewa)

"Teman-teman mereka sakit. Teman-teman dan keluarga teman-teman mereka meninggal. Tepat di depan mata mereka, satu demi satu, mereka meninggalkan kit,”kenangnya dengan menetaskan air mata, mengingatk peristiwa sedih tersebut.

"Pemahaman mereka soal bencana ini lebih dalam ketimbang orang-orang di kota laindi Tiongkok," tambahnya.

Wabah virus corona pun menjadikan Yan mengubah prioritas kehidupannya. Sekarang, dirinya mengaku mengutamakan kesehatan dan keluarga. Sementara pekerjaan, karier dan kesuksesan yaitu nomor dua.

Pemerintah dan warga dengan sendirinya berhati-hati dalam menyikapi situasi ini. Walau semakin banyak pertokoan dibuka, taman-taman kian ramai, namun di sejumlah area polisi masih berjaga untuk membatasi aktivitas warga. Mereka tidak ingin virus corona kembali menerjang setelah perjuangan selama lebih dari dua bulan.

Peran Pemerintah dan Informasi yang Transparan

Kota Wuhan saat pandemik virus corona terjadi. (Foto: PMJ News)

Pemerintah Tiongkok memberikan imbauan kepada warganya untuk peningkatan perilaku bersih, pembagian thermometer, masker, dan sabun pencuci tangan, serta jurnal kondisi suhu tubuh setiap mahasiswa yang harus dilaporkan ke pihak otoritas kampus.

Informasi yang terpusat dari pemerintah Tiongkok melalui otoritas kampus dan koordinasi dengan KBRI secara tidak langsung membuat masyarakat Tiongkok atau warga asing (WNA) atau warga Indonesia di sana merasa aman. Gambaran mengenai kondisi lockdown yang seringkali dikatakan sebagai isolasi.

Pada Minggu pertama, kami tidak merasakan isolasi, tapi lebih kepada mengurangi aktivitas di luar rumah. Saat itu saya masih bisa keluar masuk dormitory dan belanja kebutuhan pokok di beberapa toko yang masih buka.

Lockdown di Wuhan yaitu tertutupnya transportasi publik, perkantoran, pabrik, sekolah dan universitas ditutup sampai waktu yang tidak ditentukan.

Kebijakan pemerintah Tiongkok. (Foto: Istimewa)

Meski begitu, di masa-masa puncaknya endemik seluruh warga tidak dapat keluar dari tempat tinggalnya. Demikian halnya mahasiswa asal Indonesia yang tinggal di dormitory.

Mahasiswa disediakan makanan tiga kali sehari dan untuk warga yang tinggal di apartemen secara bergiliran bertugas berbelanja kebutuhan pokok yang dikoordinir oleh pemerintah setempat. Lalu, penggunaan cash money ditiadakan seluruh pembayaran menggunakan e-money.

Nampak, informasi satu pintu menjadi salah satu cara yang bisa dilaksanakan untuk mengurangi kepanikan masyarakat atas kesimpang-siuran berita yang ada. Peran pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi kepanikan yang bersifat massif di masyarakat.

Penerapan Physical Distancing dan Perilaku Hidup Bersih

Warga Tiongkok diwajibkan pakai masker saat berpergian. (Foto: Istimewa)

Sejak merebaknya wabah Covid-19, social distancing diinstruksikan oleh pemerintah setempat untuk tidak menggelar kegiatan yang melibatkan kumpulan massa dan menutup fasilitas publik. HCoV-19 (SARS-2) menyebabkan lebih dari 120 ribu jiwa terinfeksi Covid-19 tersebut (data per tanggal 16 Maret 2020, berdasarkan laporan media Xinhua, red).

Faktanya virus ini dapat bertahan di permukaan benda tertentu dalam waktu tertentu sangat tergantung dengan jenis permukaan benda. Bahkan, hasil eksperimen kestabilan HCoV-19 memperlihatkan permukaan yang terbuat dari bahan plastik dan stainless steel akan bertahan selama dua hingga tiga hari.

Berdasarkan data tersebut penyebaran virus COVID-19 sangatlah memungkinkan terjadi ketika perilaku masyarakat tidak bersih. Pembatasan interaksi antar manusia dengan manusia lainnya adalah salah satu cara terbaik untuk menghambat penyebaran wabah ini terjadi. Tidak berarti dengan dihentikannya segala aktivitas publik yang melibatkan kerumunan orang, maka aktivitas harian tidak berjalan.

Penyemprotan pesawat menyambut warga Wuhan kembali ke rumahnya. (Foto: Istimewa)

Namun demikian dampak dari pembatasan bertemunya individu dengan individu lainnya secara bersama-sama akan menyebabkan perubahan-perubahan pada kehidupan masyarakat. Berdiam diri di rumah akan menyebabkan manusia menjadi bosan dan mengkhawatirkan kebutuhan-kebutuhan hidup selanjutnya (khususnya pada masyarakat ekonomi menengah ke bawah).

Namun perlu dicatat bahwa ketika aktivitas publik dihentikan bukan berarti masa liburan telah tiba. Sangat perlu diperhatikan bahwa dengan membatasi aktivitas kita di ruang publik akan membantu orang lain, keluarga kita dan diri kita sendiri untuk terhindar dari virus Covid-19.

Penerapan hidup bersih merupakan hal yang sulit untuk sebagian masyarakat kita. Namun penulis berhipotesis dengan menyadari bahwa virus merupakan partikel kecil yang tidak kasat mata dan bisa berada dimana saja akan membantu meningkatkan kesadaran akan resiko terpapar virus corona.

Meningkatkan Wawasan dan Memilah Informasi

Bantuan medis dan logistik pemerintah Tiongkok untuk warganya. (Foto: PMJ News)

Sangatlah wajar jika mengalami kepanikan dan kondisi cemas. Hingga saat ini beberapa WNI yang dari Wuhan masih mengalami trauma ketika mendengar ambulans, ataupun ketika merasakan suhu tubuhnya naik. Pemahaman akan virus Covid-19 akan membantu menurangi rasa cemas.

Menjadi lebih bijak dalam memilih informasi merupakan hal yang penting saat ini, khususnya di masa-masa lockdown. Perkembangan wabah Covid-19 melalui website terpercaya, yakni yang disediakan WHO dan pemerintah Tiongkok sendiri (melalui account weChat atau alipay).

Isolasi Diri di Rumah

Resilience adalah hal yang dibutuhkan untuk tetap sehat secara mental di tengah pandemic Covid-19. Resilience merupakan kemampuan untuk seseorang menilai, mengatasi, meningkatkan diri ataupun mengubah dirinya dari keterpurukan atau kesengsaraan hidup.

Saat masa lockdown di Wuhan, warga Tiongkok menikmati hal-hal kecil setiap harinya, melakukan hobi-hobi yang disenangi seperti memasak. Masyarakat Tiongkok menyibukkan diri dengan membuat video diary, dan membagi informasi melalui tulisan-tulisan singkatnya. (Sumber: Xinhua/ New York Times/ FER).

BERITA TERKAIT