test

News

Jumat, 30 April 2021 14:00 WIB

Kimia Farma Pecat Pegawai Terkait Penggunaan Alat Antigen Bekas

Editor: Hadi Ismanto

Kimia Farma memberhentikan lima pegawai yang terlibat penggunaan alat tes antigen bekas di Bandara Kualanamu. (Foto: PMJ News/Istimewa).

PMJ NEWS - Kimia Farma memecat lima orang oknum pegawai yang terlibat kasus penggunaan alat rapid test antigen bekas di Bandara Kualanamu. Kelimanya juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumatera Utara.

"Selain pemecatan, Kimia Farma juga menyerahkan penanganan kasus kepada kepolisan untuk dapat diproses sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang–undangan yang berlaku," jelas Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostika, Adil Fadhilah dam keterangannya, Jumat (30/4/2021).

Ia menambahkan, Kimia Farma akan melakukan evaluasi dan penguatan pelaksanaan Standard Operating Procedure (SOP) untuk memastikan seluruh kegiatan operasional sesuai ketentuan yang berlaku. Hal itu adalah upaya pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Polda Sumatera Utara menggelar perkara kasus daur ulang alat awab antigen di Bandara Kualanamu. (Foto: PMJ News/Instagram @poldasumaterautara).
Polda Sumatera Utara menggelar perkara kasus daur ulang alat awab antigen di Bandara Kualanamu. (Foto: PMJ News/Instagram @poldasumaterautara).

Sebelumnya, Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak menyebut penggunaan alat rapid tes antigen Covid-19 bekas ini sudah dilakukan sejak Desember 2020.

Kelima orang tersangka yang diamankan, masing-masing berinisial PC selaku Bisnis Manager Kimia Farma beserta 4 pegawainya masing masing DP, SP, MR dan RN.

"Hasil penyidikan yang dilakukan, lima orang ditetapkan sebagai tersangka. Kegiatan daur ulang stik Covid-19 ini sudah dilakukan sejak Desember 2020," tutur Panca.

Panca menjelaskan, dalam sehari para pelaku bisa menggunakan ratusan stik rapid test antigen daur ulang. Mereka mencuci sendiri untuk alat tersebut untuk digunakan kembali.

"Pengakuan para pelaku, dalam sehari stik daur ulang bisa digunakan untuk 100 hingga 150 orang yang hendak melakukan perjalanan. Tentunya, ini tidak sesuai standar kesehatan," terang Panca.

"Para pelaku mendapatkan keuntungan. Yang kita sita Rp149 juta," imbuhnya.

BERITA TERKAIT