Sabtu, 2 Januari 2021 13:35 WIB
Fakta-fakta Dibalik Pengungkapan Kasus Pelecehan Lagu Indonesia Raya
Editor: Ferro Maulana
PMJ NEWS - Sebuah video yang memparodikan lagu kebangsaan Indonesia Raya di salah satu akun YouTube membuat gusar publik Tanah Air di akhir tahun 2020.
Ya, lirik lagu kebangsaan diubah dengan kata-kata provokatif. Bahkan, Burung Garuda yang menjadi lambang negara diganti jadi ayam jago. Saat itu, 28 Desember 2020 'tengah memanas' dimana dugaan pemilik akun penyebar mengarah ke Warga Negara Malaysia.
Namun ternyata dari hasil penyelidikan kepolisian mendapati pelaku pembuat sekaligus penyebar adalah merupakan remaja berusia 16 tahun berstatus pelajar SMP yang berdomisili di Cianjur, Jawa Barat. Dan dia berkewarganegaraan Indonesia.
Berikut terungkap fakta hasil kerjasama Polri dengan Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM):
Setelah kasus pelecehan simbol negara ini mencuat di permukaan, PDRM langsung menyelidiki kasus tersebut. Investigasi awal pihak kepolisian Malaysia, video parodi itu dibuat oleh warga negara Indonesia (WNI).
Informasi itu didapatkan dari hasil interogasi terhadap TKI berusia 40 tahun yang ditangkap di Sabah, Senin (28/12/2020), demikian Kantor Berita Malaysia Bernama melaporkan.
Meski begitu, pihak Malaysia belum merinci detail WNI yang diduga pelaku penyebaran dan yang mengedit video tersebut.
"Perbuatan yang mengaibkan sebuah negara itu adalah sebuah kesalahan yang sangat berat," terang Tan Sri Abdul Hamid Bador, Kepala Polisi Negara Malaysia melalui pernyataannya di Bernama TV.
"Insha Allah apabila tertangkap nanti, kita akan dakwa dia di mahkamah untuk menerima hukuman seberat-beratnya," tegas Tan Sri Abdul Hamid Bador melanjutkan.
Kemudian, Bareskrim Polri yang juga telah berkoordinasi dengan PDRM ikut menyelidiki. Hasilnya, MDF, seorang remaja 16 tahun di Cianjur, Jawa Barat ditangkap.
Kepada penyidik, MDF yang masih berstatus pelajar kelas 3 SMP mengaku mempunyai nama samaran yang kerap digunakan saat berselancar di dunia maya.
"MDF ini nama asli. Tapi di dunia maya adalah Fais Rahman Simalungun. Tapi aslinya namanya MDF. Dan orang kalau melihat dengan nama itu kan marga dari Sumatera Utara. Padahal dia adalah orang Cianjur. Tadi malam kita tangkap dia di rumahnya. Dan dia kelas 3 SMP," tutur Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Raden Argo Yuwono.
Boleh dikatakan dalam kasus ini, terungkap ada dua pelaku yang merupakan remaja WNI. Adalah NJ yang ditangkap di Sabah, Malaysia. Kemudian, MDF yang ditangkap di Cianjur Jawa Barat.
"Bareskrim Polri dengan PDRM saling bertukar informasi berkaitan dengan adanya video di kanal YouTube tadi. Akhirnya dari PDRM berhasil mengamankan laki-laki 11 tahun WNI berinisial NJ di Sabah Malaysia," ujar Argo.
Argo menambahkan, NJ berkewarganegaraan Indonesia. Saat itu, sedang tinggal sementara di Sabah Malaysia. NJ ikut orang tuanya yang bekerja sebagai TKI sebagai driver di salah satu perusahaan perkebunan di Sabah Malaysia.
Merunut ke belakang, kasus bermula ketika NJ dan MDF yang berteman di dunia maya kerap kali berkomunikasi.
Kemudian, menurur Argo, pada suatu waktu antara MDF dan NJ mereka berdua saling marah sampai pada akhirnya MDF membuat lagu Indonesia Raya yang diparodikan menggunakan data dari NJ.
"Kemudian karena MDF ini membuat di kanal YouTube itu parodi lirik video dengan menggunakan nama NJ kemudian dia tag lokasinya di Malaysia, menggunakan nomor Malaysia, akhirnya kan yang dituduh NJ. NJ itu marah sama MDF," beber Argo.
Atas perbuatannya, lantas NJ yang berada di Malaysia langsung membalas perbuatan MDF dengan membuat konten Channel Asean di Youtube yang lagu parodi tersebut ditambah gambar babi.
"Salahnya NJ itu buat kanal YouTube lagi dengan konten chanel Asean. Dia membuat Channel Asean kemudian mengedit isi yang sudah disebar MDF, dengan ditambahkan ada gambar babi yang ditambahi NJ. Jadi NJ yang di Malaysia membuat, kemudian MDF yang di Indonesia, Cianjur membuat karena marah ini kemudian membuat," tandasnya.
Sosok Pendiam dan Jarang Bergaul
MDF pelaku terduga Pemilik akun YouTube MY ASEAN terkait video parodi lagu Indonesia Raya ternyata sosok yang pendiam dan jarang bergaul di lingkungannya.
“Kesehariannya ia pendiam di rumah, tidak gaul, orangnya tertutup dan pendiam. Dia (MDF) tidak seperti anak-anak seumurannya,” ungkap Agung Mulyadi, Kepala Dusun di Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Cianjur kepada wartawan.
Menurutnya, masyarakat sekitar pun tidak menyangka bahwa ia melakukan hal tersebut.
“Untuk masyarakat terutama orangtuanya pasti shock akibat ulah dia, itu mungkin kayaknya sepele tapi ini saya sempat mendengar ditangkap,” ujarnya menambahkan.
Masih dari penjelasannya, MDF ditangkap di rumah neneknya setelah acara tawasul sekitar pukul 22.00 WIB.
"Untuk sekolah saya kurang tahu, cuman dari masyarakat tidak nyangka aja, malah sempat kasusnya yang beredar adalah narkoba lah, apa lah. Ternyata sekarang setelah ditelusuri kasusnya dia membuat parodi lagu Indonesia Raya katanya,” ungkap Agung.
Teknologi Siber Polri Canggih
Menkopolhukam Mahfud MD mengapresiasi langkah kepolisian yang berhasil membongkar kasus parodi lagu Indonesia Raya. Dua orang pelaku yang memparodikan lagu kebangsaan itu berhasil ditangkap.
Mahfud Md menjelaskam polisi siber yang dimiliki Polri canggih sehingga sangat mudah menangkap unggahan yang bermuatan kriminal.
"Pokoknya teknologi informasi cyber police kita canggih kalau mau digunakan,” ujar Mahfud kepada wartawan.
Mahfud mengatakan sistem tersebut bisa melacak pesan yang berbau kriminal. Pelaku dapat ditemukan, mulai dari pihak yang menyebarkan hingga pihak yang pertama kali mengunggah konten.
Anda dapat kiriman pesan dari mana, bakal langsung bisa dilacak. Akan diketahui pengirimnya A, si A dapat dari si D, si D dapat dari si Y, si Y dapat dari si F, dan seterusnya sampai ditemukan pembuat dan pemosting pertamanya. Makanya tak sulit mencokoknya kalau postingannya serius berbau kriminal,” sambungnya.
Apresiasi DPR
Komisi III DPR RI mengapresiasi Polri yang berhasil meringkus pelaku terkait parodi lagu 'Indonesia Raya'.
Komisi III menyebut satuan Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri semakin lama kian sigap dan canggih.
"Makin lama unit ini semakin sigap dan canggih," terang Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni kepada wartawan.
Sahroni mengaku tak heran jika Polri berhasil menangkap para pelaku kejahatan di dunia maya. Ia menambahkan banyak kasus yang lebih rumit juga bisa diungkap karena Polri memiliki satuan yang supercanggih, yakni Dittipidsiber Bareskrim Polri.
"Jadi buat yang berniat untuk berbuat kriminal di dunia siber dan merasa tidak mungkin tertangkap, silakan pikir-pikir dulu. Polri punya satuan yang supercanggih!" ujar Sahroni.
Lebih jauh Sahroni menyebut rencana pemerintah mengaktifkan polisi siber sangat tepat untuk saat ini. Alasannya, pihaknya percaya bahwa Dittipidsiber Bareskrim Polri memiliki peralatan canggih dan sumber daya manusia (SDM) mumpuni.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengapresiasi upaya cepat Polri dan Polis Diraja Malaysia (PDRM) yang telah mengungkap pelaku pembuat parodi atau penghinaan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang diduga merupakan Warga Negara Indonesia (WNI).
"Kami mengapresiasi, hal ini merupakan salah satu langkah awal membuka motif dari pembuatan video tersebut. Kita tunggu hasil penyelidikan lebih lanjut, jangan sampai ada pihak luar yang ingin melakukan adu domba kedua negara yang memiliki hubungan bilateral yang baik,” terang Azis Syamsuddin dalam pernyataan tertulis kepada wartawan.
Kerja Keras Kepolisian RI-Malaysia Buahkan Hasil
Terpisah, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengapresiasi kerja cepat Polisi Diraja Malaysia dan Polri yang berhasil menangkap para pelakunya.
Ternyata, penghina lagu Indonesia Raya yakni dua anak di bawah umur, satu berada di Cianjur, Indonesia, dan satu lainnya di Sabah, Malaysia.
'Kerja keras dua lembaga kepolisian beda negara ini telah berhasil mencegah rusaknya hubungan antara masyarakat ke masyarakat (people to people) antar dua negara," ungkap Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.
Pelaku yang berada di Indonesia ditangani Polri, sementara di Malaysia oleh otoritas setempat. Keduanya diproses otoritas berbeda karena berada di wilayah berbeda di bawah asas teritorial.
Asas teritorial mengatur mengenai pengusutan oleh aparat penegak hukum di tempat terjadinya kejahatan (locus delicti).
"Kecuali otoritas Malaysia tidak berkeinginan untuk menjalankan kewenangannya maka pelaku dapat diserahkan ke otoritas Indonesia berdasarkan prinsip nasionalitas," jelas Hikmahanto.
Prinsip nasionalitas menyebutkan bahwa aparat penegak hukum yang berwenang untuk melakukan proses hukum adalah otoritas dari kewarganegaraan pelaku atau korban, yang dalam hal ini adalah Indonesia. Namun, jeratan hukum tetap didasarkan pada hukum Malaysia.
Proses ekstradisi WNI yang ada di Sabah tidak bisa dilakukan karena ia tidak melakukan kejahatannya di Indonesia. (Dari Berbagai Sumber).