test

News

Jumat, 18 September 2020 16:30 WIB

Kontroversi Aplikasi Kencan Tinder, Rentan Kriminalitas dan Pelecehan Seksual

Editor: Ferro Maulana

Aplikasi Tinder. (Foto: PMJ/ Dok Net)

PMJ - Aplikasi pencarian jodoh melalui aplikasi online Tinder menjadi bahan perbincangan setelah kasus pembunuhan dengan mutilasi terhadap Rinaldi Harley Wismanu terungkap. Korban dan pelaku diketahui berkenalan lewat aplikasi Tinder. Kencan berlanjut lalu berakhir dengan kematian.

Untuk diketahui, Tinder merupakan aplikasi layanan pencarian sosial berbasis lokasi dengan menggunakan profil dari Facebook dan layanan fitur GPS di handphone. Aplikasi ini memfasilitasi komunikasi antara pengguna yang saling tertarik, yang memungkinkan kecocokkan (match) pengguna dalam berkomunikasi (mengobrol).

Tinder didirikan oleh Sean Rad, Jonathan Badeen, Justin Mateen, Joe Munoz,, Dinesh Moorjani, Chris Gylczynski, dan Whitney Wolfe, yang kemudian meninggalkan Tinder untuk memulai Bumble.

Aplikasi tersebut biasanya digunakan sebagai layanan kencan dan telah bercabang untuk memberikan layanan yang lebih, sehingga lebih umum dikategorikan sebagai aplikasi media sosial (medsos).

Kontroversi yang Dibuat Tinder

Aplikasi Tinder. (Foto: PMJ/ Dok Net)

Tinder yang menjadi aplikasi pencarian jodoh secara online memang seringkali menjadi kontroversi. Di Amerika Serikat, aplikasi ini mendapat tekanan dari Kongres AS. Karena berbagai masalah, seperti pengguna di bawah umur, pengguna yang merupakan pelaku pelecehan seksual, hingga privasi data pengguna.

Bahkan, komite US House Oversight and Reform menginvestigasi terhadap sejumlah aplikasi kencan online populer. Salah satunya yaitu Tinder, karena dituding banyak penggunanya yang merupakan anak di bawah umur dan juga pelaku pelecehan seksual yang bebas menggunakan layanan tersebut.

Kegagalan Tinder dalam melakukan screening terhadap penggunanya itu disebut mampu menciptakan situasi yang berbahaya dan tak layak untuk masyarakat. Tak hanya itu, layanan kencan online semacam ini pun diminta untuk menyerahkan informasi terkait usia pengguna, prosedur mereka untuk memverifikasi umur dan semua komplain terkait pelecehan seksual, pemerkosaan dan pengguna di bawah umur.

"Permasalahan kami dengan pengguna di bawah umur meningkat dengan laporan banyaknya aplikasi gratis pencari kencan populer mengizinkan pelaku pelecehan seksual untuk menggunakannya. Sementara versi berbayarnya bisa menyaring penggunanya yang merupakan pelaku pelecehan seksual," ungkap Ketua Komite AS Raja Krishnamoorthi.

Kontroversi Tinder juga tak berada di Amerika Serikat, karena baru-baru ini Pakistan pun memblokir lima aplikasi pencari kencan online, termasuk Tinder. Aplikasi tersebut dianggap tak bermoral dan menghadirkan konten tidak senonoh.

Selain Tinder, aplikasi yang diblokir di Pakistan yaitu Grindr, Tagged, Skout dan SayHi. Sebelum memblokir, mereka mengaku telah memperingatkan masing-masing perusahaan itu untuk menghilangkan layanan pencarian teman kencan dan memoderasi konten live streaming di platformnya tersebut.

Aplikasi We Chatt. (Foto: PMJ/ Dok Net)

Tinder sendiri sebelum diblokir sudah diunduh 440 ribu kali di Pakistan selama 12 bulan ke belakang, ketimbang 13 juta kali unduhan di AS.

Aplikasi Sejenis yang Timbulkan Kontroversi

Aplikasi sejenis mirip Tinder yaitu WeChat juga bisa dijadikan sebagai salah satu aplikasi mobile yang sering digunakan untuk berselingkuh. Hal itu disebabkan salah satu fitur di dalamnya.

Dinamai Nearby People, fitur ini memampukan kita untuk chat dengan sesama pengguna WeChat dalam radius tertentu. Kedekatan jarak dan fasilitas chat tentu membuat orang bisa mendapatkan teman baru, yang mungkin lebih dari sekedar teman.

Aplikasi terkemuka asal Tiongkok, WeChat, menghapus akses ke situs kencan Seeking Arrangement dari platform-nya. WeChat mengambil langkah tersebut mengikuti aturan baru Pemerintah Tiongkok yang harus diikuti situs web media sosial.

Pemerintah Tiongkok menyatakan ingin menciptakan komunitas online yang sehat. Bahkan pemerintah akan menindak konten yang eksplisit atau bertentangan dengan Partai Komunis Tiongkok.(Dbs/ Fer)

BERITA TERKAIT