test

Hukrim

Jumat, 10 Mei 2019 17:18 WIB

Ujaran Kebencian di Bandung Marak, Polisi Imbau Smartphone Digunakan Bijak

Editor: Redaksi

Stop hoax yang resahkan masyarakat. (Foto: Ilustrasi/ PMJ News/ FIF).
PMJ - Polda Jawa Barat mengaku prihatin masih ada masyarakat yang suka menyebarkan ujaran kebencian, apalagi hal ini dilontarkan dari seorang dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Bandung. Direktur Reskrimsus Polda Jabar Kombes Pol Samudi pun mengimbau kepada warga pengguna telepon genggam, telepon pintar, maupun gawai untuk bijak memanfaatkan teknologi yang ada. “Kami berpesan kepada yang memiliki smartphone gunakan dengan bijak dan benar, bermanfaat untuk kepentingan umum, jangan digunakan untuk menghujat, memprovokasi,” tutur Direktur Reskrimsus Polda Jabar, di Markas Polda Jabar, Jumat (10/05/2019). Hal ini berkait dengan pengamanan oknum SDS yang melakukan ujaran kebencian melalui media sosial setelah menemukan unggahan di akun Facebook tersangka. Unggahan tersebut berisi “Harga Nyawa Rakyat Jika People Power Tidak Dapat Dielak satu orang ditembak oleh polisi harus dibayar dengan 10 orang polisi dibunuh mati menggunakan pisau dapur, golok, linggis, kapak, kunci roda mobil, siraman tiner cat berapi, dan keluarga mereka.” Unggahan itu pun menuai puluhan komentar dari warganet, dan telah dibagikan beberapa kali. “Jadi, akun Facebook ini me-posting berita yang berisikan ujaran kebencian, menghasut, serta memprovokasi yang dapat membuat keonaran, sehingga polisi melakukan tindakan tegas,” ujarnya. Samudi kembali mengungkapkan, beberapa warganet telah mengingatkan yang bersangkutan untuk tidak me-posting dan berkomentar negatif. “Komennya sudah banyak yang mengingatkan, berarti yang komen sudah sadar dan mengerti. Apalagi, yang bersangkutan orang intelektual harusnya sudah mengerti dan bisa menyaring,” jelasnya lagi. Polda Jabar tidak hanya sekali mengungkap kasus semacam ini, serta menangkap orang-orang yang terlibat di dalamnya. Untuk diketahui, pihak kepolisian mengamankan seorang petugas keamanan yang menyebarkan berita bohong alias hoaks via media sosial. Meski begitu, Kombes Samudi menyatakan, hal tersebut tak menjadi kebanggaan bagi kepolisian, malah menimbulkan keprihatinan. Kesedihan itu muncul karena masih banyak masyarakat yang menggunakan media sosial untuk hal negatif. “Kita bukan bangga melakukan penangkapan, tapi kami justru sedih karena masih banyak masyarakat yang menggunakan media sosial untuk menyebarkan hoax, ujaran kebencian, provokasi, yang tujuannya membuat keonaran,” lanjut Kombes Samudi. Tersangka ujaran kebencian itu sendiri, SDS mengaku tidak berniat untuk menyebarkan unggahan yang menimbulkan keonaran di medsos. SDS yang berprofesi sebagai pengajar di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Bandung, tidak menepis apa yang dilakukan adalah kesalahan. Padahal, dirinya kerap mengajarkan kepada mahasiswanya untuk selalu mengecek terlebih dahulu kebenaran sebuah berita. “Mungkin ini kesalahan saya. Padahal saya mengajarkan kepada mahasiswa untuk cek dan ricek bila ada berita. Namun saya malah tidak melakukannya. Saya bersumpah tidak ada motif apapun dalam kejadian ini,” ucapnya. Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Dirinya terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun. (FER).

BERITA TERKAIT