logo-pmjnews.com

News

Jumat, 22 November 2024 20:05 WIB

Sebulan Ungkap 397 Kasus TPPO, Bareskrim Polri Tangkap 482 Tersangka

Editor: Hadi Ismanto

Penulis: Fajar Ramadhan

Bareskrim Polri bersama jajaran di tingkat Polda-Polres melakukan pengungkapan kasus TPPO dan menetapkan 482 tersangka. (Foto: PMJ News/Fajar)
Bareskrim Polri bersama jajaran di tingkat Polda-Polres melakukan pengungkapan kasus TPPO dan menetapkan 482 tersangka. (Foto: PMJ News/Fajar)

PMJ NEWS - Bareskrim Polri bersama dengan seluruh jajarannya di tingkat Polda, Polres di seluruh wilayah Indonesia melakukan pengungkapan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan menangkap ratusan orang tersangka.

Kabareskrim Polri, Komjen Pol Wahyu Widada mengatakan pengungkapan ratusan kasus TPPO itu dilaksanakan dalam kurun waktu periode 22 Oktober 2024 sampai 22 November 2024.

"Satu bulan ini, telah berhasil mengungkap jaringan TPPO sebanyak 397 kasus, dengan tersangka sebanyak 482 orang," ujar Wahyu Widada dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jumat (22/11/2024).

Lebih lanjut Wahyu menjelaskan bahwa selama rentang waktu pengungkapan kasus TPPO tersebut, Bareskrim Polri dan jajaran berhasil menyelamatkan 904 orang.

Adapun modus para pelaku dalam menjalankan aksinya antara lain dengan mengirimkan para pekerja migran Indonesia secara ilegal, terkhusus cacat administrasi.

"Dengan menggunakan visa yang tidak sesuai, dimana visa yang digunakan adalah visa kunjungan atau visa ziarah atau wisata, tapi kemudian setelah sampai di sana digunakan untuk bekerja hingga menyalahkan aturan," tuturnya.

Selanjutnya, para pekerja migran Indonesia (PMI) itu berangkat tanpa pelatihan kerja dan medical check up dari perusahaan resmi yang telah terdaftar di Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).

"Yang ketiga, perusahaan yang mengirimkan PMI tidak terdaftar. Jadi mereka dikirimkan oleh perusahaan-perusahaan yang tidak terdaftar secara resmi di Kemenaker," terangnya.

"Kemudian yang keempat, negara tujuan PMI tidak sesuai dengan yang dijanjikan, mau dikirim ke negara A, dikirimnya ke tempat lain, yaitu tadi menggunakan visa-visa yang tidak sesuai," sambungnya.

Jenderal Bintang Tiga itu kemudian menyampaikan bahwa jalur keberangkatan PMI dilakukan dengan tidak melalui jalur yang resmi atau melalui jalur-jalur tikus yang sering terjadi di wilayah-wilayah perbatasan.

"Mereka juga melakukan modusnya mendapatkan pekerjaan, tetapi setelah sampai di negara lain tidak dipekerjakan sesuai dengan apa yang dijanjikan, bahkan ada beberapa pekerja kita yang dijadikan pekerja seks komersial," ungkapnya.

"Mereka dipaksa untuk menandatangani surat perjanjian jaminan utang, seolah-olah mereka punya utang yang harus dibayarkan apabila mereka dipaksa untuk bekerja karena mereka harus membayar perjanjian utang-utang tadi. Ini adalah modus untuk mengikat mereka supaya mereka tetap mau bekerja," lanjutnya.

Tak hanya itu, Wahyu melanjutkan, para PMI juga ada yang paspor maupun berkas administrasinya diambil, sehingga ketika di luar negeri tidak mempunyai apa-apa mengakibatkan mereka tidak bisa melarikan diri.

Modus lain dari kasus TPPO yakni eksploitasi anak, dengan memperdayakan anak, tak hanya untuk dieksploitasi, ada juga untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial.

"Mengiming imingi anak-anak itu bekerja dengan gaji yang besar, padahal perusahaan-perusahaan atau pabrik-pabrik atau perkebunan-perkebunan secara ilegal di negara-negara lain, khususnya di kawasan Asia Tenggara,” jelasnya.

Modus selanjutnya yakni dipekerjakan sebagai anak buah kapal, namun diperlakukan tak semestinya bahkan dipindah-pindahkan ke kapal lain tanpa persetujuan dari korban.

"Diberangkatkan menjadi ABK tetapi diberangkatkan tidak dengan dibekali kemampuan maupun basic safety training dan administrasi yang sebenarnya," bebernya.

"Korban ini juga dipaksa untuk memenuhi target-target pekerjaan dan kalau tidak memenuhi target-target pekerjaan maka mereka juga akan menerima konsekuensi yaitu tindakan kekerasan dari para pelaku," imbuhnya.

Para tersangka dalam kasus tersebut dijerat dengan sangkaan Pasal 4 Undang-Undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 120 juta rupiah dan paling banyak Rp 600 juta.

“Dan juga bisa dikenakan Pasar 81 Undang-Undang No.18 tahun 2017 tentang perlindungan pekerjaan negeri Indonesia dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 15 juta rupiah,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT