test

Fokus

Kamis, 14 Mei 2020 17:40 WIB

Kajian Hikmah dan Keutamaan Malam Lailatul Qadar

Editor: Ferro Maulana

Malam Lailatul Qadar. (Foto: Dok Net/ IST).

PMJ - Kamis (14/05/2020) malam, umat Islam mulai memasuki 10 malam terakhir bulan Ramadhan 1441 H. Mereka biasanya akan lebih meningkatkan ibadahnya untuk mendapatkan Lailatul Qadar. Malam yang istimewa itu memang suatu kerahasiaan Allah SWT di bulan Ramadhan.  

Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan tibanya malam yang lebih mulia ketimbang seribu bulan itu. Tetapi, Rasulullah SAW melalui haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari menyampaikan bahwa kita dianjurkan untuk mencarinya pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan suci ini.  

"Dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil dalam sepuluh terakhir di bulan Ramadhan," begitu bunyi haditsnya.   Tentu butuh upaya yang ekstra untuk memperoleh hal yang tak biasa itu. Salah satunya dengan meningkatkan intensitas ibadahnya di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Alasannya, tidak ada yang mengetahui dengan pasti kapan malam yang mulia itu betul-betul tiba. Hal demikian ini sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.   "Dari Aswad dari Aisyah ra ia berkata bahwa Nabi saw meningkat amal-ibadah pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan melebihi di waktu yang lain," demikian hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW mengencangkan kain bawahnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya. Ibnu Baththal dalam Syarhu Shahihil Bukhari menjelaskan bahwa maksud mengencangkan kain bawahnya adalah Rasulullah SAW tidak menggauli istrinya.  

Malam Lailatul Qadar. (Foto: Dok Net/ IST).

Sementara itu, membangunkan keluarganya berarti menganjurkan dan mendorong keluarganya untuk melakukan  mengingatkan keluarganya untuk melakukan amaliah sunah dan kebajikan lainya yang bukan fardhu.   Hal tersebut juga senada dengan apa yang dijelaskan oleh Sufyan Ats-Tsauri, bahwa maksud ‘mengencangkan kain atasnya’ dalam hadits di atas adalah Rasulullah SAW tidak melakukan hubungan badan dengan istrinya.

Sementara itu, pernyataan ‘Beliau (Nabi SAW membangunkan keluarganya’ menunjukkan bahwa suami dianjurkan mendorong keluarganya untuk mengerjakan amalan sunah dan amal kebajikan lainnya selain yang wajib serta menekankan kepada mereka untuk melakukan hal tersebut.   Adapun maksud dari menghidupkan malamnya adalah Rasulullah SAW tidak tidur tetapi disibukkan dengan ibadah pada sebagian besar malamnya.

Hal itu berarti, Nabi Muhammad SAW tidak beribadah semalaman suntuk sampai pagi. Pasalnya, Aisyah RA menyatakan bahwa ia tidak pernah mengetahui Rasulullah SAW beribadah semalam penuh sampai pagi.   "Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah SAW melakukan ibadah satu malam penuh sampai pagi hari," ujar Aisyah dalam suatu riwayatnya sebagaimana yang termaktub dalam Faidlul Qadir yang ditulis oleh Abdurrauf al-Munawi.  

Tiga Amaliah Untuk Dapatkan Malam Lailatul Qadar

Karena itu, setidaknya ada tiga amaliah yang bisa dilakukan untuk mendapatkan Lailatul Qadar mengacu penjelasan di atas. Amaliah itu dapat membuka jalan umat Islam untuk memperoleh Lailatul Qadar. Adapun tiga amaliah tersebut adalah (1) untuk sementara tidak melakukan hubungan suami-istri, (2) meningkatkan intensitas beribadah terutama pada malam hari, dan (3) mendorong atau meminta keluarga untuk melakukan amaliah sunah dan amal kebajikan selain yang fardhu.  

Poin ketiga itu juga seirama dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, bahwa melakukan ibadah pada Lailatul Qadar dengan penuh keikhlasan akan menghapus dosa. "Barangsiapa melakukan ibadah pada malam Lailatul Qadar atas dasar keimanan dan keikhlasan maka diampunilah dosanya yang telah lalu."  

Selain itu, umat Islam juga disunahkan untuk memperbanyak untaian doa, pengampunan, permaafan, dan kesejahteraan kepada Allah SWT. Hal ini berdasarkan pada hadits yang diceritakan dari Aisyah ra, "Aku berkata, ’Ya Rasulullah! Apa pendapatmu bila aku menjumpai Lailatul Qadar. Apa yang aku ucapkan di dalamnya? Beliau menjawab, ‘Ucapkanlah doa, ‘Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun. Engkau menyukai pengampunan. Maka ampunilah aku." (Riwayat lima ahli hadits).

Pada malam yang mulia itu juga, umat Islam melakukan i’tikaf, yaitu berdiam di dalam masjid dengan niat untuk beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara tertentu sebagaimana telah diatur oleh syariat, guna menghidupkan malam agar mendapatkan malam Lailatul Qadar.

I’tikaf merupakan kegemaran Rasulullah SAW sampai menjelang wafatnya sebagaimana yang dikisahkan oleh Aisyah RA.    Lebih jauh, umat Islam juga dianjurkan untuk memperbanyak membaca Alquran. Alasannya, Alquran diturunkan oleh Allah SWT. pada malam Lailatul Qadar secara global dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia.   

Terakhir, Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali menyebut bahwa pada malam yang diduga kuat Lailatul Qadar turun maka disunahkan untuk bersih-bersih diri, memakai wangi-wangian, dan memakai pakaian yang bagus. Sebab, Rasulullah SAW melakukan mandi di antara waktu Maghrib dan Isya pada sepuluh hari terakhir sebagaimana disebutkan dalam hadis dhaif riwayat Ibnu Abi Ashim.

Keutamaan Malam Lailatul Qadar

Yang menjadikan lebih mulianya sepuluh malam terakhir Ramadhan adalah malam Lailatul Qadar yang keutamaannya lebih baik dari 1000 bulan (83 tahun). Biasanya jika ingin meraihnya, Lailatul Qadar jatuh pada malam ganjil.     Namun bisa diistilahkan dengan 10 kolam yang di salah satu kolamnya banyak ikannya, jika kita cari ikan di semua kolam tersebut, maka kemungkinan besar akan mendapatkan ikannya.

Maka, i'tikaf di setiap 10 malam akhir bulan Ramadhan menjadi cara meraih malam mulia itu.   Prof Quraish Shihab dalam buku Membumikan Al-Qur’an (1999)  memaknai kata qadar pada lailatul qadar dengan tiga makna yakni pertama bermakna penetapan atau pengaturan, kedua berarti kemuliaan, ketiga berarti sempit. Dimaknai sempit karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi untuk mengatur segala urusan.

Pada malam ini, Allah SWT menurunkan Alquran, menakdirkan segala urusan, hukum, rezeki dan ajal untuk jangka selama setahun. Malam Lailatul Qadar ditandai dengan situasi langit bersih, udara tidak dingin atau panas, langit tidak berawan, tidak ada hujan, bintang tidak nampak dan pada siang harinya matahari bersinar tidak begitu panas. 

Sementara, Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa cara untuk mengetahui Lailatul Qadar bisa dilihat dari hari pertama dari bulan Ramadhan. Jika awalnya jatuh pada hari Ahad atau Rabu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-29.    Jika awalnya jatuh pada hari Senin maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-21.

Jika awalnya jatuh pada hari Selasa atau Jum'at maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-27. Jika awalnya jatuh pada hari Kamis maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-25. Jika awalnya jatuh pada hari Sabtu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-23.

Hikmah Tersembunyi Dalam Malam Lailatul Qadar

Dalam kitab Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, Sayyid Abdul Aziz al-Darani menggunakan parabel (perumpamaan) menarik untuk menguraikan hikmah dirahasiakannya lailatul qadr. Dijelaskan dengan ringan dan mudah dicerna, sekaligus fungsional untuk diterapkan. Ia mengatakan:   ??? ???? ????? ???? ???? ????? ?? ????? ?????? ???????? ?? ???? ????? ??? ???? ????? ??? ???????? ?????? ??????  

“Sesungguhnya Allah ta’ala merahasiakan Lailatul Qadar di (bulan) Ramadhan agar orang-orang beriman berusaha (melakukan ibadah dengan gigih) di sisa bulan (Ramadhan) seperti halnya Allah merahasiakan seorang wali di antara orang-orang beriman agar semua (orang) dimuliakan (atau diperlakukan dengan hormat)” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003, h. 167)  

Sayyid Abdul Aziz menggunakan perumpamaan yang setara, karena keduanya mengandung kerahasiaan. Ia menjelaskan hikmah di balik dua “kerahasiaan” tersebut. Pertama, hikmah dirahasiakannya waktu Lailatul Qadar, dan kedua, hikmah dirahasiakannya kedudukan wali seseorang. Dalam tulisan ini kita hanya akan membahas hikmah dirahasiakannya Lailatul Qadar.  

Dengan dirahasiakannya waktu Lailatul Qadar, manusia akan tergerak untuk berusaha, dan beribadah setiap hari di bulan Ramadhan. Dalam pencariannya, jika manusia tidak berhasil mendapatkannya, ia telah mengumpulkan banyak kebaikan. Bisa jadi karena kegigihannya, Allah menuntunnya untuk mendapatkan Lailatul Qadar, sehingga Allah akan menghilangkan kantuknya; melenyapkan malasnya, dan menguatkan istiqamahnya ketika Lailatul Qadar datang.  

Seandainya waktu Lailatul Qadar dipastikan saat dan tanggalnya, manusia hanya akan menunggu, tidak berusaha mencarinya. Apalagi kebaikan yang akan didapatkan berlipat-lipat banyaknya. Imam Mujahid mengatakan:   ?????? ??? ?? ????? ??? ??? ???? ?????   “Beribadah (di malam Lailatul Qadar) lebih baik dari ibadah seribu bulan berpuasa dan shalat malam.” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, h. 167)  

Dalam pandangan Imam Mujahid, kebaikan Lailatul Qadar melebihi nilai ibadah seribu bulan puasa dan shalat malam. Perbandingannya tidak dengan bulan-bulan biasa yang tidak dilakukan ibadah di dalamnya, tapi dengan seribu bulan berpuasa dan shalat malam. Ini menunjukkan keutamaan Lailatul Qadar sangat luar biasa.

Apabila Lailatul Qadar ditentukan waktunya, manusia hanya akan menunggu, tanpa tergerak untuk berusaha mendapatkannya.   Selain itu, Lailatul Qadar adalah hadiah Allah untuk umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sayyid Abdul Aziz al-Darani menulis dalam kitabnya:   ??? ?? ??????: (?? ???? ???? ??? ???? ???? ???? ???? ???? ????? ????? ????? ????, ????? ????? ????? ???? ?? ?? ?????? ?? ????? ??? ???? ??? ????? ?? ??? ?????? ?????? ???? ????? ???? ?????, ??? ?? ??? ???) ???? ??? ???? ??????? ??? ????  

“Dalam sebuah riwayat yang shahih (dikatakan): (Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diperlihatkan oleh Allah ta’ala usia-usia manusia sebelumnya. Seakan-akan usia umatnya menjadi semakin pendek, sehingga pencapaian amalnya tidak akan menyamai amal umat lainnya karena panjangnya usia [mereka]. Kemudian Allah ta’ala menganugerahi Nabi Muhammad Lailatul Qadar, yang [nilainya] lebih baik dari seribu bulan). Seribu bulan (kurang lebih setara dengan) delapan puluh tiga tahun tiga bulan.” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, h. 166)  

Artinya, Lailatul Qadar harus diperjuangkan. Tidak hanya dinantikan. Lailatul Qadar berbeda dengan lainnya. Ia pasti hadir di setiap bulan Ramadhan. Kehadirannya adalah hal yang pasti. Namun, apakah kita berhasil menemuinya atau tidak, itu soal lain.

Bisa jadi kita sedang tidur ketika ia hadir; bisa jadi kita sedang bermaksiat ketika ia datang; bisa jadi kita sedang bertadarrus ketika ia tiba; bisa jadi kita sedang shalat malam ketika ia menyapa. Yang jelas, ia pasti hadir di tengah-tengah kita. Soal kita berhasil mendapatkannya atau tidak, tergantung kita sendiri.   Karena itu, kita butuh bermandikan doa, berpeluh usaha, dan bersiram istiqimah.

Kita harus bersiap diri menyambut kehadirannya; bersiap rasa menemui kedatangannya. Tanpa itu, kita akan menanti dalam kelalaian; menunggu dalam kelupaan. Semoga kita semua ditemui Lailatul Qadar dalam keadaan terbaik, dan menjadi manusia yang layak menerima hadiah dari Allah berupa Lailatul Qadar.  

Terakhir, Muslim harus merenungi ucapan Sayyid Abdul Aziz al-Darani berikut ini:   ???? ????: ?? ??? ????? ????? ???????? ?????? ????????? ??? ????? ??????? ???? ??????? ??????? ???? ???? ?????? ????? ???????? ?????? ??????? ??? ?? ???? ??? ??? ?????? ?????? ??????? ?? ??? ???? ????? ???? ??? ???? ??????? ???? ?? ????? ??? ???  

“(Wahai) hamba-hamba Allah, sungguh bulan Ramdhan adalah gelanggang (perlombaan) orang-orang terdahulu dan ghanimah bagi orang-orang yang jujur. Di dalamnya (pahala) amal-amal dilipat-gandakan, dan dosa-dosa yang berat diringankan. Di dalamanya permohonan (doa) dikabulkan, dan diampuni (dosa-dosa) orang yang meminta ampunan.

Keutamaannya di atas apa yang dikatakan (atau dijelaskan), karena bulan Ramadhan adalah kemuliannya masa (waktu) dan pelitanya bulan. Kemudian di dalamnya ada Lailatul Qadar yang Allah jadikan beribadah (di dalam)nya lebih baik dari ibadah seribu bulan.” (Sayyid Abdul Aziz al-Darani, Thahârah al-Qulûb wa al-Khudlû’ li ‘Allâm al-Ghuyûb, 2003, h. 166). (Sumber: Nahdlatul Ulama/ FER).

BERITA TERKAIT