test

Fokus

Minggu, 18 Oktober 2020 13:00 WIB

Menanti Vaksin Covid-19, Senjata Pemerintah Perangi Corona

Editor: Hadi Ismanto

Vaksin Covid-19 menjadi senjata pemerintah untuk menangani virus Corona. (Foto: PMJ News/Ilustrasi/Fif)

PMJ - Pemerintah kini tengah mengupayakan ketersediaan vaksin corona untuk menanggulangi Covid-19. Ditargetkan pengadaannya pada awal 2021, meskipun masih dalam jumlah terbatas.

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut 160 juta rakyat akan mendapat vaksin pada tahap awal.

"Dalam perencanaan untuk tahun 2021, itu sudah secure untuk kebutuhan 135 juta orang dengan jumlah vaksin sekitar 270 juta (dosis). Sisanya nanti terus didorong untuk 2022," ungkap Airlangga Hartarto , Senin (12/10/2020) lalu.

Ia juga menyampaikan saat ini pemerintah juga telah membuat pemetaan sasaran prioritas penerima vaksin Covid-19. Kelompok yang diprioritaskan mendapat vaksin berjumlah 3,4 juta orang dan membutuhkan 6,9 juta dosis vaksin.

"Kemudian sasaran penerima vaksin, pemerintah merencanakan penerima vaksin itu di garda terdepan itu, seperti paramedis, TNI, Polri, aparat hukum, dan pelayanan publik 3,4 juta orang dengan kebutuhan vaksin 6,9 juta dosis," tuturnya.

Adapun kelompok lainnya yang juga akan mendapat vaksin, kata Airlangga, di antarannya tokoh agama, tenaga pendidik, hingga penerima bantuan BPJS dan masyarakat kelompok usia 19-59 tahun. Berikut rincian sebaran penerima vaksin Covid-19:

Enam kelompok prioritas penerima vaksin Covid-19. (Foto: PMJ News/ Ilustrasi/ FIF).

Vaksin dipastikan aman

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito memastikan vaksin yang akan digunakan aman sebelum disalurkan kepada masyarakat. Vaksin tentunya sudah melalui beberapa tahap uji klinis hingga dapat dinyatakan aman.

Menurut Wiku, kepastian ini berlaku untuk vaksin yang dikembangkan bersama dengan negara lain maupun vaksin Merah-Putih yang sedang dikembangkan oleh pemerintah.

"Vaksin yang nantinya masuk ke Indonesia harus dipastikan secara data dan penelitian aman bagi masyarakat. Pengembangan vaksin umumnya butuh waktu dan proses yang cukup panjang," ujar Wiku melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (6/10/2020).

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito (Foto: PMJ News/YouTube Setpres)

Wiku juga menjelaskan, proses uji klinis vaksin virus corona (Covid-19) Sinovac di Bandung, Jawa Barat, masih terus berjalan. Hingga saat ini, belum ada laporan menyangkut efek samping dari para sukarelawan yang berjumlah 1.620 orang.

"Sejauh ini, belum ada laporan adanya efek samping di uji klinis vaksin ini. Sebanyak 1.089 di antaranya telah mendapatkan injeksi pertama dan lebih 450 orang telah menjalani injeksi kedua," tuturnya.

Meski tak ada efek samping, Wiku mengatakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus memonitor perkembangan uji klinis vaksin yang dilakukan BUMN penghasil vaksin Bio Farma dan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran tersebut.

Sementara Direktur Registrasi Obat Badan POM Riska Andalusia mengatakan tidak ada laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau efek samping yang berat atau serius di antara relawan-relawan vaksin Covid-19.

Hasil dari uji klinis ini, dapat menjadi data pendukung bagi Badan POM saat mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin covid-19 yang akan diajukan oleh Bio Farma pada saat uji klinis fase tiga sudah berakhir.

"Kami berharap juga, agar kegiatan uji klinis fase tiga ini, dilaksanakan sesuai dengan prinsip Cara Uji Klinis yang Baik (CUKB) dan validitas data dapat dipertanggung jawabkan," kata Riska.

Nantinya, hasil dari uji klinis fase tiga yang ada di Bandung akan digabungkan dengan hasil uji klinis fase tiga yang ada di negara lain seperti Brasil, Chili, Turki dan Bangladesh.

"Uji klinis fase tiga ini dilakukan multi center study atau dilakukan di banyak tempat. Dan hasil dari setiap uji klinis di lima negara tersebut, akan digabungkan dan dijadikan dasar sebagai pemberian izin untuk memproduksi vaksin Covid-19," ucapnya.

Presiden concern terhadap pengadaan vaksin Covid-19

Presiden Joko Widodo. (Foto: PMJ/ Instagram Setneg).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional untuk menyiapkan rencana pelaksanaan vaksinasi bagi rakyat Indonesia. Ia memberikan tenggat waktu hanya dua pekan.

Instruksi tersebut disampaikan Jokowi saat membuka rapat terbatas laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional melalui video conference di Istana Merdeka, Senin (28/9/2020).

"Saya minta dalam dua minggu ini sudah ada perencanaan yang detail, kapan dimulai, lokasinya di mana, siapa yang melakukan, siapa yang divaksin pertama,” tegas Jokowi.

Presiden berharap rencana vaksinasi Covid-19 ini dipersiapkan dengan lebih matang. Sehingga setelah uji coba selesai, dapat dilakukan dan siap digunakan oleh masyarakat. Pelaksanaan vaksinasi dapat langsung dilakukan.

“Semuanya harus terencana dengan baik sehingga saat vaksin ada itu tinggal langsung implementasi pelaksanaan di lapangan,” jelasnya.

Kemudian pada 5 Oktober lalu, Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Dalam Perpres tersebut, pemerintah mengatur soal pengadaan hingga distribusi vaksin covid-19. Proses pengadaan vaksin dilakukan oleh BUMN PT Bio Farma (Persero). Sementara jenis dan jumlah pengadaan vaksin covid-19 ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Dalam prosesnya, Bio Farma bekerja sama dengan badan usaha atau lembaga dalam negeri maupun internasional oleh Kementerian Luar Negeri setelah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan.

Dua pekan berselang, Jokowi menginstruksikan agar roadmap atau peta jalan untuk pemberian vaksin virus corona (Covid-19) sudah dibuat. Dengan begitu, rencana program vaksinasi dapat segera disosialisasikan kepada masyarakat

“Untuk roadmap pemberian vaksin minggu ini, saya minta secara khusus dipaparkan sehingga jelas apa yang kita butuhkan,” jelas Jokowi saat memimpin rapat terbatas secara virtual dari Istana Merdeka, Jakarta, Senin (12/10/2020).

Vaksinasi Covid-19 dimulai November 2020

Vaksin Covid-19 (Foto: PMJ News/Dok Net)

Pemerintah mengklaim akan memulai program vaksinasi corona pada November 2020. Pasalnya, vaksin yang dibeli Indonesia dari beberapa negara akan datang bulan depan, meliputi Cansino, G42 atau Sinopharm, dan Sinovac.

Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, dan Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir telah bertemu dengan pimpinan perusahaan produsen untuk memfinalisasi pembelian vaksin.

Jumlah vaksin yang disanggupi oleh masing-masing perusahaan beragam, bergantung dari kapasitas produksi dan komitmen kepada pembeli lain. Rinciannya, Cansino menyanggupi 100 ribu vaksin (single dose) pada November 2020, dan sekitar 15-20 juta untuk 2021.

Kemudian, Sinopharm menyanggupi 15 juta dosis vaksin (dual dose) tahun ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5 juta dosis mulai datang pada November 2020.

Sinovac menyanggupi 3 juta dosis vaksin hingga akhir Desember 2020. Sinovac akan mengirim 1,5 juta dosis vaksin (single dose vials) pada November dan 1,5 juta dosis vaksin pada Desember 2020, ditambah 15 juta dosis vaksin dalam bentuk bulk.

Sedangkan untuk 2021, Cansino mengusahakan penyediaan 20 juta (single dose), Sinopharm 50 juta (dual dose), dan Sinovac 125 juta (dual dose).

Untuk menjaga akuntabilitas pengadaan vaksin, maka vaksin oleh pemerintah maupun mandiri tetap harus melalui PT Bio Farma. Dalam waktu dekat, Bio Farma diminta memaparkan kepada publik mengenai biaya pembelian vaksin dari semua mitra kerja samanya.

Saat ini, vaksin dari ketiga perusahaan tersebut sudah masuk pada tahap akhir uji klinis fase ke-3. Vaksin tersebut juga dalam proses mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) di sejumlah negara.(Hdi)

BERITA TERKAIT