logo-pmjnews.com

News

Sabtu, 6 Agustus 2022 19:07 WIB

14 Isu Krusial di RKUHP, Wamenkumham: Sudah Dipilah, Tinggal Sembilan

Editor: Ferro Maulana

Penulis: Fajar Ramadhan

Pemaparan RKUHP oleh Wamenkumham. (Foto: Dok Kemenkumham)
Pemaparan RKUHP oleh Wamenkumham. (Foto: Dok Kemenkumham)

PMJ NEWS -  Sejumlah Pasal dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang menimbulkan perdebatan dan polemik di masyarakat. Dari 14 Pasal yang dibicarakan, 5 diantaranya sudah dikeluarkan

“Empat belas ini sudah dipilah-pilah, tinggal sembilan,” ujar Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Prof Dr Edward Omar Sharif Hiariej dikutip dari laman Kemenkumham, Sabtu (6/8/2022).

Pasal pertama yang dibicarakan yakni mengenai advokat curang.

“Jadi yang pertama, yang kita take out, yang kita keluarkan dari RKUHP yaitu mengenai advokat curang,” sebutnya.

“Jadi ini memang masukan dari teman-teman advokat bahwa yang berbuat curang di persidangan itu kan bukan hanya advokat, bisa jaksa, bisa panitera dan lain sebagainya,” imbuhnya.

Pasal kedua yakni tentang dokter gigi yang berpraktek tanpa izin.

“Yang kedua, yang juga kita tarik keluar, yang menimbulkan kontroversi itu adalah mengenai dokter dan dokter gigi yang berpraktek tanpa izin,” urainya.

Berdasarkan penjelasan Prof Eddy, hal ini berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi dan dianggap sudah diatur di Undang-undang Kedokteran.

Pasal ketiga dan keempat yang dibahas yaitu persoalan gelandangan yang diatur dalam Peraturan Daerah serta  persoalan unggas yang merusak tanaman

“Yang berikutnya yang akan juga dikeluarkan dalam RKUHP yang menimbulkan kontroversi adalah persoalan penggelandangan,” paparnya.

“Yang keempat berkaitan dengan unggas yang merusak tanaman. Ha ini terlalu kecil untuk diangkat untuk diatur di dalam RKUHP,” jelasnya.

Pasal kelima yang dikeluarkan yakni mengenai persoalan penganiayaan hewan karena interpretasi tiap daerah yang berbeda, seperti karapan sapi di Madura.

“Intepretasi penganiayaan terhadap hewan berbeda-beda di masing-masing daerah, terutama yang berkaitan dengan adat istiadat yang menggunakan hewan sebagai objek,” tuturnya.

Wamenkumham menekankan, penyusunan KUHP di Negara Indonesia yang multi etnis, multi religi dan multi culture bukan perkara mudah. Namun Pemerintah telah berupaya membuka ruang publik seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menyamakan persepsi.

“Kami mulai menjelaskan kepada masyarakat, kepada teman-teman mahasiswa ,kepada teman-teman profesi advokat, jaksa, hakim, polisi dan siapapun. Kita selalu mengawali penjelasan itu dengan menyatakan bahwa menyusun suatu Kitab Undang-undang, apakah dalam konteks kodifikasi maupun kodifikasi itu bukan suatu perbuatan yang mudah,” katanya

“Di dalam negara yang multi etnis, multi religi, multi culture sudah pasti, isu apapun bisa diperdebatkan, jadi tidak mudah kita menyusun suatu Kitab Undang-undang yang berada di suatu negara seperti Indonesia yang multi etnis, multi culture dan multi religi pasti menimbulkan kontroversi,” tandasnya.

BERITA TERKAIT