test

Politik

Rabu, 30 Oktober 2019 20:29 WIB

Jokowi Keluhkan Defisit Transaksi Berjalan

Editor: Redaksi

Jokowi pimpin rapat terbatas bersama jajaran Kabinet Indonesia Maju. (foto: IG @sekretariat.kabinet)

PMJ – Dalam rapat terbatas bersama jajaran Kabinet Indonesia Maju dengan topik Penyampaian Program dan Kegiatan di Bidang Kemaritiman dan Investasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyinggung permasalahan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).

Defisit tersebut selama ini membuat ekonomi Indonesia rentan. Hingga saat ini Indonesia masih ketergantungan dengan barang-barang impor, khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM) yang selama ini menjadi biang kerok CAD.

"Petrokimia itu impornya gede sekali, padahal kita miliki potensi besar dalam pembangunan kawasan ini. Ya kita tetapkan saja Tuban itu yang PTPI. Jadi keluaran dari sama sudah jadi barang-barang, produksi-produksi yang kita tidak perlu impor, termasuk di dalamnya akan kita kerahkan untuk B30, B50, dan B100," kata Jokowi, Rabu (30/10/2019).

Jokowi juga meminta agar para menteri terakit menarik investasi di sektor manufaktur untuk mengatasi persoalan membludaknya barang-barang impor yang selama ini menekan CAD. "Tolong dilihat barang-barang yang masih kita impor ini agar dicarikan industri yang bisa memproduksi ini," jelasnya.

"Sehingga subtitusi barang-barang impor itu bisa kita lakukan. Termasuk di dalamnya kaya petrokimia, kilang minyak juga saya kira bisa. Tolong ini betul-betul dikawal agar kita bisa segera kejar defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan," sambungnya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bersama jajaran di bawah koordinasinya diminta untuk menekan angka CAD maupun defisit neraca perdagangan. "Bahwa peningkatan investasi terus bisa kita lakukan dan dalam saat bersamaan kita juga bisa mengurangi ketergantungan pada barang impor khususnya impor BBM yang sangat memberikan dampak yang sangat besar," teags Jokowi.

"Dan juga menekankan kembali peningkatan lifting atau produksi minyak sehingga implementasi dari kebijakan energi baru terbarukan juga harus dipercepat, terutama percepatan mandatori B20 menjadi B30, nanti lompat ke B50 dan B100," pungkasnya. (BHR)

BERITA TERKAIT