test

Hukrim

Kamis, 28 Maret 2019 14:52 WIB

Idrus Marham Ditegur Hakim Saat Pamer Rekam Jejak di Sidang Pledoi

Editor: Redaksi

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (Foto: PMJ/Fjr).
PMJ – Dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi atas perkara suap terkait PLTU RIAU-1, Idrus Marham justru memamerkan rekam jejaknya di dunia politik dan akademik. Idrus memulai dengan cerita tentang ajaran orangtuanya untuk bekerja keras serta tumbuh dalam tradisi aktivis. Mantan Sekjen Partai Golkar itu kemudian menceritakan tentang jabatan yang pernah diembannya sebagai Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) di awal 2000-an. "Apa yang saya capai sebagai Ketua Umum KNPI? Dialog dan napak tilas nusantara. Jadi prinsipnya ketika itu dan kritik saya kepada semua orang di republik ini tidak sah apabila bicara Papua, sebelum kita ke Papua. Itu dulu pengantar provokatifnya," kata Idrus membacakan pleidoinya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2019). "Di republik ini orang harus tahu yang mempelopori pertama kali debat kandidat presiden adalah KNPI ketika saya pimpin, pada waktu itu kita hadapkan antara SBY, JK dengan Amien Rais, pada waktu itu kalau nggak salah dengan Pak Siswono. Kalau ada orang yang bangga terhadap debat kandidat presiden mesti dong terima kasih siapa yang pertama kali mengadakan. Yang pertama kali mengadakan pada zaman saya ketua umum (KNPI)," sambungnya. Namun disela pembacaan pleidoi tersebut, Idrus ditegur oleh majelis hakim lantaran dianggap perlu penjelasan panjang lebar tentang dirinya. "Ini pleidoi saudara kalau kemudian dijabarkan komentar kan nggak ada tertulis ini. Mana yang sesuai transkrip? Ini pleidoi kan sudah dituangkan di sini, kalau di luar sini, gimana? Maksudnya paham kan?," ujar hakim. "Penjabaran, yang mulia," potong Idrus. "Karena di sini acara sudah pleidoi, sudah tidak ada catat yang mencatat. Kalau ada yang perlu ditambahkan, silakan ditambahkan," terang hakim. Seperti diketahui, Idrus dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Idrus diyakini jaksa bersalah menerima suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo. Kaksa menuturkan bahwa uang tersebut diterima Idrus untuk bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih membantu Kotjo mendapatkan proyek di PLN. (FJR/BHR)

BERITA TERKAIT