logo-pmjnews.com

test

News

Jumat, 15 Oktober 2021 18:40 WIB

Gandeng Polri dan Kominfo, OJK Tindak 3.516 Pinjol Ilegal

Editor: Hadi Ismanto

Otoritas Jasa Keuangan. (Foto: Dok Net)
Otoritas Jasa Keuangan. (Foto: Dok Net)

PMJ NEWS - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut ada banyak aduan terhadap aksi perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal yang terus merebak selama beberapa waktu terakhir.

Sejak 2018, pihak OJK bersama dengan Polri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menindak 3.516 aplikasi rentenir online yang berpotensi melanggar hukum.

"Tindakan tegas dilakukan dengan melakukan cyber patrol dan sejak 2018 telah memblokir/menutup 3.516 aplikasi/website pinjaman online (pinjol) ilegal," ungkap Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso melalui keterangan resmi OJK, Jumat (15/10/2021).

Sejak 2019, OJK menyebut jumlah pengaduan terkait aksi pinjaman online ilegal mencapai 19.711. Sebanyak 52,97 persen (10.411) diantaranya masuk dalam kategori pelanggaran ringan/sedang, sementara 47,03 persen (9.270) aduan lainnya masuk kategori pelanggaran berat.

Bentuk pengaduan dengan pelanggaran berat yang ditemukan, antara lain terkait masalah pencairan tanpa persetujuan pemohon. Kemudian, ancaman penyebaran data pribadi, penagihan kepada seluruh kontak HP dengan teror dan intimidasi, serta penagihan dengan kata kasar dan pelecehan seksual.

OJK lantas mencirikan tindak-tanduk yang kerap dilakukan perusahaan pinjaman onlineilegal, seperti menetapkan suku bunga tinggi pada suatu pinjaman, fee besar, dendam tidak terbatas, hingga teror atau intimidasi.

Mengatasi situasi ini, OJK lantas meminta masyarakat agar selalu waspada terhadap tawaran pinjaman online yang disalurkan melalui SMS atau chat WhatsApp. Sebab, dapat dipastikan jika penawaran tersebut merupakan pinjol ilegal.

"OJK menghimbau masyarakat hanya menggunakan pinjaman online resmi terdaftar/berizin OJK serta selalu untuk cek legalitas pinjol ke Kontak 157/WhatsApp 081157157157. OJK akan menindak tegas perusahaan pinjaman online legal yang melakukan tindakan penagihan (debt collector) secara tidak beretika," tukasnya.

BERITA TERKAIT