test

Fokus

Minggu, 28 Februari 2021 13:33 WIB

Virtual Police, Kebijakan Baru Jaga Ruang Digital Indonesia

Editor: Hadi Ismanto

Virtual Police, Kebijakan Baru Jaga Ruang Digital Indonesia. (Foto: PMJ News/Ilustrasi/Hadi).

PMJ NEWS - Polri resmi meluncurkan Virtual Police yang digagas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Unit ini dibentuk untuk mencegah tindak pidana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono menerangkan kehadiran polisi di ruang digital itu merupakan bentuk pemeliharaan Kamtibmas agar dunia siber dapat bergerak dengan bersih, sehat dan produktif.

"Melalui Virtual Police, kepolisian memberikan edukasi dan pemberitahuan bahwa apa yang ditulis ada melanggar pidana, mohon jangan ditulis kembali dan dihapus," ungkap Argo kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/2/2021) lalu.

Argo menjelaskan, petugas kepolisian nantinya bakal memberikan edukasi terkait konten yang disebarkan oleh pihak-pihak tertentu apabila berpotensi melanggar tindak pidana.

Jika menemukan ada postingan yang berpotensi melanggar pidana, lanjut dia, polisi akan memberi peringatan kepada akun tersebut merujuk kajian mendalam bersama para ahli. Sehingga, virtual police tidak bekerja menurut subjektivitasnya sendiri.

"Apabila ahli menyatakan bahwa ini merupakan pelanggaran pidana baik penghinaan atau sebagainya, maka kemudian diajukan ke Direktur Siber atau pejabat yang ditunjuk di Siber memberikan pengesahan kemudian Virtual Police Alert Peringatan dikirim secara pribadi ke akun yang bersangkutan secara resmi," tuturnya.

Mekanisme cara kerja Virtual Police

Virtual Police merupakan salah satu dari 16 program prioritas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yakni terkait upaya pemantapan kinerja pemeliharaan Kamtibmas.

Melalui program ini, pihak kepolisian akan memberi peringatan kepada masyarakat yang kedapatan melakukan tindak pidana di media sosial. Berikut mekanisme cara kerja Virtual Police:

Mekanisme Proses Virtual Police. (Foto:PMJ News/Ilustrasi Grafis Jeje)
Mekanisme Proses Virtual Police. (Foto:PMJ News/Ilustrasi Grafis Jeje)

Virtual Police bukan untuk membatasi ruang digital

Kadiv Humas Polri, Inspektur Jenderal Argo Yuwono menegaskan kehadiran virtual police menjalankan tugasnya bukan untuk mempersempit kebebasan masyarakat di ruang digital.

"Polri tidak mengekang ataupun membatasi masyarakat dalam berpendapat namun Polri berupaya untuk mengedukasi apabila melanggar pidana," ujar Irjen Pol Argo Yuwono.

Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono saat memberikan keterangan. (Foto: PMJ News).
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono saat memberikan keterangan. (Foto: PMJ News).

Argo menyampaikan, saat ini sudah ada tiga akun yang ditegur oleh virtual police dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu akun yang ditegur Polri membuat gambar beserta keterangan "jangan lupa saya maling".

"Virtual police alert. Peringatan 1. Konten Twitter Anda yang diunggah 21 Februari 2021 pukul 15.15 WIB berpotensi pidana ujaran kebencian. Guna menghindari proses hukum lebih lanjut diimbau untuk segera melakukan koreksi pada konten media sosial setelah pesan ini Anda terima. Salam Presisi," tuturnya membacakan isu teguran.

Virtual Police 12 kali beri peringatan ke akun medsos

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Slamet Uliandi. (Foto: PMJNews).
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Slamet Uliandi. (Foto: PMJNews).

Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri akan memberikan 12 kali peringatan ke akun media sosial (medsos) yang diduga menyebarkan informasi palsu (hoax). Hal tersebut menjadi bagian dari virtual police berkenaan penanganan kasus UU ITE.

"Mulai hari ini 24 Februari 2021 dikirimkan melalui DM (direct message) sebanyak 12 peringatan virtual polisi kepada akun medsos. Kami sudah mulai jalan," jelas Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Slamet Uliandi, Rabu (24/2/2021).

Menurut Slamet, peringatan Virtual Police ini terkait dengan Surat Edaran (SE) Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang kesadaran budaya beretika dalam dunia digital.

Dalam SE tersebut, Kapolri meminta agar UU ITE diprioritaskan dengan mengedepankan Restorative Justice.

Slamet menjelaskan, setiap harinya Dittipidsiber melakukan patroli siber di media sosial mengawasi berbagai konten yang terindikasi mengandung hoax serta hasutan di berbagai platform media sosial. Mulai dari Facebook, Twitter hingga Instagram.

Menurut Slamet, pihaknya juga telah meminta pendapat ahli pidana, ahli bahasa, maupun ahli ITE sebelum memberikan peringatan virtual ke terduga pelanggar UU ITE.

Dengan demikian, peringatan virtual itu dilakukan berdasarkan pendapat ahli sehingga bukan pendapat subjektif penyidik kepolisian.

Pesan peringatan tersebut dikirimkan dua kali ke seseorang yang diduga mengunggah konten hoax atau ujaran kebencian. Dalam waktu 1x24 jam maka konten itu harus diturunkan.

Bila postingan di medsos yang diduga mengandung pelanggaran (hoax) tersebut tidak diturunkan pemilik akun, penyidik akan memberikan peringatan kembali.

Jika peringatan kedua tetap tidak digubris, maka akan ditingkatkan ke tahap pemanggilan untuk dimintai klarifikasi.

Masih dari keterangan Slamet, penindakan akan dilakukan sebagai langkah terakhir. Siber Polri akan mengedepankan langkah-langkah humanis ketimbang penindakan.

"Tahapan-tahapan strategi yang dilakukan melalui beberapa proses. Pertama edukasi, kemudian peringatan virtual, setelah dilakukan peringatan virtual kita lakukan mediasi, restorative justice,” jelasnya.

“Tidak semua pelanggaran atau penyimpangan di ruang siber dilakukan upaya penegakan hukum melainkan mengedepankan upaya mediasi dan restorative justice sehingga terciptanya ruang siber yang bersih, sehat, beretika, produktif dan beragam," tukasnya.

Tugas pokok Virtual Police

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat memberikan keterangan. (Foto: PMJ News)
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat memberikan keterangan. (Foto: PMJ News)

Virtual Police pertama kali disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di hadapan Komisi III DPR RI.

Dalam paparannya, Jenderal Sigit menyinggung konsep baru penegakan hukum dalam dunia maya. Bila dulu masyarakat mengenal cyber police, maka saat ini ada virtual police.

Bedanya, cyber police dikenal karena melakukan penegakan hukum bila ditemukan pelanggaran atau tindak kejahatan dalam dunia maya. Adapun virtual police akan mengarah pada hal-hal yang sifatnya edukasi bagi warganet atau masyarakat pada umumnya.

"Dengan virtual police maka lebih mengarah pada hal-hal yang bersifat edukasi, pembelajaran melibatkan masyarakat, melibatkan influencer yang memiliki followers cukup banyak," jelas Kapolri Sigit.

Ia menambahkan, nantinya kerja dari virtual police atau pihak-pihak yang terlibat di dalamnya yaitu memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana bermedia sosial yang baik, berbudaya dan jauh dari tindakan atau kejahatan pidana.

BERITA TERKAIT