test

Fokus

Sabtu, 13 Februari 2021 13:42 WIB

Gelombang Kecaman Publik untuk Aisha Weddings

Editor: Ferro Maulana

Kasus Aisha Weddings. (Foto: PMJ News/ Ilustrasi/ Jeje)

PMJ NEWS -  Aisha Weddings mendapatkan perhatian masyarakat setelah menawarkan jasa pernikahan siri, poligami, sampai menganjurkan perempuan untuk menikah sejak usia di usia 12 tahun. 

Tawaran dan anjuran menikah dari Wedding Organizer (WO) ini langsung menuai gelombang kecaman publik Tanah Air, aksi penentangan, hingga langkah menempuh ke jalur hukum.

Gelombang kecaman kepada promosi pernikahan di bawah umur yang dilakukan oleh Aisha Weddings juga datang dari sejumlah organisasi perempuan dan pemerhati hak perempuan dan anak. 

Spanduk Aisha Weddings dan promosi sempat ramai di media sosial. (Foto:PMJ news/twitter)
Spanduk Aisha Weddings dan promosi sempat ramai di media sosial. (Foto:PMJ news/twitter)


Aktivis perempuan Indonesia mengecam bahwa langkah Aisha Weddings dalam mempromosikan penyelenggaraan pernikahan anak dari usia 12-21 tahun itu dinilai bertentangan dengan hukum.

Bentuk Ajakan Kekerasan kepada Anak Perempuan

Berkenaan promosi pernikahan anak di bawah umur oleh Aisha Weddings, Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia, Dini Widiastuti menilai hal itu menjadi sebuah bentuk ajakan kekerasan terhadap anak perempuan, yang dampaknya tak hanya sesaat, namun juga membekas dan berkelanjutan bagi anak-anak yang jadi korban dan anak-anak yang akan lahir dari mereka.

Direktur Eksekutif Yayasan Plan Internasional Indonesia Dini Widiastuti (Foto: Dok Net)
Direktur Eksekutif Yayasan Plan Internasional Indonesia Dini Widiastuti (Foto: Dok Net)


Dini menegaskan  pihaknya mengapresiasi reaksi tanggap dari berbagai elemen masyarakat khususnya perempuan, baik individu maupun kelompok yang mengecam apa yang dilakukan Aisha Weddings. 

Termasuk langkah cepat dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) yang melaporkan Aisha Weddings ke polisi.

"Kasus ini sebenarnya merupakan puncak 'gunung es' dari praktek perkawinan anak yang masih menjamur, menjadi PR (pekerjaan rumah, red) di negara kita dan di masa pandemi ini semakin menjadi-jadi," ujarnya kepada wartawan. 

Polisi Siap Usut Kasus Aisha Weddings

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono. (Foto: Dok Net)
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono. (Foto: Dok Net)


Sementara itu, kepolisian masih menyelidiki laporan terhadap wedding organizer bernama Aisha Weddings. Laporan itu dilayangkan Pegiat Sahabat Milenial Indonesia SETARA Institute, Disna Riantina, dan elemen masyarakat lainnya ke Polda Metro Jaya. 

"Kemudian masalah Aisha Weddings Polri telah menerima laporan satu laporan polisi di Polda Metro Jaya telah dilaporkan dan sekarang masih dalam tindak lanjut dari hasil laporan polisi itu sendiri," ungkap Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono dalam pernyataan resminya saat jumpa pers. 

Karena itu, Rusdi berjanji akan memberikan hasil penyelidikan terkait Aisha Weddings kepada publik (transparan). "Tentu nanti perkembangannya publik akan mengetahui itu semua," sambung Rusdi.

Melanggar Undang-Undang

Penyelenggara pernikahan bernama Aisha Weddings resmi dipolisikan. Pegiat Sahabat Milenial Indonesia SETARA Institute, Disna Riantina sudah membuat laporan ke Polda Metro Jaya. 

Pegiat Sahabat Milenial Indonesia Setara Institute Disna Riantina
Pegiat Sahabat Milenial Indonesia Setara Institute Disna Riantina. (Foto: Dok Net)


Disna Riantina merasa tergerak untuk mengadukan ke polisi setelah melihat beragam penawaran yang digembor-gemborkan Aisha Weddings melalui sebuah website dan flayer. 

Pihaknya menilai, Aisha Wedding melanggar Undang-Undang Perkawinan dan Undang-Undang Perlindungan Anak.

"Kami mendalami membuka website terkait yaitu aishawedding.com kemudian kita ke sana ada anjuran-anjuran tentang menikahkan atau mewajibkan anak perempuan menikah pada usia 12 hingga 21 tahun. Terus kemudian di sana juga dinyatakan perempuan juga hanya menjadi beban orang tua, artinya ada diskriminasi terhadap perempuan," ujarnya dengan nada prihatin. 

Ia kembali menilai anjuran yang disampaikan Aisha Weddings berpotensi menimbulkan kekerasan terhadap anak karena opini yang dibangun adalah salah.

"Bahwa anak perempuan itu tidak berguna artinya kekerasan sangat mungkin terjadi apalagi kemudian yang diarahkan harus menikah arti harus itu kan makna yang wajib berbeda kalau dia pakai kata boleh," keluhnya. 

Pihaknya pun membawa flayer dan tangkapan layar website aishawedding.com untuk memperkuat adanya dugaan pelanggaran. Laporan ini diterima dengan nomor LP/800/YAN.2.5./2021/SPKT PMJ tanggal 10 Februari 2021. Pihak pelapor yakni Disna Riantina, dan pihak terlapor masih dalam penyelidikan.

Dia mempersangkakan Aisha Weddings dengan Pasal 27 ayat 1 Jo Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 

Prihatin Atas Penggunaan Simbol Agama

Terpisah Komnas Perempuan mendukung seruan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga kepada polisi untuk mengusut tuntas Aisha Weddings. 

Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad mengatakan jasa penyelenggaraan pernikahan itu disinyalir melanggar UU Perkawinan yang mengatur usia minimum untuk menikah, dan dugaan praktik perdagangan orang di Indonesia.

Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad. (Foto: Dok Net)
Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad. (Foto: Dok Net)


"Komnas Perempuan juga prihatin atas penggunaan agama untuk mendorong pernikahan poligami dan pernikahan anak tanpa mempertimbangkan kerugian yang ditimbulkan terhadap perempuan dalam praktik tersebut," ungkap Bahrul melalui siaran persnya. 

Terkait dugaan pelanggaran UU Perkawinan dan UU Perlindungan Anak tersebut, perkawinan anak dapat menempatkan perempuan dalam risiko kekerasan dan diskriminasi yang serius. Selain tindakan hukum, peristiwa ini mengingatkan semua orang bahwa ada kebutuhan untuk memperkuat upaya pendidikan publik dalam mendorong transformasi budaya tentang perkawinan anak.

KUPI Minta Kasus Ini Jangan Terulang Lagi

Ketua Majelis Musyawarah KUPI Badriyah Fayumi. (Foto: Dok Net)
Ketua Majelis Musyawarah KUPI Badriyah Fayumi. (Foto: Dok Net)


Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) meminta polisi menyelesaikan kasus promosi kawin anak oleh Aisha Weddings agar kejadian serupa tidak terulang. Selain itu, mereka juga meminta polisi melakukan penyelidikan lebih lanjut.

"Tentang kemungkinan adanya jaringan perdagangan orang atau jaringan pedofilia di balik promosi ini," kata Ketua Majelis Musayawarah KUPI Badriyah Fayumi dalam pernyataan resminya kepada wartawan, di Jakarta. 

Kasus bermula pamflet dari wedding organizer ini tersebar di media sosial pada Rabu.(10/2/2021) lalu. Aisha Weddings mempromosikan nikah siri, poligami serta keharusan menikah bagi perempuan yang sudah berumur antara 12 sampai 21 tahun.

Dugaan Pedofilia

Dugaan soal pedofilia ini juga disinggung oleh Ketua Pengurus Asosiasi LBH APIK Nursyahbani Katjasungkana. Ia mengatakan Aisha Weddings telah mempromosikan praktik pedofil. Dalam konteks ini, menurutnya, korbannya adalah anak perempuan.

Ketua Pengurus Asosiasi LBH Apik Nursyahbani Katjasungkana. (Foto: Dok Net)
Ketua Pengurus Asosiasi LBH Apik Nursyahbani Katjasungkana. (Foto: Dok Net)


"Itu sudah jelas dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, ini membahayakan sekali," kata dia saat konferensi pers virtual bersama dengan media di Jakarta. 

Menurut Nursyahbani, promosi ini mengejutkan dan merupakan puncak 'gunung es'. Selama ini, dia melanjutkan, praktik perkawinan anak didiamkan atau bahkan tidak ditindaklanjuti polisi.

Lebih jauh, Badriyah juga meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir situs aishaweddings.com yang diduga milik Aisha Weddings dan situs sejenis. 

Jumat (12/2/2021) dini hari WIB, situs ini sudah tidak bisa diakses. 

Terakhir, Badriyah meminta DPR dan pemerintah segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. 

"Kasus ini membuktikan bahwa kawin paksa dan eksploitasi seksual itu nyata adanya," pungkasnya. 

Proses Hukum Jalan Terus

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus menjelaskan walaupun situs (website) penyedia jasa penyelenggara pernikahan (weeding organizer) Aisha Weddings sudah tidak bisa diakses lagi, hal itu tidak akan menghambat proses penyelidikan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus berikan keterangan. (Foto ; PMJ/Fjr).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus berikan keterangan. (Foto ; PMJ/Fjr).


Menurut Yusri, laporan sudah diterima oleh Dirreskrimsus Polda Metro, dimana penyelidikan sedang berjalan. Pihaknya saat inu tengah mempelajari laporan yang masuk. Polisi pun segera memanggil pelapor kasus tersebut. 

"Laporannya sudah masuk ke Dirreskrimsus Polda Metro Jaya. Laporannya sudah masuk nanti kita klarifikasi pelapornya dengan membawa bukti yang ada dan saksi," ungkap Yusri kepada wartawan. 

Untuk diketahui, situs Aisha Weddings tak lagi bisa diakses usai viral. Namun demikian menurut Yusri, jejak digital dari situs Aisha Weddings tersebut akan tetap ada walau situsnya sudah ditutup. 

Karena itu, lanjut Yusri, apa yang dilakukan oleh Aisha Weddings akan percuma. Pihaknya tetap bisa melakukan penyelidikan.

"Jejak digital nggak pernah hilang sampai kapan pun," tegas Yusri. 

Sekedar informasi, penyedia jasa penyelenggara pernikahan atau Wedding Organizer (WO) Aisha Weddings telah dipolisikan. Laporan ini diterima Polda Metro Jaya dengan nomor LP/800/YAN.2.5./2021/SPKT PMJ tanggal 10 Februari 2021 lalu.

Pihak pelapor yaitu Disna Riantina. Sementara, untuk terlapornya masih dalam penyelidikan. Di sana selaku pelapor mengungkap Aisha Weddings dipolisikan lantaran telah membuat anjuran bagi seorang perempuan untuk menikah muda di rentang usia 12-21 tahun.

BERITA TERKAIT