Minggu, 7 Februari 2021 15:55 WIB
Sepak Terjang 26 Teroris Berakhir di Jeruji Besi
Editor: Ferro Maulana
PMJ NEWS - Anggota Detasemen Khusus (Densus 88) Antiteror telah memindahkan 26 terduga teroris dari Gorontalo dan Makassar (Sulawesi Selatan) ke Jakarta.
Sebagaian besar dari terduga teroris tersebut merupakan anggota Front Pembela Islam (FPI) Makassar.
"Dari 19 anggota yang tertangkap semua terlibat atau menjadi anggota Front Pembela Islam (FPI) di Makassar. Mereka sangat aktif dalam kegiatan FPI di Makassar," ungkap Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono kepada wartawan, baru-baru ini.
Adapun nantinya, menurut Rusdi, penyidik Densus 88 siap mendalami keterangan para pelaku. Meski begitu, tegasnya, peran dari mereka memang aktif dalam berbagai kegiatan FPI.
"Mereka sangat aktif dalam kegiatan FPI di Makasar. Tentunya kelompok ini akan ditindaklanjuti oleh densus 88 untuk menyelesaikan permasalahan aksi terorisme di Indonesia," ujarnya.
Lebih jauh kelompok teroris ini diketahui sempat merencanakan dan terlibat sejumlah aksi terorisme baik di dalam maupun di luar negeri. Bahkan, dalam rencananya bakal melakukan bom bunuh diri.
"Kelompok ini tentunya memiliki rencana kegiatan yang akan menggangu kamtibmas di negeri ini karena kelompok ini mempunyai mental untuk melakukan kegiatan bom bunuh diri," bebernya.
Hubungan Keluarga
Dari belasan terduga teroris Makassar ini, lanjut Rusdi, beberapa di antaranya memiliki hubungan keluarga yang terdiri dari ayah bernama Ruli Lian, istri Ulfa Handayani, dan lima orang anaknya. Mereka merupakan pelaku pemboman gereja katedral di Zulu Filipina di tahun 2019 silam.
"Ruli Lian Zeke dan Ulfa Handayani mempunyai lima anak. Satu anak sekarang ditahan pihak keamanan Filipina karena terlibat aksi terorisme atas nama Cici. Kemudian dua bergabung dengan kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan, satu masih ada di Suriah, satu tertangkap dari 19 orang di Makassar," urainya melanjutkan.
"Kemudian punya menenatu Andi Baso yang terlibat kasus pengeboman Gereja Oikemene di Samarinda 2016. Artinya dari kelompok ini adalah terdapat bapak, ibu, anak dan menantu terlibat dalam aksi terorisme," sambungnya.
Sementara untuk tujuh orang lainnya, merupakan kelompok teroris Gorontalo. Mereka juga terlibat dalam kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
"Untuk di Gorontalo kelompok ini dikenal dengan Ikhwan Pahuwato ini merupakan kelompok JAD berafiliasi kepada ISIS. Mereka telah mempersiapkan diri melakukan latihan fisik, latihan beladiri. Kemudian juga latihan memanah, latihan melempar pisau dan latihan menembak dengan senapan angin," tuturnya menambahkan.
Penyerangan ke Markas Polri
Bahkan, masih dari keterangan Rusdi, kelompok ini juga memiliki kemampuan merakit bom. Dengan kemampuannya tersebut, mereka merencanakan menebar aksi teror di sejumlah titik di Gorontalo, termasuk fasilitas milik Polri.
"Kelompok ini merencanakan kegiatan penyerangan Mako Polri, rumah dinas anggota polri dan rumah pejabat di Gorontalo dan juga berencana melakukan aksi perampokan pada beberapa toko di sekitar Gorontalo," imbuhnya.
Alasan Pelaku Jadi Teroris
Pengamat Intelijen dan Terorisme Universitas Indonesia (UI) Ridwan Habib menjelaskan, ada ketidakpuasan yang tidak ditemukan di organisasi FPI dimana menjadi faktor utama penyebab para pelaku memilih menjadi teroris.
“Rata-rata mereka (teroris) tidak puas dengan organisasi yang ada, teroris merasa ingin terlibat langsung lebih jauh buat senjata berperang. Mereka (teroris) tidak menemukan itu di FPI," ungkap Ridwan dari analisanya.
Sementara itu, lanjutnya, sikap FPI atas ISIS itu kemudian direspon para anggota. Bagi anggota yang berjiwa sangat militan, seperti halnya 19 orang ini, kemudian memilih bergabung dengan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Menurut Ridwan, sekarang sudah tidak ada lagi anggota teroris aktif dalam organisasi FPI. Alasannya, para pelaku merasa garis perjuangan FPI itu berbeda dengan ISIS.
“FPI melakukan demonstrasi terbuka, melakukan seminar, melakukan kajian terbuka yang itu bukan cara-cara ISIS. Cara-cara ISIS, cara-cara tertutup yang tidak mau melakukan kompromi dengan siapa pun termasuk dengan pemerintah," tandasnya.
Puluhan Rekening FPI Diperiksa Polisi
Pasca FPI dibubarkan, Bareskrim Polri menggandeng Densus 88 Antiteror dalam gelar perkara terkait dengan adanya dugaan melawan hukum aktivitas rekening milik FPI. PPATK juga diajak dalam kegiatan tersebut.
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Rusdi Hartono kembali menjelaskan penyidik Bareskrim mengajak Densus 88, karena untuk mendalami segala kemungkinan yang terjadi.
"Tentunya, Polri melihat segala kemungkinan. Saat rapat, dihadiri oleh personel dari Bareskrim Polri dan juga personel dari Densus 88. Mengapa dilibatkan, Polri ingin melihat segala kemungkinan yang dikaitkan dengan transaksi dari Rekening organisasi FPI," tuturnya.
Sedangkan, gelar perkara terkait rekening FPI ini merupakan langkah untuk menyamakan persepsi antara Polri dengan temuan PPATK terkait dugaan perbuatan melawan hukum itu.
"Dalam rangka menyamakan persepi tentang laporan hasil analisis PPATK terhadap beberapa rekening yang terkait dengan FPI, telah dianalisis oleh PPATK sebanyak 92 rekening. Ini terdiri dari pengurus pusat FPI, pengurus daerah, dan beberapa individu yang terkait dengan kegiatan FPI," paparnya panjang lebar.
Gubernur dan PB PMII Apresiasi Kerja Polisi
Terpisah, Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Prof HM Nurdin Abdullah, mengapresiasi kerja aparat kepolisian sebagai bentuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Saya kira masyarakat Sulsel untuk tenang. Karena aparat kepolisian sudah bekerja dengan sangat baik mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi,” tutur Nurdin Abdullah.
Sementara itu, Ketua Bidang OKP Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Muhammad Syarif Hidayatullah juga ikut menngapresiasi langkah yang dilakukan kepolisian khususnya Densus 88.
"Saya kira ini patut kita apresiasi. Ini sudah menjadi tanggungjawab pihak kepolisian untuk menjaga keamanan masyarakat dan negara dari ancaman terorisme ," ungkapnya.
Lanjut Syarif, peristiwa ini menujukkan bahwa jaringan terorisme tersebut sudah menyebar ke daerah-daerah di Indonesia.
"Peristiwa ini membuka mata kita, ternyata jaringan terorisme sudah menyebar ke daerah-daerah di Indonesia, termasuk Sulawesi Selatan," katanya.
"Bukan tidak mungkin di setiap daerah itu ada benih-benih radikalisme . Untuk itu mari kita jaga bersama stabilitas NKRI. Jangan mudah terprovokasi," tutupnya.