test

News

Rabu, 6 Maret 2019 17:01 WIB

Tanggapan KPAI Soal Oknum Guru Nonton Film Porno Ketika Mengajar

Editor: Redaksi

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti. (Foto: Dok Net)
PMJ - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima laporan video perihal seorang oknum guru yang diduga menonton film porno saat sedang mengajar. Video itu ditayangkan di proyektor yang terhubung dengan laptop sang guru. Menyikapi kejadian tersebut, KPAI menyesalkan karena terjadi di dalam kelas, di lingkungan sekolah dan dilakukan oleh guru. "KPAI menyesalkan perilaku guru yang sangat tidak patut dan telah memberikan contoh buruk bagi para siswanya,” terang Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, Rabu (06/03/2019). “Bagaimana mau menyadarkan anak tentang bahaya pornografi yang saat ini begitu marak ketika si pendidik sendiri justru kecanduan pornografi," tuturnya menambahkan. Namun, belum diketahui guru tersebut berasal dari sekolah mana. KPAI akan berkordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menyelidiki kasus tak senonoh tersebut. "Jika lokasi sekolah tersebut sudah diketahui, maka KPAI akan mendorong pihak sekolah dan Dinas Pendidikan setempat untuk  melakukan proses pemeriksaan terhadap guru yang bersangkutan,” tegasnya. “Alasannya yang bersangkutan abai atau lalai saat mengajar di kelasnya sehingga mengakibatkan peserta didiknya sempat menyaksikan film yang mengandung konten pornografi tersebut," katanya lagi. Untuk diketahui, survei yang dilakukan Kementrian PPPA dengan Katapedia (rilis 2016) merilis jumlah pornografi mencapai 63.066 melalui Google, diikuti Instagram, media online dan berbagai situs lainnya. Ini belum dampak buku bacaan seperti komik, buku cerita yang ada unsur pornografinya. Survei lainnya dari Kementerian Komunikasi dan Informatika mengungkapkan ada 65,34 persen anak usia sembilan hingga 19 tahun yang menggunakan aplikasi gawai. "Bahaya kecanduan pornografi  terhadap anak sangat meresahkan karena berpotensi menganggu tumbuhkembang anak, merusak kesehatan mental dan otak anak. Selain itu, juga dapat menyebabkan perubahan kepribadian, gangguan emosi, dan menimbulkan sikap agresif yang memicu anak melakukan tindak pidana seperti pemerkosaan," tandas Retno. (FER).

BERITA TERKAIT