test

News

Rabu, 15 Januari 2020 21:32 WIB

PSI: Sistem Peringatan Banjir di Jakarta Mirip Era Perang Dunia II

Editor: Ferro Maulana

Anggota Komisi A DPRD DKI dari Fraksi PSI, William Aditya Sarana (Foto: Dok Net)

PMJ - Pemprov DKI Jakarta selesai melakukan pengadaan enam set pengeras suara sistem peringatan bencana. Pembelian alat ini senilai Rp4 Miliar. Rencananya, alat itu akan memperkuat perangkat sebelumnya yang sudah terpasang di 14 titik rawan banjir.

Menanggapi pembelian enam set pengeras suara ini, anggota Komisi A DPRD DKI dari Fraksi PSI, William Aditya Sarana justru menilai langkah Pemprov DKI Jakarta mengalami kemunduran dari yang sudah pernah dimiliki sebelumnya.

"Saya melihat sistem ini mirip seperti yang digunakan pada era Perang Dunia II. Seharusnya Jakarta bisa memiliki sistem peringatan yang lebih modern," ujar William, Rabu (15/1/2020)

Sistem peringatan yang jauh lebih maju, menurut William, pernah dimiliki oleh Jakarta. “Pada 20 Februari 2017, Pemprov DKI meluncurkan aplikasi ‘Pantau Banjir’ yang di dalamnya terdapat fitur Siaga Banjir,” ujar William.

“Fitur itu memberikan notifikasi ketika pintu air sudah dalam kondisi berbahaya serta berpotensi mengakibatkan banjir pada suatu wilayah,” tambahnya lagi.

Sayangnya, masih menurut William, fitur ‘Siaga Banjir’ justru tidak ada lagi pada versi 3.2.8 hasil update 13 Januari 2020. “Saya tidak tahu pasti kapan fitur ini dihilangkan, yang jelas pada versi terbaru saat ini sudah tidak ada lagi,” ujarnya.

Pada versi terbaru, pengguna hanya bisa melihat ketinggian air di tiap RW, kondisi pintu air, dan kondisi pompa air.

William menyarankan Pemprov DKI Jakarta kembali mengembangkan dan memanfaatkan fitur ‘Siaga Banjir’ sebagai sistem peringatan dini. “Hampir semua warga Jakarta sudah memiliki telepon seluler dan kebanyakan di antaranya adalah smartphone,” kata William.

“Aplikasi berbasis internet gawai seharusnya lebih efektif dan lebih murah ketimbang memasang pengeras suara yang hanya dapat menjangkau radius 500 meter di sekitarnya,” imbuhnya.

Untuk warga yang tidak memiliki smartphone, William menyarankan Pemprov DKI memanfaatkan fitur broadcast SMS bekerja sama dengan operator seluler. “Pemprov dapat mengirimkan SMS kepada semua pemilik ponsel terbatas di wilayah yang akan terkena banjir saja,” ujarnya.

William menyatakan tidak sepakat dengan Gubernur Anies Baswedan yang menyebut sistem peringatan berbasis gawai tidak efektif digunakan pada malam hari. “Peringatan tentu harus disampaikan bertahap, bukan tiba-tiba diberikan saat banjir akan melanda 5 menit kemudian,” katanya.

Pesan yang disampaikan melalui aplikasi dan SMS harus dimulai saat ada potensi hujan deras atau ketinggian air di hulu mencapai titik yang membahayakan. “Warga mulai diberi peringatan beberapa jam sebelumnya bahwa ada pontensi banjir di wilayahnya. Dengan itu, warga sudah bersiap-siap sejak sore jika diprediksi bakal ada banjir di dini hari,” ujar William.

William mengatakan, sistem peringatan berbasis aplikasi dan SMS sudah lama digunakan di banyak negara dan efektif memberikan peringatan pada warga yang akan terkena bencana. “Masak kota metropolitan seperti Jakarta dengan anggaran IT mencapai triliunan rupiah masih menggunakan sistem peringatan kuno seperti itu?” pungkasnya.

BERITA TERKAIT