test

News

Senin, 13 April 2020 15:07 WIB

Penerapan Kebijakan Belajar dari Rumah, KPAI Terima Ratusan Kasus Pengaduan

Editor: Ferro Maulana

Saat siswa belajar dari rumah. (Foto: Ilustrasi/ Istimewa)

PMJ – Dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh akibat dampak pandemi virus Corona (Covid-19), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 213 pengaduan berkenaan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dari para siswa di berbagai pelosok Tanah Air.

"Hingga Kamis (09/04/2020) KPAI terus mendapatkan pengaduan dari para siswa di berbagai daerah di Indonesia terkait berbagai penugasan sekolah yang mereka harus kerjakan di rumah," ungkap Komisioner KPAI Retno Listyarti melalui pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Senin (13/04/2020).

Lanjut Retno, pasca penerapan kebijakan belajar dari rumah berlangsung selama tiga pekan, KPAI sudah menerima pengaduan terkait PJJ sebanyak 213 kasus. Berbagai pengaduan tersebut didominasi oleh pengaduan terkait berbagai penugasan guru yang dinilai berat dan menguras energi serta kuota internet.

KPAI menyebutkan di antara masalah yang diajukan terkait PJJ tersebut yaitu siswa merasa penugasan yang diberikan guru terlalu berat dengan waktu pengerjaan yang pendek sehingga kian menyulitkan para siswa.

"Pengaduan terkait penugasan adalah yang tertinggi, hampir 70 persen pengadu menyampaikan betapa berat penugasan-penugasan yang diberikan setiap harinya oleh para guru dan waktu yang diberikan untuk mengerjakan juga sangat pendek," imbuhnya.

Kemudian, siswa SMA atau SMK banyak yang mendapat tugas menulis esai hampir di semua bidang studi, dan ada juga siswa SMP yang pada hari kedua PJJ sudah mengerjakan 250 soal dari gurunya.

siswa SD di Bekasi juga ada yang diminta mengarang lagu tentang Corona yang kemudian harus dinyanyikan disertai musik dan harus divideokan.

Merangkum Bab dan Salin Soal

Masalah berikutnya yang digaris bawahi dari pengaduan-pengaduan tersebut yakni bahwa banyak siswa diminta untuk merangkum bab dan menyalin soal di buku.

"Padahal, tugas yang paling tidak disukai anak-anak yakni merangkum bab materi dan menyalin soal di buku cetak," ujarnya menambahkan.

Labih jauh, Retno melanjutkan, dari beberapa pengaduan menyebutkan ada guru di jenjang SMP dan SMA yang selalu membuat tugas merangkum bab baru setiap jam pelajarannya tiba.

"Ada siswa SD yang mendapat tugas menyalin 83 halaman buku cetak sebagai bentuk penugasan dari gurunya. Selain itu, siswa SD kelas 4 juga ditugaskan untuk menuliskan bacaan salat, mulai dari bahasa Indonesia nya, bahasa latin dan bahasa Arab. Padahal semuanya ada di buku cetak," jelasnya lagi.

Dikeluhkan Anak Kurang Mampu

Proses pembelajaran daring juga ternyata banyak dikeluhkan oleh anak-anak dari keluarga yang kurang mampu.

"Ada sopir ojek online yang memiliki tiga anak, dengan dua di jenjang SD dan jenjang SMA. Mereka merasa kewalahan dalam membeli kuota internet. Padahal penghasilan sebagai ojol menurun drastis," bebernya.

Selanjutnya, seorang guru di Yogyakarta juga menceritakan bahwa pembelajaran daring dengan para siswa hanya bisa dilakukan pada Minggu pertama belajar di rumah. Setelah itu sudah tidak bisa lagi karena orang tua peserta didik tidak sanggup lagi membeli kuota internet.

Di samping itu, banyak di antara siswa yang tidak memiliki laptop atau komputer PC. Sebagian siswa dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi merasa kesulitan dengan persiapan ujian daring yang akan dilaksanakan akhir April - Mei 2020.

"Ada anak sopir ojol yang mengaku gantian menggunakan handphone dengan ayahnya. Kalau siang dipakai bekerja, jadi malamnya baru bisa digunakan si anak untuk mengerjakan tugas dari gurunya,” tuturnya.

“Masalah sinyal juga menjadi kendala di beberapa daerah yang berbukit-bukit. Akibatnya ada siswa yang setiap hari harus berjalan 10 KM untuk mendapatkan sinyal dan wifi," pungkasnya. (DBS/ FER).

BERITA TERKAIT