Rabu, 28 Agustus 2024 10:03 WIB
Soal Putusan Bebas Ronald Tannur, KPK Siap Usut Jika Ada Dugaan Suap
Editor: Hadi Ismanto
PMJ NEWS - Majelis Hakim PN Surabaya membebaskan Gregorius Ronald Tannur dari segala dakwaan terkait kasus dugaan penganiayaan hingga kekasihnya bernama Dini Sera Afrianti meninggal dunia.
Menanggapi vonis ini, KPK menyatakan kesiapannya untuk melakukan pengusutan jika Komisi Yudisial (KY) menemukan dugaan hakim yang menangani perkara itu menerima suap.
Wakil Ketua KPK Alex Marwata mengatakan pemeriksaan KY terhadap tiga hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur masuk ranah kode etik. Jika dalam perkembangan ada dugaan suap, Alex menegaskan KPK akan turun tangan.
"Tentu kalau misalnya ada dari pihak KY itu menduga ada suap, tentu nanti kita juga akan pasti turun terkait dengan memanggil pihak terdakwa atau penasihat hukumnya," ungkap Alex Marwata kepada wartawan, Selasa (27/8/2024).
"Dan mungkin juga kita bisa minta keterangan hakimnya seperti itu," sambungnya.
Alex menerangkan, hasil investigasi KY ada beberapa alat bukti yang diabaikan dalam pembuatan putusan. Selanjutnya, KY akan mendalami apakah pengabaian bukti itu ada imbalannya atau tidak.
"Kami kaitannya apa? Kalau ada suap di dalam membuat putusan, itu adalah korupsi," ucapnya.
Apabila kasus vonis bebas Ronald Tannur tersebut hanya menyangkut ketidakprofesionalan dan tidak ada indikasi suap, Alex menambahkan KPK tidak bisa bertindak.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Yudisial (KY) memberikan sanksi pemberhentian dengan hak pensiun terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yang menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa Gregorius Ronald Tannur (GRT).
Ketiga hakim yang diberi sanksi pemecatan tersebut di antaranya Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Mereka menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti
Anggota Komisi Yudisial dan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi, Joko Sasmito mengatakan ketiganya terbukti melanggar Kode Etik Pedoman dan Perilaku Hakim (KEPPH).
"Para terlapor terbukti melanggar KEPPH, dengan klasifikasi tingkat pelanggaran berat," ujar Joko saat memaparkan hasil sidang pleno KY ketika rapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/8/2024).