logo-pmjnews.com

Kesehatan

Sabtu, 15 Juni 2024 12:49 WIB

Studi: Sering Lupa-Sedih Bisa Picu Depresi dan Penurunan Kognitif Lansia

Editor: Hadi Ismanto

Studi mengungkap lansia beresiko alami demensia. (Foto: PMJ News/Ilustrasi/Hadi)
Studi mengungkap lansia beresiko alami demensia. (Foto: PMJ News/Ilustrasi/Hadi)

PMJ NEWS -  

Seiring dengan bertambahnya usia, tak jarang orang sering menjadi kelupaan atau kerap sedih. Namun, bagi banyak kelompok dewasa tua atau lanjut usia, masalah yang tampaknya sepele ini dapat berkembang menjadi siklus depresi dan penurunan kognitif.

Sebuah penelitian baru yang dipublikasikan JAMA Network Open menunjukkan hubungan yang mengejutkan antara gejala depresi dan kehilangan memori, yang menunjukkan bahwa kedua kondisi ini dapat saling memicu satu sama lain dari waktu ke waktu.

Temuan ini menunjukkan bahwa mengidentifikasi dan mengobati depresi sejak dini dapat menjadi kunci untuk melindungi kesehatan otak dan menjaga daya ingat di tahun-tahun berikutnya.

"Studi kami menunjukkan bahwa hubungan antara depresi dan daya ingat yang buruk terjadi dua arah," ungkap dr Dorina Cadar dari University College London seperti dilansir dari laman Study Finds, Sabtu (15/6/2024).

"Gejala depresi mendahului penurunan daya ingat, dan penurunan daya ingat terkait dengan gejala depresi berikutnya," sambungnya.

Dalam penelitian yang mengungkap hubungan kompleks antara suasana hati dan memori, para peneliti dari University College London dan Brighton and Sussex Medical School menganalisis data dari lebih dari 8.000 partisipan.

Partisipan rata-rata berusia di atas 50 tahun dari English Longitudinal Study of Aging. Mereka diikutsertakan selama 16 tahun, menjalani penilaian rutin terhadap daya ingat, kefasihan verbal, dan gejala depresi.

Dengan menggunakan teknik pemodelan statistik yang canggih, para peneliti meneliti apakah gejala depresi dan kinerja kognitif saling mempengaruhi dari waktu ke waktu.

Mereka melihat hubungan langsung dan efek timbal balik jangka panjang sambil mengendalikan berbagai faktor demografi, kesehatan, dan gaya hidup.

Hasilnya memberikan gambaran yang mencolok tentang bagaimana gejala depresi dan penurunan daya ingat saling terkait. Pada titik waktu tertentu, individu dengan gejala depresi yang lebih parah cenderung memiliki kinerja yang lebih buruk pada tes memori dan kefasihan verbal. Namun, hubungan tersebut tidak berhenti sampai di situ.

Selama penelitian, orang-orang yang awalnya memiliki gejala depresi lebih parah mengalami tingkat kehilangan memori yang lebih cepat dibandingkan dengan mereka yang memiliki lebih sedikit gejala.

Pada gilirannya, fungsi memori awal yang lebih buruk memprediksi peningkatan yang lebih besar dalam gejala depresi dari waktu ke waktu. Hal ini menunjukkan adanya 'lingkaran setan' di mana depresi mempercepat penurunan daya ingat, yang kemudian memperburuk gejala suasana hati.

Yang menarik, hubungan timbal balik paling kuat terjadi pada memori, sementara hubungan dengan kefasihan verbal kurang jelas. Para peneliti menduga hal ini disebabkan oleh daerah otak yang berbeda dan proses kognitif yang terlibat dalam kedua kemampuan ini, serta fakta bahwa kefasihan verbal cenderung menurun seiring bertambahnya usia.

BERITA TERKAIT