test

Kesehatan

Kamis, 17 Agustus 2023 10:23 WIB

Studi: Cuaca Panas dan Polusi Udara Tingkatkan Resiko Serangan Jantung

Editor: Hadi Ismanto

Cuaca panas yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan. (Foto: PMJ News/Ilustrasi/Hadi)

PMJ NEWS - Sebuah studi mengemukan efek fatal dari cuaca ekstrem seperti gelombang panas atau hawa dingin jika berbarengan dengan polusi udara. Penelitian telah diterbitkan bulan lalu di jurnal Circulation.

Kondisi itu disinyalir dapat melipatgandakan risiko serangan jantung. Bahkan dampak negatifnya pada sistem kardiovaskular juga terungkap bisa sangat berbahaya bagi para perempuan dan kalangan lanjut usia.

Seperti dikutip dari laman Health, Kamis (17/8/2023), serangan jantung yang mematikan terdeteksi meningkat selama periode panas atau dingin yang ekstrem.

Dalam studi, para peneliti menganalisis 202.678 kematian akibat serangan jantung di Provinsi Jiangsu, Cina, antara 2015 hingga 2020. Mereka memeriksa pola cuaca dan tingkat polusi pada hari-hari sekitar kematian.

Tim periset menemukan risiko serangan jantung fatal dua kali lebih tinggi dari biasanya ketika suhu berkisar antara 28 hingga 36 derajat Celsius selama empat hari. Risiko juga meninggi ketika polusi partikel halus diukur di atas 37,5 mikrogram per meter kubik.

Hal itu melebihi pedoman kualitas udara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Rekomendasi WHO, orang-orang disarankan menghindari paparan lebih dari 15 mikrogram per meter kubik lebih dari tiga hingga empat hari setahun.

Hasilnya, para peneliti menemukan peningkatan 18 persen risiko serangan jantung yang mematikan selama dua hari paparan gelombang panas.

Peluang kematian akibat serangan jantung meningkat sebesar empat persen ketika cuaca dingin ekstrem, yakni selama musim dingin dua hari ketika suhu berkisar antara 0,5 hingga lima derajat Celsius.

Orang berusia 80 tahun ke atas memiliki risiko kematian tertinggi akibat serangan jantung selama gelombang panas, hawa dingin, atau hari dengan kualitas udara yang buruk. Kaum hawa bisa lebih terimbas daripada laki-laki selama panas ekstrem.

Peneliti belum mengetahui hubungan sebab-akibat yang pasti antara cuaca ekstrem, polusi, dan serangan jantung. Namun, mereka memiliki sejumlah teori. Misalnya, dehidrasi dapat memengaruhi risiko serangan jantung selama panas ekstrem.

Sementara, tekanan darah tinggi dan kontraksi pembuluh darah dapat meningkatkan risiko serangan jantung yang mematikan pada hari yang dingin.

Kombinasi panas dan polusi dapat meningkatkan risiko serangan jantung karena orang mungkin bernapas lebih cepat dan lebih keras pada hari-hari yang terik. Ini menyebabkan mereka menghirup partikel mikroskopis yang lebih berbahaya daripada biasanya.

Penulis studi senior, Yuewei Liu, menyampaikan bahwa masalah lingkungan lain di seluruh dunia adalah adanya partikel halus di udara. Itu dapat berinteraksi secara sinergis dengan suhu ekstrem yang berdampak buruk bagi kesehatan jantung.

Partikel halus berasal dari asap dari kebakaran dan emisi kendaraan dan fasilitas industri sangat berbahaya, karena dapat mencapai bagian terdalam dari paru-paru atau bahkan aliran darah. Jenis polusi ini telah dikaitkan dengan penyakit jantung.

"Ini juga terkait dengan penyakit paru-paru kronis, kelahiran prematur, kanker, dan kondisi lainnya," kata Liu yang merupakan profesor epidemiologi di School of Public Health Sun Yat-sen University, Guangzhou, Cina.

Akan tetapi, penelitian ini dianggap memiliki keterbatasan. Pertama, studi tidak membuktikan cuaca ekstrem atau udara yang tercemar secara langsung menyebabkan kasus serangan jantung mematikan. Hasilnya juga mungkin hanya berlaku untuk beberapa wilayah.

Namun bagaimanapun, studi ini tetap penting karena meningkatkan kewaspadaan atas paparan polusi dan cuaca ekstrem. Begitu juga pembahasannya bahwa fluktuasi iklim dan polusi udara mungkin berkontribusi pada peningkatan risiko kematian.

Agar tetap aman selama periode cuaca ekstrem atau ketika kualitas udara memburuk, disarankan untuk sebisa mungkin tidak beraktivitas di luar ruangan. Gunakan pembersih udara, penuhi kecukupan cairan agar tubuh tetap terhidrasi, dan pakai masker.

BERITA TERKAIT