test

News

Senin, 31 Januari 2022 16:50 WIB

Polisi Selidik Dugaan Oknum Pejabat di Kasus Pupuk Bersubsidi

Editor: Fitriawan Ginting

Penulis: Yeni Lestari

Kasatgas Pangan, Irjen Pol Helmy Santika beri keterangan. (Foto: PMJ/Yeni).

PMJ NEWS - Satgas Pangan Polri kini tengah menggali dugaan adanya oknum pejabat yang ikut bermain dalam kasus penyalahgunaan pupuk bersubsidi dengan para mafia pupuk. Menurut Kasatgas Pangan, Irjen Pol Helmy Santika kasus ini tidak hanya menyasar pelaku usaha atau operator sebagai pemain. Tapi juga turut menyasar regulator selaku pihak yang mendistribusikannya.

"Tadi saya katakan, bahwa polanya adalah kita akan mencoba melakukan penyelidikan dan penyidikan dari bawah sampai ke atas. Itu berarti ada dari pelaku usaha atau operator, termasuk regulator tidak menutup kemungkinan. Jadi, kita akan melakukan penyidikan sampai ke atau meliputi aspek regulator, operator, eksekutor semuanya," kata Helmy kepada wartawan, Senin (31/1/2022).

Helmy menyebut pihaknya juga tengah mencari celah yang digunakan para mafia pupuk ini sehingga bisa menyelewengkan pupuk distribusi ke pihak yang tidak berhak, diluar dari petani.

Bahkan, untuk melancarkan aksinya, diketahui para tersangka atau mafia pupuk ini kerap menggunakan data palsu atau data petani yang telah meninggal dunia agar bisa mencairkan pupuk distribusi tersebut.

"Memalsukan keterangkan kepada yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi. Misalnya sejak tahun 2020, petani yang sudah meninggal, sudah tidak bertani lagi, tetap dicantumkan namanya sehingga mendapatkan pupuk subsidi. Sehingga para pelaku ini dari barang bukti (pupuk) yang ada di jual ke pihak lain," tukasnya.

Adapun dalam kasus ini, sejumlah barang bukti turut disita antara lain 400 karung pupuk urea bersubsidi dengan berat 20 ton, 200 karung pupuk Phonska bersubsidi dengan berat 10 ton hingga 30 karung pupuk organik seberat 1,5 ton.

Sementara nilai kerugian yang dialami negara akibat kasus penyalahgunaan pupuk bersubsidi dari dua tersangka yang diamankan yakni mencapai puluhan miliar rupiah.

"Penyalahgunaan pendistribusian pupuk bersubsidi tersebut telah dilakukan oleh AEF dan MD sejak tahun 2020, yang menyebabkan alokasi pupuk tidak tepat sasaran, merugikan petani yang seharusnya menerima dan merugikan negara mencapai Rp30 miliar," pungkas Whisnu.

BERITA TERKAIT