test

News

Sabtu, 25 September 2021 19:07 WIB

KemenPPPA Apresiasi Polri Bantu Pecahkan Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak

Editor: Ferro Maulana

Penulis: Yeni Lestari

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawanti dalam siaran Podcast Polri Presisi bersama Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono. (Foto: Polri TV/ Yeni)

PMJ NEWS -  Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak hingga kasus pernikahan yang melibatkan anak di bawah umur masih banyak terjadi di Indonesia.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawanti menyampaikan dirinya mendapatkan lima arahan khusus dari Presiden Joko Widodo untuk segera diselesaikan dalam kurun waktu lima tahun mulai dari 2020-2024 mendatang.

"Dari lima arahan tersebut, yang mana isu ketiga itu bagaimana kami melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk menurunkan kasus kekerasan pada perempuan dan anak dan memberikan pelayanan dengan sesegera mungkin," kata Bintang seperti yang dikutip dalam siaran Podcast Polri Presisi, Sabtu (25/9/2021).

Bintang kemudian menjelaskan, untuk bisa menangani dan menurunkan kasus kekerasan hingga pernikahan yang menjadikan perempuan dan anak sebagai korban, tentu tak lepas dari bantuan besar dari seluruh pihak salah satunya kepolisian.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawanti dalam siaran Podcast Polri Presisi bersama Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono. (Foto: Polri TV/ Yeni)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawanti dalam siaran Podcast Polri Presisi bersama Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono. (Foto: Polri TV/ Yeni)

Merujuk ke tahun 2020 silam, Bintang menyebut jajaran kepolisian memberikan bantuan yang besar dalam mengungkap dan menangani kasus 'Kawin Tangkap' yang viral di tanah Sumba, Nusa Tenggara Barat.

Dilansir dari laman https://komnasperempuan.go.id, 'Kawin Tangkap' merupakan sebuah keinginan perkawinan sepihak, yaitu dari pihak laki-laki ataupun kesepakatan dari keluarga baik pihak laki-laki maupun perempuan. Untuk maksud tersebut, pihak perempuan akan “diambil” secara paksa ke lokasi yang telah disiapkan oleh pihak laki-laki. 

Proses penangkapan itu biasanya dilakukan oleh beberapa orang laki-laki di tempat umum, seperti di pasar, jalan, lokasi pesta atau bahkan di rumah atau tempat tinggal korban, dan menjadi tontonan masyarakat sekitar. Meski perempuan memberontak, berupaya untuk mempertahankan diri maupun berteriak minta tolong, jarang ada yang membantu kecuali dari kalangan keluarganya sendiri. 

Setelah berhasil “menculik”, pihak laki-laki akan memberitahukan keluarga pihak perempuan tentang penangkapan ini, sekaligus menyerahkan pinangan. Jika tidak berhasil “menyelamatkan”, pihak keluarga perempuan kerap terpaksa menerima. Perempuan yang menjadi korban berasal dari beragam latar belakang pendidikan, berusia remaja hingga dewasa.

"Untuk penanganan kasus salah satunya pada pertengahan tahun 2020 itu saya turun langsung menangani kasus viral terkait kawin tangkap," terang Bintang.

"Kasus itu kan diidentikkan dengan urusan budaya, setelah kami turun di daratan Sumba dan bersama 4 bupati dan 4 kapolres yang hadir kami membuat kesepakatan bersama terkait kasus tersebut agar tidak kembali terjadi," tuturnya. 

"Namun satu tahun setelahnya, kami menemukan kasus tersebut terjadi lagi tapi disini ada respon cepat dari Polres langsung turun tangan dan menanggapi bahwa itu masuk ke tindakan kriminal," sambungnya. 

"Bukan lagi urusan budaya yang merendahkan harkat dan martabat perempuan. Kami tentunya sangat berterima kasih, Kementerian PPA berterima kasih atas respon cepat tersebut," imbuhnya.

Menurut Bintang, awal dari penanganan kasus 'Kawin Tangkap' tersebut, dapat menjaga sinergitas antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan jajaran kepolisian khususnya Polri.

Bahkan, kedepan ia berharap unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPPA) yang berada di kepolisian dapat ditingkatkan sehingga lebih banyak kasus yang memperoleh penanganan.

"Mudah-mudahan juga bisa didengar pak Kapolri, bahwa dari beberapa penanganan kasus kekerasan yang kami giring dari beberapa provinsi itu, karena tadi disampaikan pak Argo dengan total perempuan dan anak 2/3 dari populasi yang ada," jelasnya. 

"Artinya dari kasus kekerasan yang terjadi, pasti korbannya perempuan dan anak. Dari penanganan yang kami lihat seperti contohnya di Polres, unit PPA-nya masih ditingkat unit dan dipimpin seorang kanit (Kepala Unit)," ungkap Bintang.

"Harapannya kami, juga ini berdasarkan keluhan dari pendamping termasuk di jajaran polri dan pendamping korban serta pemerhati perempuan dan anak menyampaikan bisa tidak sekiranya kalau unit PPA di jajaran polres sampai polda ini statusnya ditingkatkan," paparnya.

"Sehingga dalam penanganan kasusnya pun lebih banyak yang mendampingi dan tidak menjadi beban dari unit yang kecil tersebut," pungkasnya. 

BERITA TERKAIT