test

News

Kamis, 13 Mei 2021 07:07 WIB

Khutbah Idul Fitri: Meningkatkan Iman dan Takwa di Hari Kemenangan

Editor: Ferro Maulana

Hari Raya Idul Fitri. (Foto: Ilustrasi/ Dok Net)

PMJ NEWS -  Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah yang bertepatan pada tahun 2021, kembali mengalami pembatasan karena pandemi Covid-19.

Banyak masyarakat ingin berkumpul bersama keluarga, namun tidak dapat melaksanakannya. Adapun Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengimbau masyarakat untuk melaksanakan sholat Idul Fitri di rumah.

Di tengah Hari Kemenangan ini, Kami mengajak pribadi kami sendiri juga kepada hadirin sekalian, mari kita selalu meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT.

Dengan usaha kita yang sedemikian rupa ini, semoga bisa menyebabkan turunnya rahmat Allah SWT kepada kita semua, sehingga kelak kita dikumpulkan bersama Nabi Muhammad SAW dan orang-orang saleh, amin Allahumma amin.

Saling memaafkan di Hari Raya Idul Fitri. (Foto: Ilustrasi/ Dok Net)
Saling memaafkan di Hari Raya Idul Fitri. (Foto: Ilustrasi/ Dok Net)

Ayyuhal hâdlirûn hafidhakumullah, Alhamdulillah, pada pagi hari yang penuh kemuliaan ini, kita semua masih diberi kesempatan oleh Allah SWT bisa bersujud, bersimpuh mengumandangkan takbir, mengagungkan nama Allah SWT, bertahmid, mengucap syukur, berterima kasih kepada Allah SWT, dan bertahlil, mengesakan Allah SWT.

Kita pun telah diberi anugerah oleh Allah SWT bisa menyelesaikan ibadah puasa selama sebulan penuh. Pada hakikatnya, ibadah yang kita lakukan, bukan atas kuasa kita sendiri, namun semata-mata pemberian dari Allah SWT.

Selain bersyukur, sebagai orang beriman, kita semestinya bersedih hati karena Ramadhan tahun ini sudah meninggalkan kita. Selama hidup kita, Ramadhan tahun ini tidak akan kembali lagi sampai kapan pun.

Saat kita dianugerahi oleh Allah SWT bisa bertemu pada Ramadhan di tahun mendatang, mestinya Ramadhan mendatang bukanlah Ramadhan tahun ini yang datang kembali lagi.

Sahabat Ibnu Mas’ud pernah mendengar Baginda Nabi Muhammad SAW bersabada: “Seandainya para hamba mengetahui hakikat apa yang ada di bulan Ramadhan, mestinya umatku berharap setahun penuh, semuanya menjadi bulan Ramadhan” (HR Ibnu Khuzaimah).

Adapun Idul Fitri sendiri merupakan hari raya khusus bagi orang yang berpuasa. Id artinya hari raya. Fathara artinya berbuka puasa. Bagi orang yang kemarin-kemarin menjalankan perintah Allah dengan berpuasa sebulan penuh, hari ini adalah hari raya berupa diperbolehkannya makan dan minum.

Bahkan kita hari ini diharamkan menjalankan puasa. Inilah yang dinamakan fathara. Sarapan (makan pagi) dalam bahasa Arab. Karena itu, zakatul fithr sebenarnya adalah zakat untuk makan pada hari raya idul Fitri.

Dahulu, Nabi Muhammad SAW memberikan zakat fithrah (atau biasa disebut zakat fitrah) pada saat pagi hari raya, sebelum menjalankan sholat ied.

Sehingga, hukum mengeluarkan zakat fithrah paling afdhal yaitu antara setelah sholat subuh sampai sebelum shalat ied dilaksanakan yang berarti di pagi hari tanggal 1 Syawal.

Harapannya, pada hari raya ini, semua umat muslim yang mempunyai kelebihan makan sehari semalan hari raya ini, harus berbagi bahan makanan pokok kepada orang miskin di sekitarnya.

Sehingga pada hari raya ini, semua orang bisa merasakan nikmatnya makan. Hal ini merupakan salah satu hikmah yang dapat kita petik dari idul fithri, hari raya makan-makan.

Setelah orang berpuasa dan membayarkan zakat fithrahnya, hari raya merupakan kabar gembira atas diterimanya amal orang yang sungguh-sungguh berpuasa, bertobat, sholat malam, shalat tarawih, i’tikaf, sedekah, dan lain sebagainya. Allah akan menghapus semua keburukan mereka kemudian diganti dengan kebaikan-kebaikan.

Kabar gembira ini dapat kita baca: “Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal shalih; maka keburukan-keburukan mereka tersebut diganti oleh Allah dengan kebajikan. Dan Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Al-Furqan: 70).

Artinya: “Dan orang-orang yang bertobat dan mengerjakan amal shalih, sesungguhnya dia bertobat kepada Allah SWT dengan tobat yang sebenar-benarnya” (QS Al-Furqan: 71).

Dalam hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah ta’ala menerima tobat dengan selebar-lebarnya di waktu malam supaya orang yang menjalankan keburukan di waktu siang bisa bertobat, dan Allah membuka pintu tobat seluas-luasnya di waktu siang bagi orang yang melakukan kesalahan di malam hari supaya bisa bertobat sampai matahari terbit dari barat (kiamat)” (HR Muslim).

Kabar gembira juga datang dari Sayyidina Ali karramallahu wajhah, “Barang siapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau."

Sebagaimana kita ketahui bersama, semua penduduk bumi sedang diuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala berupa pandemi covid-19. Namun apa pun kondisi muka bumi ini, bagi orang beriman tetap mempunyai potensi pahala.

Sabda Nabi Muhammad SAW, “Sangat menakjubkan urusan orang beriman. Semua urusannya merupakan kebaikan. Hal tersebut tidak dimiliki siapa pun kecuali hanya dimiliki oleh orang beriman.

Apabila orang beriman mendapatkan kenikmatan, dia bersyukur, dan itu menjadi kebaikan baginya. “Jika ia tertimpa musibah, dia bersabar. Dan itu juga menjadi kebaikan baginya” (HR Muslim: 7692).

Ramadhan Isi Amal yang Baik

Ramadhan ini, bukanlah Ramadhan kelabu. Hari Raya ini bukan hari raya yang buruk. Wabah Covid-19 yang menyebabkan sebagian daerah tidak bisa menyelenggarakan jamaah tarawih dan tadarus di masjid, sama sekali tak mengurangi keagungan Ramadhan.

Semuanya tetaplah mutiara yang bernilai tinggi bagi orang beriman. Kecuali bagi orang yang tidak bisa menghormati Ramadhan dengan mengisi amal-amal yang baik, tentu Ramadhan dan hari raya ini tidak merupakan hari raya mereka.

Selain puasa, pada bulan Ramadhan, terdapat pula momen yang agung, yaitu memberikan zakat fitrah. Bagi orang mampu, zakat dan sedekah akan meringankan beban sesama, dan menghasilkan pahala yang sangat besar.

Begitu pula untuk orang yang tidak mampu secara ekonomi, menerima pemberian orang kaya merupakan jasa yang sangat besar. Orang miskin berjasa menjadi pembersih hartanya orang kaya. Ini adalah soal hak dan kewajiban.

Bukan soal mana yang tinggi dan mana yang lebih rendah. Orang kaya memiliki kewajiban mengeluarkan hartanya, sementara orang miskin mempunyai hak untuk menerima itu atas ketidakmampuannya.

Orang kaya tak seharusnya merasa berjasa atas ‘pengorbanan’ harta yang memang wajib ia keluarkan. Menurut Imam al-Ghazali, termasuk kategori mengungkit pemberian adalah ketika orang kaya merasa menolong orang yang miskin. Perasaan ini tidak tepat dimiliki oleh siapa saja.

Justru orang kaya harus berterima kasih kepada orang miskin. Atas jasa merekalah harta orang kaya menjadi bersih, tidak kotor. Jadi, orang kaya tidak boleh merasa mempunyai jasa berderma di hadapan orang miskin.

Demikian disampaikan oleh Imam al-Ghazali dalam al-Arbain fi Ushulid Din. Kita sedang saling menguatkan antara satu dengan lainnya. Semua menjadi ladang ibadah. Yang kaya berzakat itu ibadah, orang miskin menerima zakat, dia ikut andil membersihkan hartanya yang kaya, ini juga ibadah.

Sekali lagi, bagi orang beriman, apa pun posisi dan keadaannya, bernilai kebaikan. Hadirin Di tengah pandemi ini, kita harus optimis bahwa kita bisa beradaptasi dengan keadaan secepat-cepatnya.

Saling Memaafkan

Kita berharap, ke depan, keadaan menjadi semakin membaik: pintu-pintu masjid kembali terbuka sebagaimana sediakala, kita bisa berkumpul bersama, mengaji bersama, menjalankan sistem kontrol sosial bersama-sama melalui pintu-pintu masjid di sekitar kita.

Selain itu, di hari raya ini, meskipun sebagian di antara kita terhalang oleh keadaan, jangan sampai kita lewatkan permohonan maaf kepada kedua orang tua walaupun sebagian di antara kita tidak bisa bertatap muka.

Silakan saling memaafkan antarsaudara, tetangga, teman, dan lain sebagainya dengan menggunakan fasilitas yang ada, jika pertemuan fisik tidak memungkinkan. Kita fungsikan media sosial yang kita punya sebagai sarana untuk merekatkan antarkeluarga, sesama muslim sehingga media sosial kita menjadi wasilah kita menuju ridha Allah SWT.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimbingan, taufiq, hidayah serta inayah-Nya supaya kita dan keluarga kita selalu menjadi orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Pada puncaknya, kelak saat kita akan menghadap Allah Sang Pencipta, kita akan meninggalkan dunia ini dengan husnul khatimah, amin. (Sumber: Nahdlatul Ulama)

BERITA TERKAIT