test

Politik

Senin, 19 April 2021 12:05 WIB

DPR: Pemda Harus Tanggap Soal Penanganan Pemudik Sebelum 6 Mei

Editor: Ferro Maulana

Anggota Komisi IX DPR Muchamad Nabil Haroen. (Foto: Dok Net)

PMJ NEWS - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Muchamad Nabil Haroen menuturkan, pemerintah daerah (pemda) harus tanggap dan merespon secara tepat penanganan pemudik yang datang terlebih dahulu sebelum masa libur Lebaran 6-17 Mei 2021. Hal itu sebagai langkah pencegahan agar virus tidak menyebar secara cepat.

 "Misal, dengan isolasi dulu di penginapan atau hotel, sebelum masuk ke kampung halaman. Maka, pada titik ini, pemda harus berkoordinasi dengan pemerintah desa setempat. Untuk mengatur agar desa bisa tercegah dari penularan virus," terang Muchamad Nabil dalam siaran pers tertulisnya, di Jakarta, Senin (19/4/2021).

Muchamad Nabil melanjutkan, ketegasan dapat dilakukan Pemda dengan tindakan isolasi selama waktu yang direkomendasikan, atau dengan menunjukkan surat negatif Covid-19 dari institusi yang berwenang.

“Koordinasi antara pemerintah daerah dengan pemerintah desa sangat penting untuk tindakan pencegahan ini," jelasnya menambahkan.

Muchamad Nabil menilai pemerintah pusat harus berkoordinasi dengan pemda, agar informasinya tepat dan satu pintu.

"Kalau kebijakannya mengambang, maka tidak akan efektif. Maka, kebijakan satu pintu yang integral antara pemerintah pusat dan daerah ini sangat penting," sambungnya.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah melarang mudik semua kalangan masyarakat, baik itu pegawai BUMN, karyawan swasta, pegawai negeri sipil, anggota TNI-Polri, pekerja formal maupun informal, sampai masyarakat umum.

Masyarakat yang nekat mudik bisa disanksi sesuai Undang-undang nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Adapun aturan larangan mudik pada 6-17 Mei tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 tentang peniadaan mudik Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah dan upaya pengendalian penyebaran Covid-19 selama bulan suci Ramadhan 1442 Hijriah.

Dalam SE tersebut disebutkan masyarakat yang nekat mudik akan diberikan sanksi yang berpatokan pada Undang-undang (UU) tentang kekarantinaan kesehatan.

Pasal 93 aturan itu menyebutkan hukuman kurungan paling lama setahun dan denda maksimal hingga Rp100 Juta bila melanggar aturan mudik tahun ini.

"Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000," demikian bunyi Pasal 93.

Berikutnya, sejumlah otoritas daerah pun mengeluarkan kebijakan untuk mendukung keputusan pemerintah pusat. Seperti, Polda Jawa Timur bakal menerapkan penyekatan di tujuh titik perbatasan.

Selanjutnya, Polda Jawa Tengah menyiapkan 14 titik penyekatan, yang poskonya sudah didirikan sejak Senin, 12 April. Polda Jawa Tengah juga akan menerjunkan sekitar 11 ribu personel gabungan TNI-Polri untuk ditempatkan di titik jalur mudik.

Kemudian, Polda Jawa Barat menyiapkan 338 pos penyekatan di seluruh wilayah hukum Polda Jawa Barat untuk mencegah masyarakat mudik. Lalu, Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyiapkan 10 titik penyekatan yang dijaga selama 24 jam.

Terpisah, Kakorlantas Polri Irjen Istiono menegaskan, masyarakat yang nekat mencuri start mudik sebelum 6 Mei 2021 akan dikarantina lima hari. Karantina tidak di rumah masing-masing, namun di tempat yang sudah disediakan pemda setempat.

BERITA TERKAIT