test

News

Rabu, 11 Desember 2019 13:04 WIB

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Uji Materi UU Pilkada

Editor: Ferro Maulana

Area gedung MK telah disterilkan oleh petugas keamanan. (Foto: PMJ/ FJR).

PMJ - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi UU Pilkada yang diajukan oleh ICW dan Perludem. Gugatan terkait mantan terpidana korupsi yang ingin mencalonkan sebagai calon kepala daerah.

Uji materi dimaksud adalah UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota, khususnya Pasal 7 ayat (2) huruf g.

Pasal 7 ayat (2) huruf g ini berbunyi; tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

"Amar putusan mengadili dalam provisi mengabulkan permohonan profesi para pemohon untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," jelas Ketua Majelis Hakim MK, Anwar Usman di ruang persidangan, Rabu (11/12/2019).

Hakim Anwar Usman juga menyebut dalam putusannya, Pasal 7 ayat (2) huruf g, bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.

"Dan tidak mempunyai hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap," tuturnya.

MK pun mengubah bunyi pasal 7 ayat 2 huruf g menjadi; Calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih kecuali terhadap pidana yang melakukan tindak pidana kealfaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang berkuasa.
  2. Bagi mantan terpidana telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana.
  3. Bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.

BERITA TERKAIT