test

News

Kamis, 11 Juni 2020 14:01 WIB

Sekjen PBB Sesalkan Langkah Korut Putus Komunikasi dengan Korsel

Editor: Hadi Ismanto

Pertemuan kedua pemimpin Korea di perbatasan kedua negara beberapa waktu lalu (Foto: PMJ/AP)

PMJ - Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres menyesalkan langkah Korea Utara yang memutus seluruh saluran komunikasi dengan negara tetangganya, Korea Selatan.

Seperti dilansir laman Channel News Asia, Kamis (11/6/2020), Guterres menyebut saluran komunikasi itu diperlukan untuk menghindari kesalahpahaman atau salah perhitungan antara kedua negara.

Juru bicara PBB, Stephane Dujarric mencatat Juni adalah bulan simbolis yang mewakili ulang tahun kedua dari pertemuan pertama Presiden AS Donald Trump dengan pemimpin Korut Kim Jong-un, serta peringatan 20 tahun pertemuan pertama pemimpin Korut-Korsel.

"Sekjen berharap semua pihak menggunakan peringatan bulan Juni untuk menggandakan upaya serta melanjutkan pembicaraan guna mencapai perdamaian berkelanjutan dan denuklirisasi Semenanjung Korea yang lengkap dan dapat diverifikasi," kata Dujarric.

Ketegangan kedua negara sempat terjadi ketika adik pemimpin Korea Utara memperingatkan Korea Selatan, agar mencegah pembelot mengirim selebaran ke zona demiliterisasi (DMZ) yang memisah kedua negara.

Ia mengatakan pihaknya akan membatalkan perjanjian militer bilateral baru-baru ini jika kegiatan itu berlanjut, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia.

Kim Yo-jong, yang secara tidak resmi menjabat kepala staf Kim Jong-un, mengeluarkan peringatan itu dalam pernyataan yang disiarkan kantor berita negara itu, KCNA, Kamis 4 Juni.

Ia merujuk pada ribuan "selebaran anti-DPRK" baru-baru ini yang dibuang di sisi Utara DMZ yang dijaga ketat dengan judul "Defectors from the North." DPRK atau Republik Rakyat Demokratik Korea adalah nama resmi Korea Utara.

"Jika tindakan berniat jahat seperti itu, yang dilakukan secara terang-terangan, dibiarkan dengan dalih 'kebebasan individu' dan 'kebebasan berpendapat', pemerintah Korea Selatan tidak lama lagi akan menghadapi fase terburuk," demikian laporan KCNA.

Kim Yo-jong memperingatkan tentang kemungkinan pembatalan perjanjian militer antar-Korea untuk menghilangkan ancaman praktis perang sebagai akibat selebaran klandestin itu. Pakta militer yang dicapai 2018 itu "hampir tidak ada artinya," katanya.

Ia juga memperingatkan Korea Utara akan sepenuhnya mundur dari proyek industri Kaesong dan menutup kantor penghubung bersama di kota perbatasan, kecuali Seoul menghentikan tindakan semacam itu.

Laporan KCNA tidak menyebut pihak yang disalahkan dalam penyebaran selebaran itu. Tetapi komentar Kim Yo-jong muncul setelah mantan diplomat Korut dan pembelot lainnya memenangkan kursi parlemen dalam pemilihan umum Korea Selatan pada April lalu.(Hdi)

BERITA TERKAIT