test

News

Selasa, 6 Oktober 2020 13:50 WIB

BPOM Terbitkan Izin Obat Favipiravir dan Remdesivir Untuk Pasien Covid-19

Editor: Hadi Ismanto

Badan Pengawas Obat dan Makanan menerbitkan izin penggunaan obat Favipiravir dan Remdesivir untuk penanganan Covid-19. (Foto: PMJ News/Dok Net).

PMJ - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan izin penggunaan dalam kondisi darurat (Emergency Use Authorization/EUA) terhadap dua obat untuk perawatan Covid-19. EUA sendiri merupakan persetujuan penggunaan obat atau vaksin saat kondisi darurat seperti saat ini.

Pertama izin obat Favipiravir diberikan kepada Industri Farmasi PT. Beta Pharmacon (Dexa Group) dengan merek dagang Avigan® sejak September 2020. Selain itu, PT. Kimia Farma Tbk saat ini sudah memproduksi produk generik Favipiravir di Indonesia.

Sedangkan rekomendasi kedua obat Remdesivir, telah diberikan EUA sejak tanggal 19 September kepada Industri Farmasi PT. Amarox Pharma Global, PT. Indofarma, dan PT. Dexa Medica.

Kedua obat itu terbukti melalui uji klinik menunjukkan kemanfaatannya dalam menyembuhkan pasien COVID-19. Favipiravir digunakan untuk pasien derajat ringan dan sedang yang dirawat di rumah sakit. Sementara Remdesivir diberikan untuk pasien derajat berat.

Kepala BPOM, Penny K. Lukito berharap penerbitan EUA dapat memberikan percepatan akses obat-obat yang dibutuhkan dalam penanganan Covid-19 oleh para dokter, sehingga mempunyai pilihan pengobatan yang sudah terbukti khasiat dan keamanannya dari uji klinik.

"Dengan tersedianya obat-obat tersebut diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian pasien Covid-19 yang menjadi target pemerintah dalam percepatan penanganan Covid-19," ujar Penny K. Lukito dalam keterangan persnya, Senin (5/10/2020).

Ia pun berharap para dokter dan tenaga kesehatan lain bekerja sama untuk berpartisipasi aktif dalam pemantauan terhadap khasiat dan keamanan melalui kegiatan Farmakovigilans.

Farmakovigilans merupakan kegiatan pemantauan dan pelaporan kejadian tidak diinginkan dan/atau efek samping obat pada pasien oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya di fasilitas pelayanan kesehatan. Semua laporan tersebut diterima oleh Badan POM dan dievaluasi secara periodik.

Apabila terdapat peningkatan frekuensi efek samping, maka Badan POM dapat melakukan tindak lanjut dengan memberikan komunikasi risiko dan pencabutan EUA untuk meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan dan perlindungan kesehatan masyarakat.(Hdi)

BERITA TERKAIT