test

Fokus

Rabu, 1 Juli 2020 08:31 WIB

Jejak Sejarah Kepolisian RI Hingga Saat Ini

Editor: Ferro Maulana

PMJ - Setiap tanggal 1 Juli Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memperingati Hari Bhayangkara yang merupakan hari lahirnya. Khusus tahun ini peringatan HUT Ke-74 Bhayangkara, digelar Rabu (01/07/2020).

Penetapan hari bersejarah Hari Bhayangkara ditandai dengan terbitnya sebuah Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1946 pada tanggal 1 Juli 1946 silam.

Pasukan Brimob di era pendudukan Jepang. (Foto: Dok PMJ/ IST)

Adapun Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin, Komandan Polisi di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 1945 memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia sebagai langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang.

Sebelumnya pada tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 29 September 1945 Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN) yang pertama.

Asal Muasal Nama Bhayangkara

Patung Gajah Mada di Mabes Polri. (Foto: Istimewa)

Menelisik dalam jejak sejarahnya, nama Bhayangkara sendiri merupakan istilah yang digunakan Patih Gadjah Mada dari Majapahit untuk menamai pasukan keamanan super elite yang ditugaskan menjaga raja dan Kerajaan Mataram pada abad ke-14.

Mereka ditugaskan untuk menjaga keamanan raja dan kerajaan, termasuk masyarakat Majapahit agar mereka tidak berbuat sesuatu yang mengancam kejayaan pemerintahan kerajaan.

Karena itu, hingga sekarang sosok Gajah Mada merupakan simbol Kepolisian RI dan sebagai penghormatan, Polri membangun patung Gajah Mada di depan Kantor Mabes Polri dan nama Bhayangkara dijadikan sebagai nama pasukan Kepolisian.

RS. Soekanto Tjokrodiatmodjo bersama Jajarannya. (Foto: Dok Polri)

Pada masa kolonial Belanda, pembentukan pasukan keamanan diawali oleh pembentukan pasukan-pasukan jaga yang diambil dari orang-orang pribumi untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang Eropa di Hindia Belanda pada waktu itu. Pada tahun 1867 sejumlah warga Eropa di Semarang, merekrut 78 orang pribumi untuk menjaga keamanan mereka.

Wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan pada procureur generaal (Jaksa agung). Pada masa Hindia Belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian, seperti veld politie (polisi lapangan) , stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain.

Sejalan dengan administrasi negara waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent (bintara), inspekteur van politie, dan commisaris van politie. Untuk pribumi selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana polisi.

Pada masa tersebut, Jepang membagi wiliyah kepolisian Indonesia menjadi Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi, Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makassar dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.

Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang disebut sidookaan yang dalam praktik lebih berkuasa dari kepala polisi.

Markas Besar Kepolisian

Mabes Polri di Jakarta. (Foto: PMJ/ Dok Net)

Pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi, sedangkan masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.

Kemudian mulai tanggal 1 Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D. Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Tanggal 1 Juli inilah yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Bhayangkara hingga saat ini.

Waktu kedudukan Polri kembali ke Jakarta, karena belum ada kantor digunakan bekas kantor Hoofd van de Dienst der Algemene Politie di Gedung Departemen Dalam Negeri. Kemudian R.S. Soekanto merencanakan kantor sendiri di Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar Djawatan Kepolisian Negara RI (DKN) yang menjadi Markas Besar Kepolisian hingga saat ini. Saat itu menjadi gedung perkantoran termegah setelah Istana Negara.

Ketika, Presiden Soekarno menyatakan akan membentuk ABRI yang terdiri dari Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian, R.S. Soekanto menyampaikan keberatannya dengan alasan untuk menjaga profesionalisme kepolisian.

Pada tanggal 15 Desember 1959 R.S. Soekanto mengundurkan diri pasca menjabat Kapolri/Menteri Muda Kepolisian, sehingga berakhirlah karier Bapak Kepolisian RI tersebut sejak 29 September 1945 hingga 15 Desember 1959.

Dengan Tap MPRS No. II dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan. Dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang keamanan nasional.

Tanggal 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian No. 13/1961. Dalam UU ini dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU.

Pemisahan Polri dan ABRI

Anggota Polri yang profesional. (Foto: PMJ/ Dok Net)

Sejak 5 Oktober 1998, muncul perdebatan di sekitar Presiden yang menginginkan pemisahan Polri dan ABRI dalam tubuh Polri sendiri sudah banyak bermunculan aspirasi-aspirasi yang serupa. Isyarat itu selanjutnya direalisasikan oleh Presiden B.J Habibie melalui instruksi Presiden No.2 tahun 1999 yang menyatakan bahwa Polri dipisahkan dari ABRI.

Upacara pemisahan Polri dari ABRI dilakukan pada tanggal 1 april 1999 di lapangan upacara Mabes ABRI di Cilangkap, Jakarta Timur. Upacara pemisahan tersebut ditandai dengan penyerahan Panji Tribata Polri dari Kepala Staf Umum ABRI Letjen TNI Sugiono kepada Sekjen Dephankam Letjen TNI Fachrul Razi kemudian diberikan kepada Kapolri Jenderal Pol (Purn.) Roesmanhadi.

Kapolri Jenderal Pol Idham Azis beserta Jajarannya di TMP Kalibata. (Foto: PMJ News).

Maka sejak tanggal 1 April, Polri ditempatkan di bawah Dephankam. Setahun kemudian, keluarlah TAP MPR No. VI/2000 serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan peran Polri, kemandirian Polri berada di bawah Presiden secara langsung dan segera melakukan reformasi birokrasi menuju Polisi yang mandiri, bermanfaat dan professional.

Pemisahan ini pun dikuatkan melalui Amendemen Undang-Undang Dasar 1945 ke-2 yang dimana Polri bertanggungjawab dalam keamanan dan ketertiban sedangkan TNI bertanggung jawab dalam bidang pertahanan. Pada tanggal 8 Januari 2002, diundangkanlah UU Nomor 2 Tahun 2002 mengenai Kepolisian Republik Indonesia oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.

Baksos Serentak

Kapolda Metro Jaya menyalurkan bansos untuk warga DKI terpapar Covid-19. (Foto: PMJ News)

Di Hari Bhayangkara ke-74 yang jatuh pada 1 Juli 2020, Kepolisian Republik Indonesia menggelar bakti sosial serentak di seluruh Indonesia.

Kegiatan sosial dengan tema Kamtibmas kondusif masyarakat semakin produktif ini diisi berbagai kegiatan salah satunya bantuan sosial (Bansos).

Juga Polri akan memberikan pembebasan biaya dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) kepada masyarakat se-Indonesia. Catatannya, bagi yang memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke-74 yang jatuh pada 1 Juli 2020.

Jadi, pemberian pelayanan bebas biaya pembuatan SIM itu hanya untuk warga yang lahir pada 1 Juli atau bertepatan dengan HUT Bhayangkara. Meskipun dibebaskan biaya penerbitan SIM, namun masyarakat tetap akan dimintai biaya untuk mengurus administrasi tersebut.

Selain harus lahir tanggal 1 Juli, pendaftar juga harus memenuhi persyaratan usia dan kesehatan. Termasuk lulus dalam tahap ujian teori dan juga ujian praktek.

Seluruh pelayanan SIM juga diminta untuk tetap menjalankan sesuai aturan UU yang berlaku. Serta tidak menghilangkan tahapan penerbitan SIM yang dapat menurunkan kualitas kompetensi pengemudi.

SIM Keliling di Jakarta di Taman Mini dan Daan Mogot juga telah aktif. (Foto: Dok PMJ News)

Dalam program tersebut, biaya pembuatan SIM dibantu Bank Rakyat Indonesia. Sedangkan untuk biaya uji kesehatan tetap berlaku normal.

Pembuatan SIM akan dibiayai pihak ke tiga, yakni BRI sebagai sponsor dalam kegiatan HUT Bhayangkara. Dan kebijakan ini hanya berlaku bagi WNI yang lahir pada 1 Juli dan sudah memenuhi syarat untuk kepemilikan SIM.

Polri juga menyiapkan beras 11.000 ton untuk masyarakat umum. Membantu warga yang terdampak pandemi Covid-19. Juga memberikan edukasi dan sosialisasi secara persuasif kepada masyarakat mengenai pentingnya kedisiplinan protokol kesehatan dalam memutus mata rantai penyebaran virus tersebut.

Polri dan jajaran akan merayakan momen tersebut dengan sederhana. Hal itu mengingat pada hari Bhayangkara kali ini Indonesia tengah dilanda covid-19.

Presiden Jokowi Pimpin Upacara Hari Bhayangkara

Presiden Jokowi bersama anggota Polri. (Foto: PMJ/ Dok Net)

Di peringatan ke-74 kali ini, Polri mengusung tema Kamtibmas kondusif, Masyarakat Semakin Produktif. Beberapa kegiatan seperti baksos, pemuliaan nilai-nilai Tribata, ziarah dan tabur bunga di Makam Pahlawan Kalibata akan dilakukan Polri guna memperingati Hari Bhayangkara.

Sementara upacara peringatan Hari Bhayangkara dilaksanakan secara virtual yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi, live streaming di Bareskrim Polri, Polda, dan Polres jajaran. Selanjutnya, acara syukuran Hari Bhayangkara berlangsung pada pukul 10.00 WIB.

“Selamat Ulang Tahun Polri”. Salut untuk Polisi Republik Indonesia yang selalu melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. (DBS/ FER).

BERITA TERKAIT