test

News

Selasa, 20 Agustus 2024 16:37 WIB

Polisi Sarankan Warga Lapor ke Bawaslu Soal Dugaan Pencatutan di Pilkada

Editor: Hadi Ismanto

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol ade ary Syam Indradi saat konferensi pers. (Foto: PMJ News/Fajar)

PMJ NEWS - Polda Metro Jaya menyarankan kepada masyarakat untuk membuat laporan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) apabila merasa adanya pelanggaran dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan masyarakat bisa melaporkan ke Bawaslu apabila merasa dirugikan terkait rangkaian pelaksanaan Pilkada, salah satunya perihal dugaan pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

"Kami sarankan masyarakat untuk membuat laporan ke Bawaslu," ujar Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Selasa (20/8/2024).

Ade Ary menyebutkan bahwa membuat laporan ke Bawaslu terkait hal itu merupakan hak warga negara. Nantinya apabila laporan diterima dan diteruskan Bawaslu kepada pihak kepolisian.

"Kemudian bagi masyarakat juga yang masih merasa dirugikan, mohon dapat juga menempuh jalur hukum, silakan. Itu sesuai hak warga negara ya terkait peristiwa yang sama. Bisa melaporkan langsung ke Bawaslu," tuturnya.

"Nanti ada mekanismenya lagi ya. Dalam tindak pidana Pemilihan, maka Polri adalah lembaga yang menerima penerusan laporan dari Bawaslu, ya, nanti ada mekanismenya lagi," sambungnya.

Adapun perihal adanya laporan polisi yang diterima Polda Metro Jaya terkait dugaan pencatutan identitas atau NIK untuk kepentingan politik Pilkada Jakarta 2024, saat ini sudah dihentikan penanganan kasusnya oleh penyelidik Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya.

"Setelah didalami, dilakukan gelar perkara oleh penyelidik, dan berdasarkan asas hukum lex consumen derogat legi consumte, ya, artinya ada perbuatan yang memenuhi unsur delik, di mana delik ini diatur di beberapa ketentuan hukum pidana khusus, ya," ungkapnya.

"Di laporannya pelapor itu adalah di Pasal 67 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, kemudian diatur juga di Pasal 185, inilah yang ditemukan fakta-fakta yang dominan, ya," imbuhnya.

"Jadi apabila delik itu diatur perbuatannya di beberapa Undang-undang pidana khusus, maka yang digunakan adalah hukum pidana khusus yang faktanya lebih dominan, sehingga mengabsorpsi ketentuan pidana yang lain, sehingga nanti yang lebih tepat digunakan adalah penerapan Pasal 185a Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014, ini panjang ya undang-undangnya, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota," tukasnya.

BERITA TERKAIT