Rabu, 16 Agustus 2023 15:21 WIB
Poin-poin Penting Pidato Kenegaraan Jokowi di Sidang Tahunan MPR
Editor: Ferro Maulana
PMJ NEWS - Presiden Joko Widodo menjelaskan soal pidato kenegaraan dan nota keuangan dalam Sidang Tahunan MPR serta Sidang Bersama DPR dan DPD, hari ini Rabu (16/8/2023).
Ada sejumlah poin penting yang disampaikan presiden dalam pidato kenegaraannya. Pembacaan pidato kenegaraan berlangsung di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta.
Adapun sidang tersebut adalah agenda rutin yang berlangsung setiap tahun, menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Proklamasi Kemerdekaan RI.
Pada hari ini, Presiden Jokowi akan menyampaikan pidato kenegaraan dan nota keuangan terkait rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) terakhirnya.
Alasannya, Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin akan mengakhiri masa jabatannya pada 2024. RAPBN 2024 berisi perincian kebijakan fiskal atau keuangan negara, baik mencakup aspek penerimaan, belanja, pembiayaan, hingga utang negara.
Posisi RAPBN 2024 menjadi menarik lantaran tak hanya sebagai kebijakan ekonomi terakhir dari Jokowi, namun juga kebijakan transisi yang akan dilanjutkan presiden selanjutnya.
Kemudian, RAPBN 2024 juga menjadi kebijakan fiskal pertama usai Indonesia lepas dari status pandemi Covid-19. Berikut poin-poin penting Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR 2023:
Energi Hijau dan Peningkatan Ekonomi Bukan Hanya dari SDA
Presiden Jokowi mengatakan, dalam membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk mendongkrak produktivitas nasional, Indonesia harus mengembangkan sektor ekonomi baru.
Hal itu bertujuan, untuk meningkatkan nilai tambah sebesar-besarnya.
"Di sini peran sektor ekonomi hijau dan hilirisasi sebagai window opportunity kita untuk meraih kemajuan, karena Indonesia sangat kaya sumber daya alam (SDA) termasuk bahan mineral, hasil perkebunan, hasil kelautan, serta sumber energi baru dan terbarukan," tuturnya.
Menurut Kepala Negara, tidak cukup bagi Indonesia jika hanya kaya akan SDA, karena dapat membuat kita menjadi bangsa pemalas, yang hanya menjual bahan mentah. Karena itu, Jokowi ingin negara mampu mengolah sumber dayanya.
Potensi Naiknya Pendapatan Per Kapita
]Jokowi menuturkan, pengolahan nikel dan hilirisasi berpotensi meningkatkan pendapatan per kapita Indonesia. Proyeksinya, dalam 10 tahun ke depan pendapatan per kapita akan mencapai Rp153 juta (10.900 dolar AS), 15 tahun lagi menjadi Rp217 juta (15.800 dolar AS), dan 22 tahun lagi menjadi Rp331 juta (25.000 dolar AS).
"Sebagai perbandingan, tahun 2022 kemarin, kita berada di angka Rp71 juta. Artinya, dalam 10 tahun lompatanya bisa 2 kali lipat lebih. Di mana fondasi untuk menggapai itu semua sudah kita mulai, pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang pada akhirnya menaikkan daya saing kita," jelas Jokowi.
Bonus Demografi dan Penguatan Kapasitas SDM
Jokowi memaparkan, bangsa ini perlu memanfaatkan potensi dari puncak bonus demografi pada 2030, agar bisa meraih Indonesia Emas 2045. Karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi kunci.
"(Pada 2045) 68 persen adalah penduduk usia produktif. Di sinilah kunci peningkatan produktivitas nasional kita," papar Jokowi.
Salah satu capaian yang sejalan dengan target Indonesia Emas 2045, lanjut Jokowi, yaitu penurunan angka stunting menjadi 21,6 persen pada 2022, naiknya Indeks Pembangunan Manusia menjadi 72,9 pada 2022, juga naiknya Indeks Pemberdayaan Gender menjadi 76,5 pada 2022.
Presiden Bukan Penentu Kandidat Capres dan Cawapres
Ketika membuka pidatonya, Jokowi menyinggung soal sejumlah politisi yang menyebut sosok Pak Lurah. Konteksnya, politisi dan partai politik mengaku belum memiliki kandidat capres dan cawapres, karena belum mendapatkan arahan dari Pak Lurah.
Jokowi lantas mengakui bahwa sosok Pak Lurah itu merujuk pada dirinya. Tetapi, Jokowi juga menegaskan bahwa Pak Lurah atau dirinya bukan penentu capres dan cawapres.
"Yang menentukan capres dan cawapres adalah partai politik dan koalisi partai politik. Jadi, saya ingin menyatakan, itu bukan wewenang saya, itu bukan wewenang Pak Lurah," tandasnya.
Pemimpin Harus Punya Kepercayaan Publik
Jokowi melanjutkan, kepercayaan publik merupakan faktor penentu bagi seorang pemimpin untuk bisa mengambil keputusan yang sulit dan keputusan tidak populer.
Hal tersebut dikatakan Jokowi karena tantangan Indonesia ke depannya tidak mudah.
"Menurut saya, pemimpin itu harus punya public trust karena kepercayaan adalah salah 1 faktor penentu,” katanya.
“Bisa berjalan atau tidaknya suatu kebijakan, bisa diikuti atau tidaknya sebuah keputusan. Ini adalah modal politik dalam memimpin sebuah bangsa. Selain itu seorang pemimpin juga membutuhkan dukungan dan kerjasama dari seluruh komponen bangsa," tutupnya.