test

Politik

Kamis, 27 Juni 2019 21:54 WIB

MK Tolak Seluruh Permohonan Gugatan Prabowo-Sandi

Editor: Redaksi

Suasana sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (Foto: PMJ News).
PMJ – Dalam sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan gugatan tim kuasa hukum calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Putusan tersebut menguatkan kemenangan pasangan calon presidan dan wakil presiden nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019. "Mengadili, menyatakan, dalam eksepsi menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan: menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan dalam sidang gugatan hasil pilpres di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019). Dalam sidang putusan tersebut, MK mengatakan bahwa penanganan pelanggaran administratif yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pemilu merupakan kewenangan Bawaslu. Sementara kewenangan MK adalah tentang perselisihan hasil penghitungan suara, sesuai undang-undang. Dalam putusannya, MK menolak semua dalil permohonan tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga lantaran menilai dalil yang diajukan tidak beralasan menurut hukum karena pemohon tidak bisa membuktikan dalil permohonannya dan hubungannya dengan perolehan suara. Dalil yang ditolak di antaranya soal money politics atau vote buying oleh Jokowi-Ma'ruf. Dalil yang dimaksud terkait dengan tuduhan penyalahgunaan anggaran hingga program negara dimana menurut majelis hakim MK, tim hukum Prabowo-Sandiaga tidak merujuk pada definisi hukum tertentu terkait money politics atau vote buying. Pemohon juga tidak bisa membuktikan secara terang hal-hal yang didalilkan itu mempengaruhi perolehan suara Prabowo-Sandi ataupun Jokowi-Ma'ruf. Majelis hakim menyebut bahwa dalam persidangan tidak terungkap apakah pemohon sudah melaporkan dugaan pelanggaran yang didalilkan itu kepada Bawaslu atau belum. Kedua, permohonan soal dugaan ketidaknetralan aparat. MK menerangkan bahwa tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga tidak bisa memberikan bukti meyakinkan soal dalil ketidaknetralan aparatur negara. Ketiga, MK menjelaskan dalil gugatan Prabowo-Sandi soal dugaan pengerahan pejabat negara dan pelanggaran netralitas ASN, mulai dari percepatan THR ASN, kenaikan honor pendamping dana desa, dukungan sejumlah kepala daerah, hingga aksi sejumlah menteri yang dinilai mengkampanyekan Jokowi. MK menerangkan bahwa segala permasalahan tersebut sudah diproses oleh Bawaslu. "Sebagaimana telah diuraikan di atas dan disampaikan di persidangan Bawaslu telah melaksanakan kewenangannya, terlepas dari apa pun keputusannya, yaitu untuk dalil pemohon angka satu, angka empat, angka lima, dan tiga belas. Sementara untuk dalil lainnya, Mahkamah tidak menemukan fakta di persidangan apakah pemohon pernah membuat pengaduan ke Bawaslu yang diduga pelanggaran TSM," ujar hakim konstitusi. Keempat, mengenai Situng terkait Prabowo-Sandiaga kehilangan suara 2.871 suara dalam sehari. Dalam dalil tersebut, disebutkan pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin justru bertambah suaranya. "Bukti video yang dimaksud hanyalah narasi yang menceritakan adanya akun Facebook yang bertambah dan hilangnya suara paslon. Sesuai dengan posisi Situng, yang bukan merupakan basis rekapitulasi suara hasil karena masih dimungkinkan adanya koreksi dan perubahan. Narasi tersebut sama sekali tidak menjelaskan apa pun terkait dengan hasil akhir rekapitulasi perolehan masing-masing paslon," tutur hakim konstitusi Enny Nurbaningsih. Kelima, mengenai gugatan Prabowo-Sandiaga yang mempersoalkan netralitas ASN. MK menegaskan penyelesaian persoalan netralitas ASN merupakan kewenangan Bawaslu. Keenam, MK menganggap dalil adanya TPS siluman yang diajukan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 tidak jelas. Hal tersebut dikarenakan tidak dapat diperiksanya karena bukti yang diajukan oleh tim 02. Ketujuh, mengenai daftar pemilih tetap (DPT) tidak wajar 17,5 juta ditambah daftar pemilih khusus (DPK) 5,7 juta adalah tidak wajar dan menimbulkan penggelembungan suara bagi Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, MK menegaskan bahwa dalil tersebut tidak terbukti. (BHR)

BERITA TERKAIT