test

Hukrim

Rabu, 30 Maret 2022 17:05 WIB

Polri Sebut Pendeta Saifuddin Ibrahim Pantau Proses Penyelidikan Kasusnya

Editor: Hadi Ismanto

Penulis: Yeni Lestari

Tersangka kasus penistaan agama dan ujaran kebencian, pendeta Saifuddin Ibrahim. (Foto: PMJ News/Youtube Saifuddin Ibrahim)

PMJ NEWS - Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyebut tersangka kasus penistaan agama dan ujaran kebencian, pendeta Saifuddin Ibrahim terus memantau proses penyelidikan perkara yang menjeratnya.

Menurut Ramadhan, pihaknya mengetahui lantaran Saifuddin beberapa waktu lalu membuat video tentang polisi yang sedang mencarinya. Video tersebut diunggah di akun Youtube Saifuddin Ibrahim.

"Ada postingan yang dibuat saudara SI. Jadi rekan-rekan bisa melihat dia membuat video baru yang mengatakan polisi sedang mencari yang bersangkutan. Ini artinya dia memantau," ungkap Ramadhan dalam konferensi pers, Rabu (30/3/2022).

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan saat memberikan keterangan pers. (Foto: PMJ News/Nia)
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan saat memberikan keterangan pers. (Foto: PMJ News/Nia)

Diberitakan sebelumnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menetapkan pendeta Saifudin Ibrahim sebagai tersangka kasus ujaran kebencian dan penistaan agama.

"Saat ini yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Direktorat Siber," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (30/3/2022).

Pendeta Saifuddin Ibrahim viral usai meminta Kementerian Agama (Kemenag) menghapus 300 ayat suci di dalam Alquran. Saifudin menilai 300 ayat dalam kitab suci agama Islam itu menjadi penyebab suburnya paham radikalisme dan terorisme di Indonesia.

Selain itu, dia juga mengatakan bahwa pondok pesantren (ponpes) merupakan lembaga pendidikan untuk mencetak terorisme dan paham radikalisme.

Dalam kasus ini, Saifuddin dijerat dengan Pasal berlapis terkait dugaan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan SARA dan atau Pencemaran Nama Baik dan atau Penistaan Agama dan atau Pemberitaan Bohong dan atau menyiarkan berita tidak pasti dan berlebihan melalui Youtube.

Sesuai Pasal 45 ayat 1 Jo pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda Rp1 miliar.

BERITA TERKAIT