logo-pmjnews.com

Fokus

Sabtu, 24 Juli 2021 13:44 WIB

Mengungkap Praktek Kotor Kartel Kremasi

Editor: Ferro Maulana

Kasus Kartel Kremasi. (Foto: Dok Net/ Ilustrasi).
Kasus Kartel Kremasi. (Foto: Dok Net/ Ilustrasi).

PMJ NEWS -  Dugaan adanya 'kartel kremasi' jenazah menyita perhatian publik. Hal itu disebabkan di tengah pandemi Covid-19 ada yang menawarkan jasa kremasi dengan biaya hingga puluhan juta rupiah. Padahal, jasa kremasi di Krematorium hanya sebesar Rp7 juta.

Sebagai informasi, istilah kartel dipakai untuk setiap kesepakatan atau kolusi atau konspirasi yang dilakukan para pelaku usaha.

Tujuannya mengendalikan harga agar memperoleh keuntungan di atas tingkat keuntungan yang wajar seperti dalam kasus kartel kremasi.

Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Ady Wibowo. (Foto: PMJ News)
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Ady Wibowo. (Foto: PMJ News)

Harus tegas dikatakan bahwa kartel merupakan salah satu bentuk kejahatan kerah putih. Peningkatan harga yang tidak rasional menimbulkan dampak buruk terutama di masa pandemi Covid-19.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat melarang kartel. Pasal 11 melarang pelaku usaha membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk memengaruhi harga.

Periksa Tujuh Saksi

Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat terus mengusut kasus dugaan kartel kremasi. Penyelidikan dilakukan melalui pemeriksaan saksi.

"Sampai saat ini kami telah memanggil sebanyak tujuh saksi terkait kasus dugaan praktik kartel kremasi yang sempat viral di Jakarta Barat, " terang Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Ady Wibowo saat dikonfirmasi, Sabtu (24/7/2021).

Jajaran Polres Jakbar dalam pengungkapan kasus kartel Kremasi. (Foto: PMJ News)
Jajaran Polres Jakbar dalam pengungkapan kasus kartel Kremasi. (Foto: PMJ News)


Ady menyampaikan ketujuh orang itu dipanggil untuk dimintai keterangan atas dugaan kasus yang terjadi. Keterangan saksi dibutuhkan dalam mencari unsur pidana dalam kasus tersebut.

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Kompol Joko Dwi Harsono memerinci ketujuh saksi itu. Sebanyak dua saksi dari pengelola Yayasan Mulia di Jakarta Barat, satu saksi dari pengelola krematorium Mulia di Karawang, dan satu saksi pembuat narasi viral, serta tiga saksi terkait lainnya.

"Dari hasil pemeriksaan sementara yang kami peroleh dalam kasus dugaan kartel praktik kremasi tersebut adanya dugaan praktik percaloan," ungkap Joko Dwi.

Namun demikian, menurutnya, masing-masing berdiri sendiri atau tidak terorganisir seperti kartel. Modusnya menaikkan harga dengan motif memperoleh keuntungan.

Joko Dwi menyebut penyidik masih memeriksa warga Jakarta Barat yakni Martin sebagai penyebar narasi dugaan pemerasan kartel kremasi dan Astrid selaku pengunggah foto nota dugaan kartel kremasi.

Terciumnya Kejahatan Kartel Kremasi

Sebelumnya, warga Jakarta Barat bernama Martin mengeluhkan adanya kartel kremasi saat pandemi Covid-19. Hal itu bermula saat ibu mertuanya meninggal dunia di salah satu rumah sakit (RS) pada 12 Juli 2021 lalu.

Proses kremasi. (Foto: Dok Net)
Proses kremasi. (Foto: Dok Net)

Di tengah suasana duka, Martin sempat dihampiri oleh seorang petugas yang yang mengaku dari Dinas Pemakaman DKI Jakarta. Petugas tersebut menawarkan bantuan mencarikan krematorium.

Tetapi, petugas itu menyebut kremasi hanya dapat dilakukan di daerah Karawang, Jawa Barat dengan tarif Rp 48,8 juta. Martin pun terkejut dengan nominal yang disebutkan.

Alasannya, proses kremasi untuk kakaknya yang meninggal beberapa pekan lalu tidak mencapai Rp 10 juta. Bahkan dua kerabatnya yang juga kremasi akibat Covid-19 hanya menghabiskan biaya Rp 24 juta per orang.

"Kami terkejut dan mencoba menghubungi hotline berbagai krematorium di Jabodetabek, kebanyakan tidak diangkat, sementara yang mengangkat jawabnya sudah full," beber Martin saat dikofirmasi, belum lama ini.

Dianggap tarifnya terlalu tinggi, Martin lantas menanyakannya langsung kepada pihak yang mengkremasi kakaknya beberapa waktu lalu. Ternyata tarifnya juga tinggi.

Selanjutnya, mereka menawarkan kremasi di Cirebon, Jawa Barat, dengan tarif Rp45 juta yang dapat dilakukan pada keesokan harinya.

Karena pihak RS minta agar jenazah segera dipindahkan, Martin menyanggupi tawaran kremasi yang di Karawang. Namun, saat itu petugas menyatakan bahwa kuota sudah penuh dan akhirnya menyanggupi yang di Cirebon.

"Besok paginya (13 Juli 2021) pukul 09.30 WIB kami sudah tiba di krematorium di Cirebon. Mobil Jenazah ibu sudah tiba sejak pukul 07.00 WIB, kami memeriksanya memastikan kebenaran peti jenazah mertua yang dibawa," ucapnya.

"Ternyata di dalam mobil jenazah tersebut ada peti jenazah lain. Rupanya satu mobil sekaligus angkut dua jenazah," sambungnya dengan nada terkejut.

Martin pun sempat mengobrol dengan pengurus kremasi di lokasi dan disebutkan tarifnya hanya Rp 2,5 juta. Namun karena prosesnya sesuai dengan standar protokol kesehatan, maka ada penambahan biaya lainnya.

"Sehingga diperlukan APD, penyemprotan dan lain-lain sehingga ada biaya tambahan beberapa ratus ribu rupiah," ungkapnya.

Martin tak habis pikir, betapa teganya kartel kremasi ini meraup keuntungan puluhan juta rupiah dari orang-orang yang kesusahan atau kesulitan akibat pandemi Covid-19. Hanya berbekal telepon dan lobi sana-sini, mereka membooking slot semua krematorium untuk dibisniskan.

Belum lama ini, Martin juga menerima keluhan dari rekannya yang ditawari jasa kremasi jenazah Covid-19 mencapai Rp 80 juta.

"Itu pun harus tunggu beberapa hari lagi. Akhirnya diputuskan dikubur di Rorotan, gratis dibiayai pemerintah," keluhnya

Saat ini, Martin bersama sejumlah pihak tengah fokus untuk mengupayakan pembangunan krematorium. Rencananya krematorium berkapasitas besar itu akan ditujukan bagi warga yang tidak mampu.

"Serta lobby ke Pemda agar jenazah diberikan hotel (penginapan) khusus untuk bermalam saat dalam antrian masuk kremasi," tandasnya.

Tembak Mati Pelaku Kartel Kremasi

Menanggapi praktik kartel kremasi jenazah Covid-19, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengungkapkan pernah membicarakan praktek semacam itu kepada Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Fadil Imran. Menurutnya, praktek kartel lebih jahat daripada korupsi atau peredaran narkoba.

"Saya minta kepada Kapolda, pernah saya bicara hal-hal seperti itu lebih jahat daripada narkoba. Lebih jahat dari korupsi, tembak mati aja pelakunya. Saya bilang gitu," tegasnya di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat.

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. (Foto: Dok Net)
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. (Foto: Dok Net)

Sebelumnya, Wakil Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah menerima laporan soal dugaan kartel kremasi jenazah Covid-19 dengan tarif tinggi, Rp 45-65 juta per jenazah. Keluarga yang sedang berduka diperas untuk mengeluarkan uang hingga puluhan juta rupiah.

Laporan yang diterima Ima menuturkan, pengalaman seorang warga Jakarta Barat bernama Martin. Dalam tulisannya, Martin bercerita, dirinya mendapat beberapa tawaran jasa kremasi dengan harga di atas normal dari oknum Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI.

Prasetio meminta para pengusaha krematorium tak memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 dengan melambungkan tarif paket kremasi.

"Saya minta tolong kepada para pengusaha. Ya sadar diri lah kondisi republik ini khususnya Jakarta memang sedang force majeur," kesalnya.

Sementara itu, Kepala Distamhut DKI Suzi Marsitawati membenarkan ada keluhan dari warga soal tingginya harga paket kremasi.

Namun dirinya mengklarifikasi tidak ada petugas Palang Hitam Distamhut DKI yang mengantarkan jenazah Covid-19 untuk kremasi hingga keluar Ibu Kota.

Suzi mengatakan permintaan pelayanan pemakaman di Jakarta saja sudah tinggi, sehingga tidak ada petugas dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI yang mengantar jenazah untuk kremasi.

"Kami telah menelusuri bahwa pada tanggal 12 Juli 2021, petugas kami tidak ada yang mengantar jenazah kremasi ke luar Jakarta," tukasnya.

Tindak Tegas Terhadap Pungutan Liar

Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 55/SE/Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemulasaraan Jenazah Pasien Covid-19 di DKI Jakarta Tahun 2020.

Pemakaman jenazah Covid-19. (Foto: Dok Net)
Pemakaman jenazah Covid-19. (Foto: Dok Net)

Adapun dalam poin C surat edaran itu merinci empat hal. Poin itu mengenai menuju tempat pemakaman/kremasi jenazah. Pertama, setelah semua prosedur pemulasaraan jenazah dilaksanakan dengan baik, pihak keluarga dapat turut dalam penguburan jenazah itu.

Kedua, jenazah diantar mobil jenazah khusus dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota ke tempat pemakaman/tempat kremasi.

Ketiga, pastikan penguburan/kremasi tanpa membuka peti jenazah.

Keempat, pe­nguburan dapat dilaksanakan di tempat pemakaman umum. Pada situs resmi corona.jakarta.go.id menyebutkan secara jelas tempat penguburan, yaitu TPU Tegal Alur dan Pondok Ranggon.

Sama sekali tidak disebutkan tempat krematorium. Menurut Kepala Distamhut DKI Suzi Marsitawati, aturan ini mestinya menyebutkan juga tempat kremasi gratis sehingga tidak ada kesan diskriminasi.

Kremasi itu selain perintah agama juga sebuah pilihan yang mestinya dihormati. Tugas Pemprov DKI Jakarta memberikan pelayanan yang sama terhadap semua umat beragama.

Indonesia telah mengikuti ketentuan WHO yang juga diterapkan di negara-negara lain dalam pemulasaraan jenazah pasien Covid-19, disertai tata cara agama yang dianut.

Protokol serupa sebelumnya juga telah diterapkan bagi pasien penyakit menular lain, seperti HIV/AIDS, hepatitis b, ebola, dan difteri. Kebijakan pemerintah sudah sangat baik, meski penerapannya masih tertatih-tatih.

Pemerintah menanggung seluruh biaya perawatan pasien covid-19, tidak hanya pasien dalam pengawasan (PDP) dan positif korona, tetapi juga orang dalam pemantauan (ODP). Biaya ditanggung sesuai standar biaya perawatan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu bagi Rumah Sakit yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Disease 2019.

Biaya yang ditanggung mencakup administrasi pelayanan, akomodasi ruang rawat inap, jasa dokter, pelayanan rawat jalan dan rawat inap, pemeriksaan penunjang diagnostik (laboratorium), obat, alat kesehatan, bahan medis habis pakai, alat pelindung diri (APD), ambulans rujukan, hingga pemulasaraan jenazah apabila pasien meninggal dunia.

Berdasarkan aturan di atas, kepala daerah sepatutnya bertindak tegas bila masih ada pungutan liar terkait dengan pemakaman/kremasi pasien Covid-19.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil patut dicontoh. Ia memecat dan memproses secara hukum oknum pengubur jenazah pasien Covid-19 di TPU Cikadut yang diduga melakukan pungutan liar terhadap keluarga pasien covid-19.

Ditunggu ketegasan Pemprov DKI Jakarta untuk menindak pelaku kartel kremasi di Jakarta.

BERITA TERKAIT