test

News

Minggu, 13 Desember 2020 18:32 WIB

Wamenag Sebut Kekerasan Mengatasnamakan Agama dan Jihad Tidak Dibenarkan

Editor: Hadi Ismanto

Wakil Menteri Agama, zainut Tauhid Sa'adi. (Foto: PMJ News/Dok Net).

PMJ NEWS - Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau ormas Islam agar berkomitmen dalam dakwah amar ma'ruf (menegakkan kebenaran) dan nahyi munkar (mencegah keburukan) yang mengedepankan kebijaksanaan bukan kekerasan.

Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan kekerasan yang mengatasnamakan agama dan jihad tidak dibenarkan dalam Islam.

"Arti jihad itu sendiri bukanlah perang, apapun dan di manapun yang dilakukan muslim untuk mendapatkan kekuasaan, ketenaran, harta dan kekayaan," jelas Zainut dalam keterangannya, Minggu (13/12/2020).

"Jihad adalah abstract noun atau masdar dalam bahasa Arab yang asal katanya 'jahada' yang berarti 'berjuang dan berusaha keras'. Jihad dalam konteks keislaman adalah melawan kecenderungan jahat dalam diri sendiri, seperti malas dan dengki," sambungnya.

Zainut mengakui saat ini memang ada pergeseran pemahaman sebagian orang dalam memaknai tugas dakwah amar ma'ruf nahi munkar.

Dia menilai kebanyakan pihak memahami jika melaksanakan amar ma'ruf dengan cara lembut, bijak, dan penuh kedamaian, maka nahyi munkar harus dengan cara keras. Menurut dia, hal tersebut tidak sepenuhnya benar.

"Rasulullah mengajarkan untuk melaksanakan amar ma'ruf nahyi munkar itu harus dengan penuh kebijaksanaan, contoh yang baik dan berdiskusi dengan cara yang lebih baik," tuturnya.

Karena itu, Zainut berharap semua umat Islam khususnya para pengikut Habib Rizieq Shihab tidak berlebihan menanggapi penahanan pimpinan FPI itu dengan ajakan-ajakan berdalih jihad.

"Ikuti saja prosesnya, berdoa semoga kasus ini selesai dan semua pihak mendapat keadilan," imbuhnya.

Ia berpendapat saat ini para ulama dihadapkan pada tantangan perubahan zaman di era keterbukaan informasi dan era digital. Tapi antusias masyarakat untuk memperoleh informasi dan ilmu, termasuk ilmu agama, terkendala rendahnya tingkat literasi.

Faktor tersebut berdampak pada maraknya hoaks di tengah masyarakat, termasuk hoaks berkenaan dengan isu keagamaan. Alhasil, media sosial dipenuhi konten berisikan ujaran kebencian mengatasnamakan agama.

"Hal ini bisa melahirkan intoleransi di tengah masyarakat, serta menjadi tantangan pada keharmonisan kehidupan berbangsa,” tukasnya.

BERITA TERKAIT