test

Figur

Kamis, 30 April 2020 11:41 WIB

24 Tahun Silam, Ini Kronologi Wafatnya Ibu Tien Soeharto Versi Mba Tutut

Editor: Ferro Maulana

Mantan Presiden Alm Soeharto dan Alm Ibu Tien Soeharto. (Foto: Dok Net/ Ist).

PMJ – Dua hari yang lalu, masyarakat Indonesia kembali mengenang kepergian Ibu Negara Kedua. Raden Ayu Siti Hartinah (atau lebih dikenal dengan Ibu Tien Soeharto) meninggal pada Minggu (28/04/1996) silam.

Istri Presiden Indonesia kedua, Jenderal Besar Purnawirawan Soeharto ini selanjutnya dimakamkan keesokan harinya pada tanggal 29 April 1996 sekitar pukul 14.30 WIB di Astana Giri Bangun, Jawa Tengah. Kematian ibu Tien Soeharto saat itu menimbulkan berbagai spekulasi.

Beredar kabar penyebab kematian Bu Tien lantaran tertembak oleh salah satu adik Tutut Soeharto. 24 tahun sudah berlalu, Tutut Soeharto, akhirnya buka suara terkait kematian sang ibu. Berikut penjelasan lengkapnya, hari ini, Kamis (30/04/2020).

Dalam penjelasannya, Tutut Soeharto mengawalinya dengan cerita awal dirinya mendengar kabar duka tersebut. Saat itu, Tutut Soeharto tengah bertugas untuk memimpin sidang organisasi donor darah dunia di Prancis dan dilanjutkan di Kota London. Ya, pada tahun 1996, Tutut Soeharto dipercaya untuk menjabat sebagai Presiden Donor Darah Dunia.

Alm Ibu Tien Soeharto. (Foto: Dok Net/ Ist)

"Betapa terkejut ketika saya mendengar berita ibu telah tiada. Pada saat saya berangkat, ibu masih segar bugar," tulisnya dalam Catatan Mbak Tutut yang bertajuk '24 Tahun Yang Lalu'.

Pasca mendengar kabar meninggalnya sang ibu, Tutut Soeharto langsung bergegas pulang kembali ke Jakarta. Anak ibu Tien Soeharto ini mengaku, itu menjadi perjalanan paling lama yang dirasakan selama dirinya bepergian.

Namun, sang ibu meninggal, tersebar berbagai pemberitaan yang menyebutkan Ibu Tien meninggal gara-gara tertembak oleh adik-adiknya. Tutut mengaku heran dengan orang yang tega menyebarkan berita hoax tersebut dan terus menerus diulang-ulang.

"Lalu saya mendengar berita tersebar, bahwa ibu wafat karena tertembak oleh adik-adik saya. Saya heran, siapa manusia yang tega menyebarkan berita keji tersebut," tulis Tutut, dalam tulisan 24 Tahun Lalu, Kamis (30/04/2020).

"Demi Allah, apa yang bapak ceritakan, itu yang terjadi. Tadinya saya akan diamkan saja. Tapi rasanya berita itu semakin diulang-ulang ceritanya oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab," tulis Tutut.

Dalam tulisan yang diunggah pada Rabu (29/04/2020) tersebut, Tutut pun berjanji, sebelum dipanggil Allah SWT, ingin masyarakat mengetahui kebenarannya. Siapa pun yang membuat cerita dan ikut menyebarkan, Tutut menyerahkan kepada Allah SWT.

Mba Tutut. (Foto: Dok Net/ Ist).

"Sebelum Allah SWT memanggil saya, masyarakat harus tahu kebenarannya. Dan Alhamdulillah sekarang ada medsos, yang Alhamdulillah, sayapun ikut aktif di sana. Siapapun yang membuat cerita itu, dan siapapun yang ikut menyebarkan, kami serahkan pada Allah untuk menilainya. Karena kami meyakini, bahwa Allah adalah Hakim Yang Maha Adil," tulis Tutut.

Dalam tulisan berjudul '24 Tahun Yang Lalu' itu, Tutut yang merupakan putri sulung pasangan Soeharto dan Ibu Tien mengisahkan peristiwa wafatnya sang ibu pada 28 April 1996.

Kronologi Wafatnya Ibu Tien Soeharto

Dua puluh empat (24) tahun yang lalu, tepatnya tanggal 28 April 1996, Ibu kami tercinta telah dipanggil Allah SWT. Pada saat itu saya sedang bertugas memimpin sidang organisasi donor darah dunia (di Prancis dan Kemudian di London). Alhamdulillah, pada saat itu saya menjabat sebagai Presiden Donor Darah Dunia.

Betapa terkejut ketika saya mendengar berita ibu telah tiada. Pada saat saya berangkat, ibu masih segar bugar. Mendengar kabar lelayu (berita Ibu wafat), saya langsung kembali ke Jakarta. Itulah perjalanan paling lama yang saya rasakan selama saya bepergian.

Penerbangan yang saya dapat waktu itu SQ, dan harus berhenti si Singapore. Untuk mempercepat waktu, suami saya menjemput saya di Singapore. Kami langsung menuju ke Solo. Jenazah ibu sudah ada disana.

Setelah bertemu ibu dan bapak, kami berangkat ke makam di Giribangun. Saya menemani bapak satu mobil. Di dalam perjalanan menuju makam, dengan suara yang dalam, tiba-tiba bapak bercerita.

“Ibumu pagi itu, mengeluh”

“Bapak, aku kok susah nafas yo”

“Bapak tanya mana yang sakit bu”

Ibumu bilang “Ora ono sing loro (tidak ada yang sakit), mung susah nafas pak (hanya susah nafas pak)”

Bapak bertanya lagi, “Dadanya sakit nggak bu”

Ibumu berbisik “ Ora ono (tidak ada)”

Bapak rebahkan ibu dengan bantal yang agak tinggi, karena ibumu susah nafasnya.

Bapak panggil ajudan untuk segera menyiapkan ambulans. Ibu harus dibawa ke rumah sakit segera.

Saya mencoba bertanya ke bapak “Jadi ibu tidak mengeluh sakit sedikitpun pak?”

Bapak menjawab dengan tegas, “Tidak, ibu hanya mengatakan susah nafas.”

“Jam berapa itu pak?” saya bertanya.

“Kurang lebih jam 3” kata bapak. Berarti setelah bapak sholat tahajut.

Kemudian bapak melanjutkan ceritanya, “Di dalam perjalanan, ibumu sudah tidak sadar. Sampai di rumah sakit, semua dokter sudah berusaha untuk membantu ibumu. Tapi, Allah berkehendak lain.”

Bapak terdiam tidak bicara lagi. Sepertinya, bapak ingin mengungkapkan perasaan hati yang kehilangan ibu dengan bercerita.

Tak dapat saya bendung air mata saya.

Bapak dan ibu tak pernah berjauhan. Beliau berdua saling mencinta, saling mendukung, dan saling membantu. Begitu yang satu tidak ada lagi di kehidupan, maka akan terasa, ada sesuatu yang hilang dalam dirinya.

Sahabat…, terima kasih yang tulus kami sampaikan, atas doa yang selalu dilantunkan untuk Ibu dan Bapak kami tercinta. Semoga Allah SWT, membalas dengan berlipat ganda… Aamiin.

Terima kasih kami haturkan ya Allah, telah memilihkan kami terlahir dari seorang ibu yang baik, bijaksana, hormat pada orang tua dan suami dan sesepuh, penuh kasih sayang, peduli pada yang berkekurangan, membantu yang membutuhkan, memberi pada yang tidak berkecukupan.

Ya Allah ampuni dosa ibuku…

Maafkan segala kesalahannya…

Terimalah semua amal ibadahnya…

Tempatkan ibuku di sorga-Mu yang terindah, bersama Bapak dan bersama orang-orang yang datang sebelum kami, yang beriman dan Engkau sayangi.

Ibu… tenanglah di atas sana…

Doa kami selalu menyertaimu…

We love you always ibu…

Jakarta 29 April 2020

Hj Siti Hardiyanti Rukmana. (Situs Tutut Soeharto/ FER)

BERITA TERKAIT