test

Opini

Senin, 14 September 2020 17:38 WIB

Wakapolri Berdayakan Jeger Pasar, Sosiolog: Jangan Ada Stigma Negatif, Fokus ke Tujuan

Editor: Fitriawan Ginting

Pakar Hukum Pidana dan Dosen Sosiologi Hukum dan Kriminologi Azmi Syahputra. (Foto ; PMJ/Ist).

PMJ- Banyak masyarakat memandang stigma negatif dari kata preman. Pakar Hukum Pidana Dr. Azmi Syahputra, SH, MH yang juga Dosen Sosiologi Hukum dan Kriminologi menjelaskan untuk tidak terjebak oleh stigma tersebut.

Dikatakan Azmi Syahputra, mereka yang menjadi petugas keamanan di pasar tradisional, belum tentu seorang preman yang jahat. Boleh jadi, mereka bakal menjadi pahlawan dengan mendorong kedisiplinan warga dan konsumen pasar dalam menjalankan Protokol Kesehatan (Prokes) guna mencegah Covid-19.

Pernyataan Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono soal pemberdayaan sosok petugas keamanan informal, biasa disebut preman atau jeger, di pasar- pasar tradisional punya tujuan mulia dan sangat baik. Hal ini agar pedagang dan pengunjung pasar taat patuh kepada protokol kesehatan Covid-19. Ini dikarenakan, pasar dan pusat perdagangan di beberapa kasus terbukti menjadi klaster penyebaran Covid-19.

“Penggunaan istilah jeger yang kemudian media memperluasnya menjadi preman, tak perlu dimaknai secara dangkal. Harus dipahami bahwa dalam setiap komunitas selalu ada tokoh-tokoh yang dipandang dan menjadi panutan,” kata Azmi Syahputra, Senin (14/9/2020).

Menjadikan tokoh yang dipandang dalam komunitas menjadikan perintah, ajakan, anjuran menjadi lebih efektif. Bahkan, seringkali tanpa harus memberikan ancaman atau sanksi jika tokoh terpandang di komunitasnya melakukan suatu tindakan, akan langsung dicontoh oleh anggota komunitas.

“Dalam sosiologi, ini dapat terjadi karena masyarakat kita secara mayoritas diikat oleh hubungan relasi patron and client, relasi saling tergantung. Atau dalam pendekatan lain, karena rasa in group dan out group, kalau tidak mengikuti tokoh seperti bukan dari bagian group,” papar Azmi.

Ia menegaskan, pernyataan Wakapolri dipahami sebagai ajakan agar semua elemen bisa patuh pada protokol kesehatan. Jika tidak patuh maka minta bantuan kepada tokoh setempat atau tokoh komunitas.

“Kalau di pasar ada jeger, di komunitas lain ada tokoh yang lain. Jadi bukan soal preman, tetapi siapa saja yang berpengaruh di lingkungkungannya agar patuh anjuran, ajakan kepada protokol Covid-19 menjadi lebih efektif,” tandasnya.

“Jadi bukan soal preman tetapi kepada seluruh tokoh komunitas apa saja. Apalagi ada realitas preman pensiun, preman sadar ini fenomena yang ada di kehidupan. Jadi ayo kita patuhi protokol kesehatan, karena ancaman Covid-19 itu nyata. Kalau perlu tanpa harus berdebat, siapa penyampai kebaikan itu,” ajak Azmi.

Ia memastikan, inti ajakan Wakapolri yakni mendorong setiap elemen kelompok masyarakat untuk ikut berperan agar semakin patuh pada penegakan protokol kesehatan Covid-19. Ia meminta untuk fokus pada tujuan, substansi yang mau dituju atas harapan Kapolri demi kesehatan dan keselamatan kemanusiaan.(Gtg-03)

BERITA TERKAIT