test

Fokus

Kamis, 16 Juli 2020 13:00 WIB

Miris, 7.758 Kursi Kosong SD-SMA Negeri di Jakarta Rentan Diperjualbelikan

Editor: Ferro Maulana

Arist Merdeka Sirait selaku Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak. (Foto: PMJ News).

PMJ - Tersisanya ribuan kursi Sekolah Negeri di DKI Jakarta dan Kepulauan Seribu memastikan bahwa seleksi penerimaan siswa tahun ajaran baru zonasi PBDB 2020/2021 DKI Jakarta salah urus dan gagal paham mengimplementasikan Permendikbud No. 45 Tahun 2019, dengan demikian Surat Keputusan Petunjuk Teknis (Juknis) No. 501 Tahun 2020 merupakan batal demi hukum.

Karena itu, pelaksanaan sistem seleksi penerimaan siswa baru di sekolah negeri di Jakarta harus diulang dan menerbitkan SKPT yang baru dan didasarkan pada ketentuan Permendikbud yang berkeadilan, tranpasaran, dan kredibel, demikian diungkapkan Aris Merdeka Sirait yang merupakan Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak kepada PMJ News, yang meminta pendapatnya mengenai tersisanya ribuan kursi di 115 SMA dan SMK Negeri di lingkungan DKI Jakarta di kantornya.

Lebih jauh, menurut Arist, tersisanya kursi kosong di sekolah-sekolah Negeri di DKI Jakarta dan Kepulauan Seribu membuktikan bahwa telah terjadi unsur kesengajaan salah urus dalam seleksi penerimaan murid baru 2020 DKI Jakarta yang menyebabkan ribuan anak kehilangan kesempatan belajar dan hak mendapat pendidikan di sekolah-sekolah negeri pilihan anak akibatnya rentan dan tidak tertutup kemungkinan terjadinya jualbelil kursi kosong dilakukan oleh otoritas pelaksana Pendidikan.

Tak berlebihan, dengan banyaknya kursi disengaja kosong dengan cara mengubah teknis pelaksaan dan dengan cara merusak program elektronikya. Sementara puluhan ribu anak saling berebut melalui mendaftar melalui jalur zonasi afirmasi, jarak dan inklusi. Demikian juga melalui jalur prestasi non akademik dan akademik nyata-nyata gugur dan tidak dapat diterima hanya karena batasan usia.

Kursi kosong. (Foto: PMJ News/ Ilustrasi).

Penerimaan siswa Sekolah Negeri melalui sistem zonasi bina RW yang ditawarkan kepada anak untuk memanfaatkan kouta zonasi Jarak dan prestasi non akadenik nyata-nyata tidak menjawab keresahan siswa dan orang tua wali, dan disinyalir merupakan aksi tipu- tipu dan tidak berpikir merugikan hak anak atas pendidikan.

Aksi Tipu-tipu

Masih dari penuturan Arist, pertanyaan mendasarnya adalah dimana dasar dan letaknya sesungguhnya Plt Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Kepala Dinas Pendidikan serta Sekda Pemprop DKI Jakarta yang menyatakan bahwa pelaksanaan seleksi penerimaan siswa tahun ajaran baru 2020 PPBD DKI Jakarta sudah sesuai dengan ketentuan Permendikbud No. 44 Tahun 2019.

Pernyataan dan sikap ini merupakan aksi tipu-tipu dan merupakan kebohongan publik. "Berhentilah melakukan kebohongan publik apalagi kepada anak". "Jangan ajarkan anak dengan kebohongan"

“Demi kepentingan terbaik hak anak atas pendidikan biarlah keadilan bergulun-gulun seperti air dan harus dijalankan sampaikan dunia ini runtuh,” tutur Arist.

6.666 Kursi Kosong di SD

Kondisi tidak adil ini diakui Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta di hadapan Wakil Rakyat DPRD DKI Jakarta.

Kepala Dinas DKI Jakarta, Nahdiana mengungkapkan terdapat 7. 758 kursi kosong dari total daya tampung Sekolah Negeri tingkat SD, SMP, dan SMA di Jakarta pada penutupan PPDB sistem zonasi tahun ajaran 2020-2021.

Nadiana merinci ada 6.666 kursi kosong dari 99. 392 kursi kosong pada jenjang SD atau 6,71 persen dari daya tampung yang disediakan. Kemudian sisa kursi kosong untuk tingkat SMP Negeri adalah 622 dari 79.000, 75 kursi atau 0,7 persen atau 0,79 persen dari daya tampung yang disediakan.

Sementara itu, tercatat sebanyak 225 kursi kosong dari 31.964 kursi pada jenjang SMA dan 245 kursi kosong dari 19.233 kursi pada tingkat SMK. Sedangkan untuk sisa kosong tingkat SMA adalah 0,7 persen untuk SMA.

Dari data-data kekosongan kursi sekolah negeri yang dilaporkan Kepala Dinas Pendidikan diakui sebagai kerja salah urus dan lebih patalnya mengakibatkan banyaknya anak usia sekolah kehilangan kesempatan belajar. Ini merupakan kekerasan negara terhadap hak anak atas pendidikan.

Atas kegagalan ini, Komnas Perlindungan Anak meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memerintahkan Gubernur DKI Jakarta untuk membatalkan SK Petunjuk Teknis 501 dan memberikan stimulus langsung kepada sekolah-sekolah swasta dan bagi peserta didik yang memilih melanjutkan pendidikan ke sekolah swasta demikian juga pemberian stimulus biaya internet selama melaksanakan hak atas pendidikan di rumah melalui Jaring.

“Untuk kepentingan ini Komnas Perlindungan Anak membuka posko pengaduan bagi siswa dan orang siswa yang dirugikan oleh SK Petunjuk Teknis 501,” tutupnya. (FER).

BERITA TERKAIT