Kamis, 22 Agustus 2024 12:38 WIB
Waspada, 'Hobi Tidur' Dikaitkan dengan Gangguan Hipersomnia
Editor: Hadi Ismanto
PMJ NEWS - Pemenang lomba Tidur Nasional Vol 1, Yuniar Dwi Setiawati bisa tetap terlelap ketika ada gempa bumi. Meskipun terkesan sepele, kondisi 'hobi tidur' ini mungkin saja bisa dikaitkan dengan gangguan tidur hipersomnia.
"Hipersomnia merupakan kondisi saat seseorang mengalami rasa kantuk berlebihan terutama di siang hari. Mereka yang mengalami hipersomnia juga dapat tertidur secara berlebih pada malam hari," demikian dikutip dari laman Healthline, Kamis (22/8/2024).
Sejatinya waktu tidur yang ideal bagi orang dewasa adalah sekitar tujuh hingga sembilan jam setiap malamnya. Namun, bagi penderita hipersomnia mungkin tidur lebih dari 11 jam sehari dan bahkan tetap merasa lelah dan tidak segar.
Kondisi hipersomnia juga dapat memengaruhi suasana hati dan kognisi. Gejala yang umum terjadi meliputi gampang marah, kecemasan, rasa kantuk atau kelelahan yang terus-menerus, kesulitan berpikir atau berbicara, kesulitan mengingat, serta merasa gelisah.
Selain rasa lelah dan kantuk yang kronis, hipersomnia juga dapat mengganggu kehidupan sehari-hari. Mereka yang mengalami hipersomnia sering kali mengalami kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, hubungan pribadi, atau kewajiban sosial lainnya.
Hipersomnia terbagi atas dua tipe. Pertama, hipersomnia primer mencakup kondisi seperti narkolepsi, hipersomnia idiopatik, dan sindrom Kleine-Levin.
Kedua, hipersomnia sekunder adalah ketika kondisi ini disebabkan oleh kondisi medis yang mendasari, penggunaan obat-obatan atau penggunaan zat, atau bahkan sindrom tidur yang tidak memadai.
Akibatnya, solusi pengobatan untuk hipersomnia dapat bervariasi. Langkah-langkah dasar dapat mencakup mematuhi waktu tidur yang teratur dan menghindari zat-zat seperti alkohol yang dapat memengaruhi tidur serta kognisi.
Untuk orang dengan hipersomnia sekunder, menargetkan kondisi kesehatan yang mendasari adalah tujuan utama. Namun, orang dengan hipersomnia primer mungkin merasa lega dengan mengikuti rencana perawatan yang sama seperti untuk narkolepsi.
Meskipun hipersomnia tidak secara langsung terkait dengan risiko kesehatan yang merugikan seperti hipertensi atau diabetes seperti insomnia kronis, hipersomnia tetap berpotensi melemahkan.
Pasalnya, seseorang yang mengalami kantuk berlebihan secara terus-menerus akan mengalami gangguan kognitif yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Dampaknya bisa dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari karir hingga hubungan pribadi. Bahkan rasa kantuk kronis bisa meningkatkan risiko kecelakaan seperti saat mengemudi, serta memperbesar kemungkinan tergelincir atau jatuh.