Sabtu, 11 September 2021 17:26 WIB
Saipul Jamil Bebas Disambut Pedas
Editor: Ferro Maulana
PMJ NEWS - Saat ini, nampaknya kita tengah bermasalah dengan keadaban publik. Keadaban publik merujuk terhadap kondisi sikap atau perilaku yang menghargai dan peduli dengan orang lain, serta menjunjung tinggi norma dan etika dalam berinteraksi dengan orang lain dan dalam kehidupan publik.
Pemanggungan publik figur yang menjadi terpidana kasus pedofilia, terutama di media televisi, secara masif mengusik rasa keadilan bagi para korban. Selain itu, akan menjawab pertanyaan serius bagi kualitas keadaban publik.
Publik figur yang beberapa hari terakhir mendapatkan sorotan publik yaitu Saipul Jamil (SJ) yang baru keluar dari jeruji besi.
Saipul Jamil dihukum lantaran terbukti di Pengadilan telah melanggar Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencabulan.
Hukumannya ditambah atas upayanya menyogok Majelis Hakim yang memutuskan upayanya dalam proses Peninjauan Kembali (PK).
Karena itu, dalam kasusnya, sesungguhnya Saipul Jamil merupakan figur dengan predikat lengkap. Saipul Jamil adalah narapidana kasus asusila dan dengan sadar menempuh upaya ilegal untuk meringankan kasusnya itu.
Atas segala kesalahan yang dilakukannya, Saipul Jamil menjalani hukuman hingga tuntas. Namun, masalah kemudian muncul begitu dia kembali menghirup udara bebas, tepat di pintu keluar lembaga pemasyarakatan yang mengurungnya selama delapan tahun.
Saipul Jamil diarak, dikalungi bunga, dan disiarkan langsung secara online melalui media sosial. Bila prosesi demikian sifatnya masih terbatas pada ranah personal, maka tidak lama kemudian SJ diberi panggung untuk acara di televisi.
Untuk diketahui, di tengah suasana pembatasan karena pandemi dan televisi adalah pilihan hiburan yang murah dan mudah diakses.
Maka, kemunculan Saipul Jamil langsung direspon masyarakat luas. Sebagian kecil membela, tetapi lebih banyak mengkritik keras atau menghujat hingga membuat petisi netizen atau warganet.
Alasannya, kemunculannya begitu keluar dari penjara, dengan fasilitas yang diberikan berbagai media dengan segala pembenaran dirinya, seperti menampar keadaban publik
Mensyukuri dan mengambil hikmah atas masalah yang dihadapi yaitu satu hal kewajaran. Namun memanggungkan status pelaku pedofil jelas menyinggung perasaan masyarakat luas, terutama para korban pedofilia.
Sebenarnya, terkait kekerasan seksual pada anak bukanlah hal sembarangan dan tentu bukan pula humor sebagai solusinya. Sekarang ini, data Kasus Pengaduan Anak Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPAI) tahun 2016-2020, menyajikan informasi terkait yang patut membutuhkan perhatian bersama.
Data KPAI tersebut menyebutkan, terdapat 119 kasus aduan anak sebagai korban kekerasan psikis (ancaman, intimidasi, dan sebagainya), 419 kasus aduan anak sebagai korban kekerasan seksual (pemerkosaan atau pencabulan), dan 20 kasus aduan anak sebagai korban sodomi atau pedofilia.
Berdasar data tersebut, setidaknya terdapat 550 anak yang bermasalah sebagai korban kekerasan dan kelainan seksual manusia dewasa.
Saat ini, minimal pada diri ratusan anak tersebut harus menanggung tekanan perasaan yang sangat berat dengan menyaksikan betapa pelaku dan media yang menyiarkan, langsung maupun tidak langsung, memberi pemakluman atas tindakan asusila seorang pedofil.
Pelecehan Terhadap Korban Kekerasan Seksual
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencermati glorifikasi berlebihan dari pembebasan artis Saipul Jamil. Komnas PA mengungkapkan, saat Saipul Jamil disambut dengan kalungan bunga serta arak-arakan, di saat yang bersamaan korban pelecehan seksual kembali mengingat luka lamanya.
"Itu sangat melukai korban ya. Bayangkan (aksi glorifikasi Saipul Jamil) begitu melukai hati korban," terang Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait.
Arist mengeluhkan apa yang ditampilkan di media berkenaan glorifikasi Saipul Jamil sebagai hal yang tidak pantas.
Sepatutnya ada hak-hak dari korban kekerasan seksual yang perlu diperhatikan dari tayangan penyambutan Saipul Jamil tersebut.
"Itu tidak mendidik dan tidak patut tampil di media-media, karena bukan sosok atau artis yang baik. Bukan sosok manusia untuk menjadi teladan," tegas Arist.
Arist pun tak dapat membayangkan bagaimana perasaan korban pelecehan seksual Saipul Jamil ketika melihat arak-arakan dan penyambutan yang seharusnya tidak dilakukan terhadap pelaku pencabulan.
"Itu adalah pelecehan terhadap martabat dari korbannya. Dan ribuan anak-anak yang pernah mengalami kejahatan seksual yang sama seperti apa yang dilakukan Saipul Jamil," kesalnya.
Menurut Arist, yang seharusnya diinformasikan kepada masyarakat yaitu soal jaminan Saipul Jamil tak bakal melakukan hal serupa yakni pelecehan seksual pasca bebas dari penjara.
"Apa jaminannya ketika dia keluar itu tidak melakukan perbuatan yang sama? Siapa yang menjamin hal itu. Apa itu sudah ada proses pemulihan saat menjalani hukuman? Tidak ada berita itu kan," pungkasnya.
Kecaman DPR Atas Glorifikasi Saipul Jamil
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengkritik keras glorifikasi dengan sambutan positif yang dilakukan beberapa stasiun televisi kepada mantan pelaku pencabulan Saiful Jamil.
"Saya mengecam aksi glorifikasi Saipul Jamil itu. Seakan kasusnya dia hanya lucu-lucuan sekali lewat," ujar Ahmad Sahroni, dalam siaran persnya di Jakarta, belum lama ini.
Ini sama saja seperti memaklumi atas apa yang sudah diperbuat oleh yang bersangkutan, dan ini sama sekali tidak sensitif terhadap perasaan korban," kesalnya.
Dirinya pun meminta kepada stasiun televisi untuk berhenti mengglorifikasi Saipul Jamil. Hal itu disebabkan, Saipul terkena kasus pencabulan, sehingga seharusnya tidak ada kata pemakluman atas perbuatannya.
Ahmad Sahroni juga menyoroti tentang resahnya masyarakat atas sambutan dari media massa terhadap kebebasan Saipul Jamil yang berlebihan. Sehingga menunjukkan warga juga turut mengkritisi penyambutan itu.
“Sekarang ini banyak masyarakat yang resah, mereka juga turut khawatir hingga memunculkan petisi penolakan yang sudah ditandatangani oleh ratusan ribu warga. Dan ini tentunya harus didengar," ujarnya.
Sahroni selaku Wakil Ketua Komisi III menilai masyarakat tidak bisa melakukan pembiaran atas glorifikasi mantan pelaku pencabulan.
Namun justru harus mendapat sanksi sosial sehingga menimbulkan efek jera.
KPAI Ajak Masyarakat Tak Tonton Saipul Jamil
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti meminta masyarakat agar tidak menonton tayangan yang menampilkan mantan narapidana kasus pencabulan, Saipul Jamil.
Retno mengimbau, gerakan itu bakal membuat Saipul Jamil tak akan laku di dunia entertainment.
"Kita enggak usah nonton. Saat dia muncul di TV langsung saja ganti channel-nya, kita boikot oleh masyarakat," dalam Channel YouTube miliknya, baru-baru ini.
"Maka dia enggak laku di dunia hiburan. Atau dia tampil di YouTube juga," sambungnya.
Retno menyebut Saipul Jamil sudah memberikan contoh tak baik kepada masyarakat secara luas karena terlibat kasus pencabulan sampai kasus suap.
Hingga akhirnya, mantan suami Dewi Persik itu pun mendekam di penjara sejak 2016 lalu.
Masih dari penuturannya, media harus memakai perspektif perlindungan terhadap anak.
Karena itu, sudah sepatutnya media tak menampilkan Saipul Jamil karena telah menjadi contoh tak baik bagi masyarakat.
"Sekali lagi berharap kepada media tak memberi ruang. Namun, bila memberikan ruang, harus beri catatan dia pernah melakukan pencabulan," pungkasnya.