test

News

Kamis, 1 Oktober 2020 13:27 WIB

Moeldoko Tegaskan Jangan Takuti Masyarakat dengan Isu Kebangkitan PKI

Editor: Fitriawan Ginting

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. (Foto: PMJ/ Dok Net)

PMJ- Di akhir September lalu, lagi-lagi isu PKI digulirkan bahkan cenderung dikencangkan bunyinya. Terbaru Jenderal Purnawirawan TNI Gatot Nurmantyo bicara tentang hal itu. Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal Purnawirawan Moeldoko pun akhirnya angkat bicara. Moeldoko mengatakan, tidak mungkin ada peristiwa yang tiba-tiba datang.

"Saya sebagai pemimpin yang dilahirkan dari akar rumput bisa memahami peristiwa demi peristiwa. Mengevaluasi peristiwa demi peristiwa. Tidak mungkin datang secara tiba tiba. Karena spektrum itu terbentuk dan terbangun tidak muncul begitu saja. Jadi jangan berlebihan sehingga menakutkan orang lain. Sebenarnya bisa saja sebuah peristiwa besar itu menjadi komoditas untuk kepentingan tertentu," ucapnya saat wawancara dengan Staf Komunikasi Politik KSP, Kamis (1/10/2020).

Mantan Pangilma TNI ini mengatakan terkait pendekatan kewaspadaan yang dibangun, Moeldoko memilih membangun kewaspadaan yang menenteramkan masyarakat luas. Ini penting agar situasi tetap kondusif.

“Ada dua pendekatan dalam membangun kewaspadaan. Kewaspadaan yang dibangun untuk menenteramkan dan kewaspadaan yang menakutkan. Bedanya di situ. Tinggal kita melihat kepentingannya. Kalau kewaspadaan itu dibangun untuk menenteramkan maka tidak akan menimbulkan kecemasan. Tapi kalau kewaspadaan itu dibangun untuk menakutkan, pasti ada maksud-maksud tertentu," tandas Moeldoko.

"Kita ini mantan-mantan prajurit, memiliki DNA yang sedikit berbeda dengan kebanyakan orang. DNA intelijen, DNA kewaspadaan, DNA antisipasi, dan seterusnya," sambungnya.

Menurut Moeldoko, pendapat Gatot yang mengaitkan pergantian dirinya dari posisi Panglima TNI karena ajakan nonton bareng film G30S/PKI adalah pendapat subjektif. Ia mengatakan, Presiden Jokowi sebagai panglima tertinggi RI memiliki banyak pertimbangan terkait pergantian Panglima TNI.

"Tentang pencopotannya, itu pendapat subjektif. Karena itu penilaian subyektif ya boleh-boleh saja, sejauh itu perasaan. Tapi perasaan itu belum tentu sesuai dengan yang dipikirkan oleh pimpinannya. Pergantian pucuk pimpinan di sebuah organisasi itu melalui berbagai pertimbangan. Bukan hanya pertimbangan kasuistis tetapi pertimbangan yang lebih komprehensif," urai Moeldoko.(Gtg-03)

BERITA TERKAIT