test

Fokus

Sabtu, 11 Juli 2020 07:46 WIB

Belajar dari Banyak Kasus, Hentikan Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Anak!

Editor: Ferro Maulana

Hentikan pelecehan seksual terhadap anak. (Foto: PMJ News/ Ilustrasi/ FIF).

PMJ - Meninggalnya korban pelecehan seksual anak sepatutnya membuka mata kita betapa peristiwa keji para predator tengah mengintai dan mengancam anak-anak di bawah umur.

Pelecehan seksual menjadi catatan buruk dalam beberapa peristiwa yang memilukan dan memalukan di Negeri ini.

Betapa tidak, berdasarkan catatan dari kepolisian, para pelaku predator seks pada umumnya merupakan pemimpin, tokoh masyarakat atau publik figur. Sungguh ironis, mereka yang seharusnya menjadi panutan, pelindung, pengayom bagi masyarakat, bagi umat justru melakukan tindakan prilaku yang sangat tidak terpuji.

Berdasarkan Komnas Perempuan, pelecehan seksual merupakan salah satu dari 15 jenis kekerasan seksual. Pelecehan seksual adalah tindakan seksual melalui sentuhan fisik atau non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitasi dari korban.

Pelecehan seksual dapat terjadi pada siapa saja tanpa melihat gender dan juga usia. Pelecehan seksual bukan hal yang baru lagi di indra pendengaran kita, bahkan sudah menjadi hal yang lumrah di masyarakat.

Pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja, di sekolah, di kampus, di mall, di jalanan, transportasi umum, bus, angkutan kota dan prasarana umum lainnya tidak menutup kemungkinan terjadinya hal itu.

Hentikan pelecehan seksual terhadap anak. (Foto: PMJ News/ Ilustrasi/ FIF).

Menurut data, kejadian yang memilukan dan memalukan ini tiap tahun tidak perna absen sejak 2018 hingga 2020. Tahun 2018 terdapat 7 kasus pelecehan seksual di Sikakap.

Tujuh kasus pelecehan dan kekerasan seksual pada anak terjadi sejak Januari hingga Desember tahun ini di wilayah Pagai Utara Selatan, sesuai data Kepolisian Sektor Sikakap Kabupaten Kepulauan Mentawai, Selasa (11/12).

Semetara itu tahun 2019 pelecehan seksual anak di bawah umur kembali menggegerkan masyarakat. Pihak keluarga korban tidak terima mendapat perlakuan tidak senonoh yang menimpa anggota keluarganya sehingga melaporkan oknum ASN akibat pelecehan seksual yang dilakukan kepada anak sesusia SMP di Siberut Utara.

Rentetan Kasus Pelecehan Seks ke Anak

Mengawali tahun 2020, inisial SS mencabuli 5 orang anak di bawah umur. SS diduga telah mencabuli lima orang anak dibawah umur, EO (9), EL(9), YS (9), MP (12) dan RF (8).

Perbuatan SS diketahui pertama sekali oleh guru, dimana guru SD tersebut karena curiga kepada salah seorang siswa, setelah siswa tersebut dipanggil dan ditanya siswa tersebut langsung mengaku akibat sering melihat SS melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap teman-temannya, Kamis (16/01/2020)

Pada 5 Mei 2020 seorang oknum kades kembali menghebohkan masyarakat atas tindakan asusila kepada anak di bawah umur. Pelaku meminta korban untuk melakukan hal tak senonoh. Beruntung saat itu korban sedang haid dan berhasil melarikan diri, sehingga aksi oknum kades tidak terjadi

Pada Juni 2020, seorang pimpinan ponpes diduga melakukan pelecehan seksual terhadap santrinya di bawah umur. Kejadian sebetulnya sudah terjadi sekitar November 2019, namun karena korban tidak mau melapor sehingga baru diketahui pada Juni 2020 yang saat ini kasusnya sedang dalam proses.

Yang terbaru, Polda Metro Jaya membongkar kasus eksploitasi secara ekonomi, dan atau seksual terhadap 305 orang anak di bawah umur yang dilakukan Warga Negara Asing (WNA) asal Prancis di beberapa hotel di wilayah Jakarta.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sujana menjelaskan kasus tersebut terungkap usai petugas mendapat informasi adanya kasus eksploitasi anak di sebuah hotel di Jakarta Barat. Pasca dilakukan penyelidikan polisi meringkus seorang pelaku berinisial FAC (65) alias Frans.

Pengetahuan dan Informasi Itu Penting

Kejadian serupa tentu masih banyak yang tidak bisa diuraikan satu persatu. Catatan penting dalam peristiwa ini yaitu pengetahuan terkait kasus pelecehan seksual dianggap masih kurang mengakar di masyarakat sehingga menyebabkan kasus pelecehan masih sering terjadi.

Kejadian-kejadian yang berhasil diliput media menjadi catatan sekaligus membuka mata kita bahwa pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur mencederai nilai-nilai kemanusiaan.

Wajah kemanusiaan menjadi tercoreng, sementara itu para pelaku tidak menjadi lebih hebat atau menjadi supermen dari manusia lainnya. Nilai dan kultur Mentawai yang sangat luhur terhadap sesuatu yang tabuh pun ikut tercoreng.

Persoalan tabu dalam adat-istiadat Mentawai menjadi perosalan yang sangat serius bahkan nyawa menjadi taruhannya. Sebagai ilustrasi, seorang menantu dengan mertua harus menjaga sikap di depan mertuanya, seorang ipar kepada iparnya tidak boleh berbicara sembarangan apa lagi mengarah kepada hal yang dianggap tabuh.

Jika itu dilakukan seorang ipar (lakun/lakut) atau menantu (taliku) seolah ia telah menghina saudari/anak perempuan yang dinikahinya bahkan merasa seolah-olah ia tengah menelanjangi anggota keluarga yang dinikahinya di depan keluarga perempuan.

Adab itu tidak boleh dilanggar oleh seorang menantu (taliku) atau seorang ipar (lakun/lakut). Karena akan berujung pada proses denda adat bahkan nyawa menjadi taruhannya.

Hal ini pun turut menjadi pedoman bagi orang Mentawai dalam pergaulan sehari-hari. Seharunya nilai-nilai kultur nilai agama dan norma-norma sosial lainnya dapat menjadi pedoman bagi para tokoh agama, tokoh masyarakat utamanya sebagai pengayom masyarakat.

Kasus yang Menarik Perhatian

Peristiwa menyedihkan atas meninggalnya korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum pendeta pada Minggu 28 Juni 2020 tentu saja sangat menarik perhatian banyak orang.

Para pembaca PMJ News, pernakah mengalami atau merasa dilecehkan? Disentuh bahkan dipanggil dengan sebutan yang tidak senono? Pelecehan seksual bukan hanya dalam bentuk kontak fisik namun dalam bentuk verbal, contohnya cat calling, itu sudah merupakan contoh pelecehan terhadap perempuan secara verbal.

Mendapat perlakukan semacam itu tentu saja merupakan pengalaman yang sangat tidak mengenakan, terlebih bagi mereka yang menjadi korban kekerasan seksual.

Penulis menduga keras, korban nekat mengakhiri hidupnnya karena tidak mampu menahan rasa malu yang selalu mengantuinya, merasa diri tidak berharga lagi, menanggung malu tergadap keluarga dan masyarakat di sekitarnya yang kemudian korban mengalami depresi berat.

Keterangan dokter, KL (16) meninggal akibat minum racun jenis roundup (Intoksikasi glisophate) pada Rabu, (10/06/2020). Korban melakukan tindakan tersebut diduga karena mengalami depresi atas perbuatan pelaku tindakan percabulan.

Catatan Penting

Berkaca pada kejadian-kejadian pelecehan seksual yang menimpa anak-anak di bawah umur penulis menggarisbawahi dua catatan penting. Pertama, tindakan preventif. Berangkat pada kejadian tersebut, baik pemerintah, penegak hukum, sekolah, orang tua mau pun masyarakat hendaknya melakukan tindakan preventif.

Upaya untuk melakukan pencehagan terjadinya pelecehan seksual yang dimulai dengan pengenalan sex education. Selama tidak ada kampanye sex education terhadap anak, korban pelecehan seksual akan selalu ada.

Sex education bisa dilakukan di rumah (keluarga), di sekolah atau komunitas-komunitas perlindungan perempuan dan anak. Soal tabu dan adat-istiadat harus dikesampingkan dulu, tentu saja bukan tidak menghargai. Dalam situasi seperti ini mendesak untuk dilaksanakan.

Kedua, tindakan represif, penegak hukum juga harus lebih tegas dalam mengimplementasikan produk hukum secara konsisten. Pelaku kekerasan harus ditindak secara tegas, adil, dan beradasarkan pada supremasi hukum.

Selain itu, masyarakat juga harus berperan dalam mendukung penerapan hukum secara tegas namun tetap kondusif dan tertib, serta tidak menghakimi korban dan pelaku.

Represif dapat dilakukan dengan kampanye ramah anak (persuasif) dan tindakan pengendalian terjadinya pelecehan seksual oleh para predator seks di bawah umur dengan membuat sanksi setimpal perbuatannya agar ada efek jera bagi para pelaku (koersif).

Dengan kata lain, selama tidak ada tindakan yang membuat efek jera, maka predator seks dan korban pelecehan akan selalu ada.

Hentikan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur! Perlu digalakkan kampanye ini agar sex education di masyarakat terutama remaja dan anak-anak menjadi bagian dari kurikulum pendidikan.

Hal ini dapat menjadi salah satu cara menyerukan dan menegaskan tentang buruknya pelecehan seksual dan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan. Penting bagi masyarakat dan generasi muda mendapakan sex education sebab sebagian orang masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adalah hal yang tabu dan mengakibatkan kurang pahamnya mengenai pendidikan seksual.

Akhirnya, perhatian serius terhadap kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur menjadi catatan krusial untuk menciptakan kondisi lingkungan yang ramah anak.

Perlu disadari bersama bahwa upaya persiapan generasi yang akan datang sangat penting untuk dilakukan. Tanpa pendampingan dan pembinaan yang serius, kita akan kehilangan generasi emas yang optimis dan kepercayaan diri yang tinggi. Sekali lagi, hentikan pelecehan seksual tehadap anak di bawah umur.

Reaksi dan Tanggapan DPR

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta lembaga penegak hukum di Indonesia belajar dari kasus Reynhard Sinaga dalam menangani maraknya kasus Pelecehan anak di Indonesia beberapa bulan terakhir.

Arsul mengatakan Inggris bisa menghukum predator seks seperti Reynhard dengan vonis maksimal. Dia berharap Indonesia bisa melakukan hal yang sama.

"Kita kan ingat ada warga negara kita yang disebut sexual monster, Reynhard Sinaga di Inggris. Artinya kita ingin sistem hukum kita bekerja seperti sistem hukum Inggris bekerja," demikian kata Arsul saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (10/07/2020).

Selain dalam vonis, Arsul juga berharap Indonesia bisa meniru cara Inggris memperlakukan predator seks. Misalnya dengan menahan sang pelaku Pelecehan seksual anak di penjara khusus.

Hal itu serupa dengan perlakuan Inggris terhadap Reynhard. Ia kini mendekam di sel tunggal dengan keamanan maksimal di penjara Wakefield.

"Nah itu sistem pemasyarakatan sudah mengaturnya kalau itu adalah kejahatan kan bisa saja ditempatkan di penjara SMS, super maximum security," imbaunya menegaskan. (DBS/ FER).

BERITA TERKAIT