test

Fokus

Kamis, 16 Juli 2020 07:03 WIB

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Komnas Anak Desak Menko PMK Terbitkan PP Kebiri

Editor: Ferro Maulana

PMJ - Terbongkarnya 20 anak korban kasus eksploitasi seksual komersial anak oleh warga negara Amerika di Jakarta Selatan beberapa Minggu yang lalu dan 305 anak di Jakarta Pusat yang dilakukan warga negara Prancis, telah menambah rentetan panjang kasus eksploitasi seksual komersial terhadap anak di Indonesia yang berhasil dibongkar oleh polisi atas kerjasama laporan masyarakat dan pegiat perlindungan anak.

Kasus serupa juga terjadi dan berhasil dibongkar polisi di beberapa tempat seperti Bali, Medan, Batam, Pekanbaru, Palembang dan Makassar. Dengan demikian tidaklah berlebihan jika Komnas Perlindungan Anak memberikan apresiasi atas dedikasi, komitmen dan kerja keras aparatur penegak hukum dalam hal ini pihak kepolisian.

Hal tersebut dijelaskan oleh Arist Merdeka Sirait sebagai Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak kepada sejumlah media di Jakarta, dalam menyikapi bunuh dirinya sang predator seksual anak warga negara Prancis di sel tahanan Polda Metro Jaya.

Terkuaknya kasus eksploitasi seksual komersial anak ini diyakini bahwa di Indonesia sudah lama bertumbuh dan menjadi daerah tujuan jaringan eksploitasi seksual komersial bertaraf Internasional.

Arist Merdeka Sirait sebagai Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak. (Foto: PMJ News).

Data menunjukkan sudah ribuan anak menjadi korban tanpa pertolongan karena dilakukan secara tersembunyi secara rapi dan melibatkan banyak sindikat termasuk perangkat desa, keamanan dan bahkan penegak hukum.

Bentuk-bentuk eksploitasi seksual komersial terhadap anak ditemukan seperti baik berupa incest, sodomi, pengambilan gambar untuk tujuan pornografi untuk dijualbelikan dan diperdagangkan kepada konsumen baik nasional dan internasional dalam bentuk fisik maupun gambar.

Para predator menggunakan atau memanfaatkan teknologi media sosial seperti Internet, Facebook, media sosial lainnya sebagai alat menjerat pelaku.

Pelakunya selain warga negara asing (WNA) juga warga negara sendiri turut menjadi predator dan bahkan sebagai makelar dan penjual adik dan keponakannya sendiri.

Polisi Bongkar Kasus Prostitusi Online

Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait . (Foto: Dok Net/ Ist)

Direktorat Cyber Crime Polda Metro dan Mabes Polri, belum lama ini juga berhasil membongkar kasus-kasus prostitusi online yang melibatkan Anak. Polda Metro Jaya di masa Pendem Covid 19 bersama Polres Jakarta Utara atas komitmen dan dedikasi dan kerja kerasnya berhasil juga membongkar puluhan anak diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual komersial atau perbudakan seks anak di wilayah-wilayah areal atau lokasi prostitusi lalu diperjualbelikan di luar areal prostitusi

Dan, belum lupa dari ingatan kita Emon seorang pemuda lajang usia 28 tahun di Sukabumi di tahun 2016 telah melakukan kejahatan seksual terhadap anak dalam bentuk sodomi terhadap 114 orang anak anak di bawah 12 tahun.

Masih di Sukabumi Minggu lalu, juga telah terjadi praktek kekerasan seksual dalam bentuk sodomi yang dilakukan PCS berusia 23 tahun yang mengaku seorang guru musik dan ahli pengasihan alias pelet terhadap 39 orang anak laki-laki di bawah usia 14 tahun

Demikian juga peristiwa yang sama dilakukan seorang satpam melakukan kejahatan seksual dalam bentuk sodomi kepada 20 orang anak-anak di Tangerang Selatan 34 anak usia dibawah 10 tahun juga pernah terjadi di Garut dan di Purwakarta 39 di Pelabuhanratu dan 7 orang di Deli Serdang dan puluhan anak-anak di Percut Sei Tuan Medan Sumatera Utara.

Kasus kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan dalam bentuk lain seperti kejahatan seksual bergerombol atau geng RAPE dan dalam modus prostitusi online juga terjadi di berbagai tempat di Indonesia.

Tujuan Komersial

Kasus prostitusi online dan perdagangan manusia untuk tujuan seksual komersial juga terjadi di Surabaya dan Medan dengan melibatkan perempuan berprofesi sebagai selebriti atau artis, demikian juga prostitusi online anak yang sempat terjadi dan dibongkar oleh Polda Metro Jaya di Kalibata Mall City Jakarta Selatan, di Medan dan bahkan di Balikpapan dan Samarinda, Batam dan Makassar.

Terakhir kejahatan seksual bergerombol bahkan incest yang dilakukan ibu kepada 2 Putra kandungnya terjadi juga di Sukabum di masa pandemi covid19.

Kejahatan seksual bergerombol yang dilakukan anak dan orang dewda saat ini juga menjadi fenomena yang sangat menakutkan.

Di Tangerang Selatan baru-baru ini telah terjadi kita kekerasan seksual bergerombol yang dilakukan oleh orang 8 orang terhadap seorang anak perempuan usia 15 tahun hingga meninggal karena diperkosa berulang yang sebelumnya dipaksa mengkonsumsi dengan obat terlarang.

Di Jakarta Timur telah pula terjadi kekerasan seksual bergerombol terhadap anak usia 3,5 tahun mengakibatkan korban menderita penyakit seksual menular setelah dicabuli oleh 5 orang anak-anak remaja.

Kemudian seorang ayah juga baru-baru ini dilaporkan istrinya telah melakukan Insest terhadap dua putri kandungnya di Kota Depok namun sayangnya pelaku sampai hari ini belum ditangkap dan ditahan.

Penegakan Hukum yang Lemah

Dari rentetan peristiwa kejahatan seksual dan eksploitasi seksual komersial terhadap anak ini, penegakan hukumnya terasa masih sangat lemah dan lamban bahkan peranserta masyarakat maupun anggota masyarakat dalam lingkungan sosial masih sangat minimal bahkan perhatian pemerintah juga masih terasa sangat-sangat kurang.

Bahkan Gerakan Perlindungan Anak melalui program rumah dan desa ramah anak juga belum berjalan dengan maksimal sehingga gerakan nasional memutus mata rantai kekerasan terhadap anak masih sangat lamban sehingga anak-anak belum dapat pertolongan yang maksimal dan tertangani.

Dalam keadaan kondisi inilah inilah tidak berlebihan jika Komnas Perlindungan Anak sebagai lembaga independen di bidang Perlindungan Anak yang diberikan tugas dan tanggungjawab melakukan advokasi dan perlindungan anak di Indonesia, menyimpulkan bahwa Indonesia saat ini berada dalam situasi darurat nasional kekerasan seksual terhadap anak.

Keadaan ini didukung oleh data yang menunjukkan bahwa sebelum dunia dan Indonesia diserang pandemi Covid-19, angka kekerasan seksual dan perdagangan maupun penculikan anak sesungguhnya angkanya terus meningkat.

Namun diperparah lagi di mana Indonesia saat ini sedang menghadapi serangan virus Corona mematikan sehingga setiap negara mengambil kebijakan menyelamatkan bangsa nya dari serangan virus corona dengan mengambil kebijakan untuk taat dengan Protokol Kesehatan Percepatan Penanggulangan Covid 19 yang betdampak dan mengakibatkan jutaan anggota masyarakat kehilangan kesempatan bekerja dan penghasilan, dengan meminta warganya mengambil kebijakan "stay at home" namun justru dengan kebijakan tersebut angka kekerasan terhadap anak bukannya menurun tetapi justru semakin meningkat drastis.

Kasus kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan dalam bentuk lain seperti kejahatan seksual burgerombol atau dalam modus prostitusi online juga terjadi di berbagai tempat di Indonesia.

Kasus prostitusi online dan perdagangan manusia untuk tujuan seksual komersial terbaru juga terjadi di Surabaya dan Medan melibatkan perempuan berprofesi celebrity atau artis demikian juga prostitusi online anak yang berhasil dibongkar oleh Polda Metro Jaya di Kalibata Mall City Jakarta Selatan di Medan dan bahkan di Balikpapan, Samarinda, Batam dan Makassar.

Kejahatan seksual bergerombol bahkan insest (persetubuhan sedarah) yang dilakukan ibu kepada dua putra kandungnya terjadi juga dimasa pandemi Copid 19.

Fenomena Menakutkan

Kejahatan seksual bergerombol saat ini juga menjadi fenomena yang sangat menakutkan. Di Tangerang Selatan telah terjadi kekerasan seksual bersama-sams yang dilakukan delapan orang terhadap seorang anak perempuan usia 15 tahun hingga meninggal dunia.

Di Jakarta Timur telah pula terjadi kekerasan seksual bersama-sama terhadap anak seorang anak usia tiga tahun mengakibatkan anak menderita penyakit seksual menular setelah di cabuli oleh 5 orang anak-anak remaja.

Seorang ayah juga baru-baru ini dilaporkan istrinya telah melakukan insert terhadap dua putri kandungnya pelaku di kota Depok, namun sayangnya pelaku sampai hari ini belum ditangkap dan ditahan.

Dari rentetan peristiwa kejahatan seksual dan eksploitasi seksual komersial terhadap anak ini penegakan hukumnya terlihat masih sangat lemah dan lamban dan peran serta masyarakat maupun anggota masyarakat masih sangat minimal, perhatian pemerintah juga sangat kurang bahkan gerakan perlindungan anak melalui program rumah dan desa ramah anak juga belum berjalan dengan maksimal sehingga gerakan memutus mata rantai kekerasan terhadap anak masih sangat lamban.

Demikian juga peran Pemerintah baik ditingkat desa kota masih sangat lemah bahkan gerakan perlindungan anak melalui program rumah dan desa rahma anak juga belum berjalan dengan maksimal sehingga gerakan memutus mata rantai kekerasan terhadap anak di desa atau di kampung masih brlum terada keadaan ini membuktikan bahwa anak-anak belum mendapat pertolongan dan perlindungan dan tertangani kasusnya.

Indonesia Darurat Nasional Kekerasan Seksual

Dalam keadaan inilah, tidaklah berlebihan dan jika kau mengerti dengan Komnas Perlindungan anak dan LPA sebagai mitranya di daerah-daerah sebagai lembaga independen di bidang perlindungan anak menyimpulkan bahwa Indonesia saat ini berada dalam situasi Darurat Nasional Kekerasan seksual

Data menunjukkan sebelum dunia dan Indonesia diserang Covid 19 angka kekerasan seksual dan perdagangan maupun penculikan anak sesungguhnya angkanya terus meningkat.

Namun diperpara lagi dimana Indonesia meng sedang menghadapi serangan virus corona mematikan sehingga setiap negara mengambil kebijakan menyelamatkan bangsanya dari serangan virus corona dengan mengambil kebijakan lockdown tahun yang mengakibatkan jutaan anggota masyarakat kehilangan kesempatan bekerja dan pekerjaan, dan kehilangan penghasilan dengan meminta anggota masyarakat termaduk anak untuk stay at home namun justru dengan kebijakan tersebut menimbulkan angka kekerasan terhadap anak bukan justru menurun tetapi justru semakin meningkat.

Mengutip laporan yang diterima kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) 3.750 kekerasan terhadap anak dalam kurun waktu Maret sampai Juni 2020 telah dilaporkan untuk ditangani.

Data ini diperkuat dengan data Komnas Perlindungan Anak dan data LPA Bandar Lampung dan Lampung Timur dimana dalam kurun waktu yang sama yakni Maret sampai Juni telah menerima 1.809 kasus laporan di mana sebelumnya 52% dilaporkan kasus kekerasan seksual meningkat dari 52% menjadi 58 %.

Selama anak harus diwajibkan tinggal di rumah, sekolah di rumah sekolah di rumah, bermain di rumah justru orang terdekat yang semestinya menjadi Garda terdepan melindungi anak namun fakta menunjukkan pelakunya justru adalah orang-orang terdekat dari anak seperti ayah kandung, ayah non- biologis, paman, keluarga inti dan keluarga terdekat anak, lingkungan sosial anak, guru, dan bahkan perlindungan anak.

Artinya pelakunya adalah tembus batas profesi, status ekonomi, pekerjaan dan status-status sosial lainnya.

Sesungguhnya dengan kebijakan tinggal di rumah selama virus corona belum berlalu, semakin mempererat dan mendekatkan anak dengan pengasuhan orangtua dan keluarga inti untuk mengubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baru sehingga rumah menjadi rumah yang bersahabat dan ramah bagi anak bukan rumah menjadi sarang penyamun, monster bahkan predator anak.

Demi kepentingan terbaik anak, dan untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap anak tidak ada alasan bagi pemerintah saat ini untuk menunda nunda penandatangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang kebiri bagi Predator dan monster kejahatan seksual terhadap anak yang saat ini sedang parkir di kantor Menko PMK.

Tidak tahu apa alasannya dan kendalanya dengan demikian sudah saatnyalah pemerintah dalam hal ini Menko PMK sebagai bagi anak dalam memperingati HAN 2020 untuk segera menyerahkan kepada pemerintah agar PP Kebiri segera ditandatangani oleh Presiden dan untuk selanjutnya diserahkan kepada DPR agar bisa menjadi dasar hukum mengeksekusi segala terhadap putusan putusan pengadilan yang telah menjatuhkan hukuman kebiri .

Hukuman itu diperuntukkan bagi para predator dan monster kejahatan seksual terhadap anak selain hukuman fisik tetapi hukuman tambahan hukuman berupa kebiri atau kastrasi kimia bagi predator atau monster kejahatan seksual terhadap anak dan menjadikan Peraturan Pemerintah ini sebagai peraturan pemerintah yang mengikat masyarakat dan aparatus penegakan hukum serta sebagai basis strategis dalam membangun Gerakan Nasional Perlindungan Snak Terpadu Berbasis Masyarakat atau Kampung dan untuk memperkuat mengeksekusi INPRES nomor : 01 Tahun 2004 tentang Gerakan Nasional anti Kejahatan Seksual terhadap Anak, demikian desakan Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait kepada pemerintah dalam dalam pernyataan resminya. (FER).

BERITA TERKAIT