test

Politik

Minggu, 13 Oktober 2019 12:10 WIB

Ketua MPR: Prioritas Merawat Kebhinekaan

Editor: Redaksi

Ketua MPR Bambang Soesatyo. (Foto: Dok Net)

PMJ - Ketua Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendorong pemerintah untuk memprioritaskan langkah merangkul komunitas (atau kelompok masyarakat) yang menolak takdir kebhinekaan Indonesia.

Bamsoet menjelaskan, bahwa rumusan pendekatan kepada komunitas itu perlu diperbarui. Untuk mendapatkan rumusan yang tepat, Pemerintah bersama parlemen patut menjalin kerja sama dengan semua lembaga atau institusi keagamaan.

“Rongrongan terhadap kebhinekaan sudah demikian nyata, karena sejumlah komunitas terang-terangan menyatakan tidak lagi mencintai fakta keberagaman yang menjadi takdir bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ungkap Bamsoet.

“Dalam tahun-tahun terakhir ini, kelompok atau komunitas intoleran itu terlihat di mana-mana. Di sekolah, kampus Perguruan Tinggi, di banyak tempat kerja, dan di banyak institusi negara atau institusi pemerintah,” katanya lagi menambahkan.

Lebih jauh, Bamsoet melanjutkan, terdapat kekuatan lain yang menunggangi kecenderungan tersebut dengan mengerahkan pelaku teror. Alasannya, Bamsoet menilai saat ini, teror terhadap negara sudah menjadi ancaman nyata yang bisa terjadi kapan saja dan di mana saja.

“Inilah realitas masalah atau persoalan yang dihadapi Indonesia dewasa ini,” ungkapnya.

Masih dari penuturan Bamsoet, Indonesia telah menyikapi kecenderungan ini dengan membentuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Di luar BPIP, banyak tokoh masyarakat dan pemuka agama, termasuk pejabat pemerintah, tak hentinya menyerukan perlunya menjaga kerukunan dan budaya toleran. Bahkan banyak kegiatan dialog lintas agama dan budaya sudah dilakukan.

Tetapi, publik merasakan bahwa ragam program dan pendekatan untuk mereduksi perilaku intoleran itu belum membuahkan hasil sebagaimana diharapkan. Kecenderungan saling hina antar-kelompok atau antar-golongan bahkan makin tinggi intensitasnya.

Karena itu, menurut Bamsoet perlu dicari dan dijajagi rumusan program dan model pendekatan lain. Seperti mengutamakan program dan pendekatan baru yang bertujuan menghilangkan saling curiga.

“Dirasakan ada kebuntuan karena keengganan berdialog. Belum lagi sikap saling curiga antara negara dengan komunitas-komunitas itu. Untuk tujuan ini, pemerintah dan parlemen perlu mengambil inisiatif,” tutupnya. (FER).

BERITA TERKAIT