test

Hukrim

Selasa, 24 November 2020 18:41 WIB

Saksi: Kejagung Harusnya Tahu Red Notice Djoko Tjandra Hampir Habis

Editor: Hadi Ismanto

Persidangan kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra. (Foto: PMJ News/Ilustrasi).

PMJ - Sidang lanjutan kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra dengan terdakwa Tommy Sumardi kembali digelar pada Selasa (24/11/2020). Dalam persidangan kali ini menghadirkan mantan Sekretaris NCB Interpol Polri Brigjen Nugroho Slamet Wibowo sebagai saksi.

Brigjen Nugroho menyebut Kejaksaan Agung seharusnya mengetahui ketika status red notice Djoko Tjandra akan habis pada Januari 2019. Saat itu ada surat peringatan red notice Djoko Tjandra dari Interpol pusat di Lyon, Prancis yang diterima via email oleh Kabag Kominter NCB Interpol.

"Kalau menurut aturan, diinformasikan kembali kepada yang meminta dan 2019 itu informasi itu sudah diketahui (Kejagung)," jelas Nugroho dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (24/11/2020).

Nugroho mengungkapkan, ada semacam Memorandum of Understanding (MoU) antara Kejagung dan Polri terkait NCB Interpol. Melalui kesepakatan itu, lanjut dia, Kejagung bisa tahu soal status red notice buron melalui sistem yang dibangun dari kesepakatan itu.

"Kejaksaan dapat mirroring system. Jadi 2019 itu MoU Kejaksaan dan Polri masih berlaku. Dari MoU tersebut si peminta (Kejagung) juga memiliki sistem untuk melihat saja, melalui i27 Kejaksaan juga mendapatkan informasi tersebut," kata Nugroho.

Kendari begitu, Nugroho tidak mengetahui secara pasti NCB Interpol tetap melakukan konfirmasi ke Kejagung terkait peringatan tersebut karena saat itu belum menjabat Ses NCB Interpol. Menurutnya, NCB Interpol tetap harus melaporkan

"Apabila dia tidak memiliki sistem, maka ada semacam MoU atau pernyataan dia harus memberitahukan," tukasnya.

Sebagai informasi, dalam persidangan ini Tommy Sumardi didakwa bersama-sama Djoko Tjandra memberikan suap ke Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo.

Tommy diduga memberikan SGD200 ribu dan USD270 ribu kepada Irjen Napoleon dan USD150 ribu kepada Brigjen Prasetijo. Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol dan penghapusan status daftar pencarian orang.(Hdi)

BERITA TERKAIT