test

News

Selasa, 6 Oktober 2020 14:45 WIB

Aturan Pesangon UU Cipta Kerja yang Ditolak Buruh, Ini Kutipan Pasalnya

Editor: Hadi Ismanto

Salah satu pasal yang ditolak dalam UU Cipta Kerja adalah besaran pesangon pekerja yang di PHK. (Foto: PMJ News/Dok Net)

PMJ - Penolakan terhadap pengesahan Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja digaungkan pekerja maupun serikat buruh. Salah satu bagian pasal yang menjadi kontroversi antara lain pasal tentang hak pesangon bagi pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).

Terkait aturan pesangon ini sendiri mendapatkan penolakan keras, sebab jumlah pesangon yang tertuang di dalam UU Cipta Kerja berkurang dari sebelumnya yang dijanjikan oleh pemerintah.

Dalam undang-undang yang baru saja disahkan DPR ini, besaran pesangon kepada pekerja yang terkena PHK diberikan maksimal 25 kali upah dengan skema pembayaran 19 kali oleh perusahaan dan enam kali oleh pemerintah.

Besaran pesangon ini lebih rendah dari jumlah yang dibahas pemerintah dan DPR pada rapat 3 Oktober lalu. Rencananya tetap dibayarkan penuh sebanyak 32 kali, dengan skemanya dibayar perusahaan sebanyak 23 kali dan sembilan kali dibayar pemerintah.

Berikut kutipan lengkap Pasal 156 tentang pesangon di UU Cipta Kerja:

(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

(2) Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan sebagai berikut:

a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;

b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;

c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;

e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;

f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;

g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;

h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang 444 dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

(3) Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan sebagai berikut:

a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;

b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulanupah;

d. masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulanupah;

e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;

f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh)bulan upah;

g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.

(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruhditerima bekerja;

c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerjabersama.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.(Hdi)

BERITA TERKAIT